Konten dari Pengguna

Idul Adha yang Hilang

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
20 Juni 2024 17:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bubaran salat Idul Adha di masjid Jami' al Wiqoyah pada hari Senin (17/6/2024). Photo: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Bubaran salat Idul Adha di masjid Jami' al Wiqoyah pada hari Senin (17/6/2024). Photo: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
"Seharusnya tulisan ini sudah saya selesaikan beberapa jam setelah pulang salat idul adha tetapi sengaja saya endapkan beberapa hari agar tidak terlalu sentimental."
ADVERTISEMENT
Menjadi dewasa berarti siap untuk meninggalkan kenangan-kenangan istimewa termasuk kenangan hidup di masa kecil. Namun manusia tidak kuasa untuk tetap tinggal pada suatu zaman karena hidup itu sendiri adalah perjalanan menuju akhir. Manusia harus menyadari bahwa hidup terdiri dari tiga masa yaitu masa lalu, saat ini, dan masa depan.
Manusia selalu meromantisasi masa lalu dan momen yang telah berlalu juga akan selalu dikenang sebagai masa yang paling dirindukan, entah seberapa pahit kenangannya. Pasti ada setitik rasa untuk kembali ke masa lalu mengenang semua dinamikanya.
Manusia sadar bahwa masa lalu adalah masa perjuangan ketika setiap hal membutuhkan pengorbanan tetapi tetap saja akan diingat sebagai masa paling menyenangkan.
Mungkin benar bahwa yang istimewa itu adalah bagian proses perjuangannya bukan hasilnya. Dengan demikian masa-masa perjuangan selalu dikenang sebagai masa paling romantik. Tidak ada manusia yang menyesali setiap energi yang sudah dihabiskan untuk berjuang demi hidup.
ADVERTISEMENT
Ada banyak cara bagi setiap manusia untuk kembali ke masa lalu, mulai dari hal remeh temeh seperti mendengarkan lagu-lagu sampai pada tingkatan yang lebih serius dengan napak tilas atau mengkreasi setiap lingkungannya yang bernuansa kenangan. Namun apapun itu, manusia sepakat bahwa masa lalu menawarkan keindahan yang akan abadi.
Kenangan Masa Kecil
Salah satu kenangan masa lalu yang paling indah adalah masa-masa lebaran, entah lebaran idul fitri maupun idul adha. Ada kehangatan yang tidak bisa ditemukan di momen lain kecuali pada saat lebaran.
Ibu yang sedang sibuk di dapur, bau amis darah ayam yang baru saja disembelih oleh ayah, anak-anak gembira ria ke masjid, dan handai tauladan bercengkerama di teras rumah.
ADVERTISEMENT
Mengenang momen lebaran layaknya mengembalikan diri ke masa ketika hidup menjadi hal terindah tanpa memikirkan berbagai beban yang seringkali tak terpikirkan.
Momen lebaran menjadi penanda bagi saya untuk membeli baju baru, sepatu baru dan berbagai jenis mainan. Sementara ketika sudah beranjak dewasa, momen beli baju baru tidak lagi spesial karena bisa dilakukan kapan saja.
Begitulah hidup, sesuatu yang diperoleh terlalu mudah tidak akan meninggalkan kesan tetapi hasil yang didapatkan melalui perjuangan akan dihargai dan dikenang sebagai sebuah pencapaian.
Idul Adha Tak Lagi Sama
Sejak memilih merantau dan sangat jauh dari rumah 12 tahun silam, idul adha menjadi tidak sama lagi. Semua kehangatan seakan menguap entah ke mana dan bahkan hanya menjadi rutinitas tahunan yang membuat hati terasa begitu hampa.
ADVERTISEMENT
Tidak ada lagi masakan ibu yang dinanti menjelang maghrib, daging ayam yang baru saja dimasak serta keriuhan bocah-bocah yang melantunkan shalawat di masjid samping rumah.
Saya tidak mampu menciptakan suasana semacam itu saat ini. Hal yang paling menakutkan adalah anak saya tidak memiliki kenangan-kenangan momen lebaran yang bisa dia kenang ketika dewasa.
Idul adha kemarin sama dengan sebelumnya. Kami berangkat ke masjid jam setengah enam. Sesaat setelah salat, kami bergegas pulang ke rumah tanpa ada harapan bahwa ada masakan khas lebaran di rumah.
Setelah itu, sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Saya sibuk dengan diri sendiri memikirkan hal-hal yang mencemaskan, anak saya sibuk menonton anime sementara istri saya sedang asik dengan tontonannya sendiri. Momen yang sama sekali tidak pernah saya saksikan ketika masih bocah.
ADVERTISEMENT
Dulu, sesaat setelah pulang salat idul adha. Tentu saya sudah disambut oleh aneka hidangan makanan yang sudah dimasak oleh ibu semalam. Aneka kue yang memanjakan lambung dan berbagai minuman yang membuat kesenangan sebagai seorang anak terlampiaskan.
Anak saya, yang sebentar lagi menginjak umur 8 tahun, tidak memiliki begitu banyak kenangan lebaran idul adha. Dia tidak menikmati momen ketika para bocah menyaksikan pemotongan hewan di teras masjid. Dia juga tidak merasakan pawai malam lebaran.
Mungkin yang tertinggal di kenangannya adalah momen idul fitri karena bisa mudik ke kampung halaman.
Tetapi begitulah hidup. Setiap manusia memiliki kenangannya masing-masing.