Ramadan dan Cara Menyikapi Isu Kontemporer

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
Konten dari Pengguna
16 Maret 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasangan tanpa anak. Photo: https://unsplash.com/Adam Griffith
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan tanpa anak. Photo: https://unsplash.com/Adam Griffith
ADVERTISEMENT
Tiga hari yang lalu, saya menonton tayangan youtube yang menghadirkan salah satu dari sekian artis cilik yang merupakan idola masa kecil saya. Seorang perempuan seumuran saya yang sampai saat ini belum menikah.
ADVERTISEMENT
Memilih untuk belum menikah bukan sesuatu hal yang urgent untuk didiskusikan karena semua orang mempunyai hak memutuskan hidupnya seperti apa, namun ada isu kontemporer yang dia ungkapkan.
Di tayangan tersebut, dia ditanya di luar kesibukannya sebagai seorang publik figur. Apa saja yang sedang dilakukan dan proyeksi ke depan seperti apa.
Pada satu bahasan masalah, dia ditanya mengenai pilihan hidupnya menjadi penganut childfree. Sebuah konsep tentang pilihan untuk tidak memiliki anak ketika sudah menikah. Konsep ini sempat viral ketika salah seorang influencer yang sudah menikah, mempopulerkan dan membahas di berbagai platform.
Si Publik figur tadi menjelaskan secara gamblang bahwa dia memutuskan untuk memilih menjadi childfree meskipun tidak menutup kemungkinan dia akan menikah suatu saat nanti
ADVERTISEMENT
Namun sebelum menikah, dia ingin memastikan bahwa calon suaminya mengerti dan memahami keputusan memilih menjadi bagian dari kelompok childfree.
Di titik ini, tidak ada masalah atas pilihan hidupnya karena semua orang punya keputusan masing-masing dalam hidupnya yang terbentuk dari berbagai faktor termasuk masa lalu dan kekhawatiran masa depan.
Selanjutnya yang menjadi persoalan ketika dia ditanya oleh host kenapa memilih untuk menjadi bagian dari kelompok yang menganut childfree.
Dia menjelaskan tidak terlalu clear, bahkan menjustifikasi pendapatnya dengan cara menyalahkan orang yang punya anak dan berharap anaknya akan mengurus dia kelak kemudian hari. Katanya itu sesuatu yang salah.
Di satu sisi, benar apa yang dia jelaskan bahwa tidak seharusnya orang tua memiliki anak dengan tujuan agar ada yang mengurus hidupnya di masa tua, tetapi di sisi lain, dia tidak menjawab pertanyaan host bahwa kenapa memiliki menjadi childfree.
ADVERTISEMENT

Memilih Menjadi Autentik

Seringkali kita memilih sebuah pilihan karena tidak sepakat dengan yang common. Artinya kita hanya ingin mengidentifikasi kita berbeda dengan yang orang pada umumnya karena ada sebagian yang melakukan kesalahan.
Pilihan seperti ini yang membuat seseorang tidak menjadi dirinya sendiri kecuali jika pilihan itu merupakan murni refleksi pribadi yang kemudian dimanifestasikan menjadi keputusan dalam hidup.
Pada dasarnya, manusia diciptakan berbeda dan memiliki keunikan masing-masing. Mereka tidak perlu untuk menjadi orang lain karena semua orang dibekali sesuai kapasitasnya.

Ramadan dan Pengenalan Diri

Media sosial menjadi musuh besar bagi manusia untuk menemukan diri. Setiap menit kita akan menyaksikan postingan kemewahan diri yang kemudian memisahkan kita dari diri. Kita semakin menjauh dari diri kita karena tidak mampu memilah antara kebutuhan dan keinginan.
ADVERTISEMENT
Isu-isu kontemporer yang tidak sesuai dengan budaya kita dianggap sebagai hal yang keren sehingga sebagian dari kita merasa perlu untuk mengikutinya. Childfree misalnya. Selain itu, masih banyak lagi isu-isu kontemporer yang harus disikapi dengan bijak tanpa harus menarik diri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Artinya memang ada nilai yang berkembang dalam peradaban manusia dan harus diubah tetapi ada juga kearifan lokal yang seharusnya tetap dijaga.
Perbudakan merupakan hal yang lumrah pada zamannya tetapi saat ini, perbudakan tidak lagi sesuai dengan peradaban manusia dan sudah seharusnya kita juga menerima perubahan nilai tersebut, sementara nilai gotong-royong yang merupakan kearifan lokal, masih sangat relevan dengan kehidupan saat ini.
Tidak seharusnya atas nama modernitas, kita dengan serta merta mencampakkan nilai gotong royong ke tong sampah dan ikut gaya orang barat dengan gaya hidup individualis.
ADVERTISEMENT
Ramadan menjadi pesantren untuk mengenali diri sendiri. Ketika berada di tengah orang lain, kita dengan mudah bisa memanipulasi diri seolah-olah merasa lemas agar dianggap sedang berpuasa, sementara ujian datang ketika berada di tempat yang sepi.
Momen bulan ini bisa dijadikan sebagai perjalanan panjang untuk menafakuri diri dalam k0nteks menemukan jalan yang sesuai dengan kapasitas diri. Setelah sebelas bulan sebelumnya serang berbagai godaan untuk mengikuti gaya hidup orang lain.