Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Memaknai Kesepian
9 September 2023 14:33 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pemandangan yang lazim di Kota Jakarta ketika selepas maghrib, kedai kopi dipenuhi karyawan yang masih malas pulang ke kos atau ke rumahnya. Entah karena sedang terjebak macet atau sedang ada masalah dengan pasangannya. Mereka memilih untuk menghabiskan beberapa batang rokok dan secangkir kopi di kedai kopi.
ADVERTISEMENT
Salah satu kedai kopi yang ramai dikunjungi karyawan selepas maghrib, terletak di jalan Kebayoran Baru yang hanya sepersekian menit ditempuh dengan jalan kaki dari Pasar Santa. Kedai kopi yang hanya menyajikan beberapa menu ringan namun sudah cukup mampu menawar masalah-masalah yang dihadapi oleh para karyawan di sepanjang hari.
Malam itu, seperti pada umumnya pekerja di Jakarta, duduk berhadap-hadapan empat orang pria yang dulunya mantan rekan kerja di sebuah perusahaan. Saat malam mulai menua ketika sebagian orang sedang dalam perjalanan pulang, sementara mereka memilih untuk menghabiskan akhir pekan dengan berbagi cerita pengalaman masa lalu.
Mereka pernah satu tim di sebuah divisi pemeriksa sehingga mereka punya cadangan cerita masa lalu untuk dikenang. Tentang dinamika pekerjaan, tentang cara menghindari mutasi ke luar kota, tentang friksi dengan karyawan lain yang diaudit, dan tentang lika liku ketika sedang melakukan pekerjaan audit.
ADVERTISEMENT
Mereka bercengkerama sambil menikmati es teh manis, kopi, indomie telur, roti bakar dan beberapa batang rokok kretek. Beginilah cara sebagian kaum pekerja di ibu kota untuk sejenak melupakan masalah di kantor.
Friksi dengan agen, pekerjaan tambahan dari bos, desas desus mutasi ke luar kota, dan rencana alternatif jika keputusan perusahaan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Salah seorang dari mereka sudah memilih untuk resign, seorang yang lain lagi baru saja dimutasi kembali ke Jakarta setelah setahun berada di pulau Sumatera.
Lalu lalang kendaraan di jalan Kebayoran Baru tidak merusak kehangatan mereka mengingat kembali masa lalu. Kenangan memang selalu menyenangkan untuk diceritakan kembali seberat apa pun kejadiannya. Itulah kunci sukses para komedian yang kemudian menceritakan kegetiran masa lalu mereka di atas panggung karena mereka meyakini bahwa kegetiran yang sudah terlewati akan menjadi sebuah pertunjukan komedi yang lucu.
ADVERTISEMENT
Kesepian Perkara Hati
Salah satu dari mereka baru saja berduka karena ditinggal selamanya oleh ibunya. Dia mulai tampak kembali pulih dari kesedihan mendalam meskipun tetap saja luka itu masih menganga. Masih tergambar fragmen kesedihan di guratan keningnya meskipun dia berusaha untuk berdamai dengan kehilangan.
Di tengah obrolan yang hangat ketika sedang bercerita mengenai kota-kota yang pernah mereka kunjungi selama bekerja sebagai audit, keempatnya membandingkan keramaian kota di Indonesia.
Tiba-tiba saja pria yang sedang bersedih berseloroh “tetapi, kota saya juga sudah sepi banget sekarang. Tidak ada yang lebih sepi dari kota tempat tinggal saya. Sepi bukan karena penduduknya yang berkurang tetapi karena ibu saya sudah tiada.” Ketiga pria yang lain tidak berani menertawakan tragedi kehilangan. Mereka hanya bisa diam kemudian melanjutkan obrolan ringan untuk melepas penat.
ADVERTISEMENT
Ditinggal ibu adalah perkara yang tidak main-main, seakan dunia sedang luruh dalam kelabu yang tak bercahaya. Kepergian ibu adalah hilangnya separuh dunia dari kehidupan ini. Kehampaan yang seakan menghantam relung hati sampai tak bersisa rasa sakit untuk penderitaan yang lain.
Kita bukan seorang Albert Camus yang dengan santainya menceritakan kehilangan seorang ibu di novel “Orang Asing.” Ketika menerima telepon dari panti Wreda, dia seakan tidak peduli bahkan tidak tahu persis ibunya meninggal hari ini atau kemarin. Meskipun di beberapa argumennya, dia mengungkapkan rasa sayang kepada ibunya tetapi juga meyakini bahwa ketika seseorang sudah meninggal, tidak ada lagi yang akan peduli.
Ibu bukan hanya potret seorang perempuan yang melahirkan manusia lain tetapi dia mewujud menjadi sosok makhluk yang selalu diidentikkan dengan cinta dan ketulusan.
ADVERTISEMENT
Alkisah, di Amerika Serikat, seorang ibu bernama Dibene menyelamatkan nyawa anaknya ketika kereta dorong anaknya tersangkut di lintasan kereta api. Dia tewas sementara anaknya selamat. Kisah semacam ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada seorang ibu tetapi tentu menjadi terkesan heroik ketika seorang ibu yang tanpa pamrih mengorbankan hidupnya untuk kehidupan anak-anaknya.
Saya tidak bisa untuk tidak mengglorifikasi peran seorang ibu di kehidupan ini karena pada kenyataannya, hidup ini akan baik-baik saja bagi seorang selama masih ada rapalan kalimat doa ibu di setiap sujudnya.
Pria yang sedang berduka itu membayangkan ketika menjelang libur lebaran, tidak ada lagi perasaan euforia untuk mudik ke kampung halaman sekadar memandang senyum tipis seorang ibu, memeluknya sambil mencium keningnya lalu tidur di pangkuannya untuk mengingat seluruh serpihan kenangan masa silam.
ADVERTISEMENT
Ibu adalah rumah sebenarnya, tempat berteduh ketika dirundung masalah di kota besar. Ibu menjadi semacam penawar bagi anaknya yang sedang menghadapi berbagai persoalan. Saya dan kita semua tidak pernah benar-benar bisa merasionalisasikan bagaimana mekanisme seorang ibu menghadapi dunia dengan senyuman, sementara kita selalu berada dalam perasaan khawatir, sedih, pun kecewa.
Begitu beratnya kehilangan seorang ibu yang mungkin tak terperikan bagi seorang anak lelaki yang merantau jauh dari kampung halaman. Membayangkan betapa sepinya rumah masa lalu tanpa sesosok perempuan tua yang selalu setia menunggu anak-anaknya yang sedang berada di perantauan.
Kesepian memang seringkali tidak disebabkan karena tidak adanya orang di samping kita atau karena kita berada tempat yang tidak berpenghuni. Kesepian yang hakiki ketika seorang yang dicintai sedang berpindah tempat ke alam yang berbeda. Itulah kenapa beberapa orang yang ditinggal orang terkasih, seringkali mengakhiri hidupnya karena merasa sudah tidak berarti lagi.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini digambarkan dengan sangat baik dalam salah satu bait lirik lagu Dewa 19 yang berjudul Kosong,"di dalam keramaian aku masih merasa sepi."
Jakarta adalah Kesepian
Dalam salah satu kajiannya, Pak Fahruddin Faiz menjelaskan hakikat tentang kesendirian. Menurutnya, sendiri itu adalah fakta, kesepian menyangkut rasa sementara menyendiri itu adalah sebuah upaya. Artinya memang bahwa kesepian itu tidak bisa selalu dikontradiksikan dengan keramaian khalayak.
Kesepian berada di relung hati yang dalam tentang bagaimana kita merasakan diri kita dan memaknai apa yang sedang dijalani. Ada orang yang bertapa dan menyendiri tetapi tidak pernah merasa kesepian sementara Jakarta dengan kepadatan penduduk mencapai 16 ribu jiwa/km2, tetapi dipenuhi oleh jiwa-jiwa yang kesepian.
Hiruk pikuk Jakarta dipadati oleh orang-orang yang kesepian. Mereka bertarung dengan hati mereka untuk berdamai dengan kehidupan ibu kota demi kebutuhan dan keinginan yang tidak mampu mereka bedakan.
ADVERTISEMENT
Mereka menghitung hari demi hari untuk mencapai tanggal gajian. Setelah itu, mereka kembali dihempas oleh arus yang tidak mampu dikendalikan. Kembali hanyut dalam persoalan-persoalan rutin yang membuat mereka terasing dari diri mereka.
Apakah itu salah?
Tentu tidak. Saya tidak sedang dalam kapasitas untuk menjustifikasi keputusan-keputusan pribadi seseorang untuk memilih pilihan dalam hidup. Mereka punya preferensi menjadi pilihan hidup dan juga pertimbangan rasional, tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa orang-orang yang kesepian sedang berkerumun di tengah ibu kota dan menunjukkan eksistensi mereka lewat media sosial yang artifisial.
Untuk apa?
Tidak lebih dari usaha untuk mengisi ruang sepi di dalam diri mereka yang kosong karena mengejar sesuatu yang fatamorgana. Sekuat apa pun energi yang dihabiskan untuk mengejar bayang-bayang kesenangan indrawi, akan berakhir dalam kesia-siaan dan menghempaskan diri dalam kesepian yang mengerikan.
ADVERTISEMENT
Begitulah frasa tentang kesepian. Adalah banyak orang yang tinggal di ibu kota dan selalu dikelilingi oleh keramaian tetapi mereka merasa begitu kesepian sementara orang-orang yang tinggal di pedesaan dan hidup bersama alam tetapi mereka sama sekali tidak pernah merasa kesepian.
Kehilangan ibu bagi kawan tadi akan menyisakan hari-hari kesepian yang panjang dan membosankan meskipun dia sendiri tinggal di tengah hiruk pikuk kawasan Sudirman di Jakarta Selatan.