Ramadan dan Keriangan Anak-Anak yang Hilang

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
Konten dari Pengguna
5 April 2024 11:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cara menanamkan kecintaan anak-anak terhadap Masjid dengan cara mengakrabkan mereka dengan masjid sejak dini. Photo:https://unsplash.com/Ibrahim Abdullah
zoom-in-whitePerbesar
Cara menanamkan kecintaan anak-anak terhadap Masjid dengan cara mengakrabkan mereka dengan masjid sejak dini. Photo:https://unsplash.com/Ibrahim Abdullah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ini mungkin kisah yang sudah sangat sering kita dengar tetapi kisah yang memiliki hikmah yang universal harus diceritakan terus menerus sebagai pengingat. Kita sadar bahwa manusia tempatnya lupa maka harus dijejali dengan setiap pengingat dalam bentuk apapun termasuk kisah-kisah terdahulu.
ADVERTISEMENT
Suatu waktu, Rasulullah SAW sedang melaksanakan salat. Pada saat sujud, kedua cucu beliau, Hasan dan Husain naik ke punggungnya sehingga jika beliau bangun dari sujud, kemungkinan besar akan menyebabkan kedua cucunya jatuh.
Rasulullah SAW akhirnya membiarkan mereka menikmati bermain di punggungnya sampai puas. Rasulullah SAW baru bangkit dari sujud ketika kedua cucunya sudah selesai bermain.
Teladan Rasulullah SAW tentang bagaimana menyikapi anak-anak yang sering bermain di masjid, nampaknya sudah dilupakan oleh para orang tua. Sebagian anak-anak takut ke masjid karena terlalu sering dibentak oleh para generasi tua yang merasa paling berhak atas masjid.
Di Ramadan kali ini, saya beberapa kali tarawih di masjid yang berbeda di daerah Jagakarsa. Biasanya masjid yang saya kunjungi dipenuhi oleh anak-anak.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa kali kesempatan, saya menyaksikan ada saja generasi tua yang hanya mengawasi anak-anak untuk tidak bercanda bahkan dia sendiri tidak ikut salat tarawih.
Suatu waktu di salah satu masjid yang terletak di pertigaan Jagakarsa, salah seorang bapak dengan emosi mendorong seorang anak yang sedang salat sampai jatuh ke depan sambil berteriak lancang.
Setelah salat, saya mengamati wajah si bapak yang penuh emosi dan mungkin dalam hatinya dia merasa sudah melakukan tindakan yang benar dengan merengkut keriangan anak-anak di masjid. Jika Rasulullah SAW menyaksikan perbuatan si bapak maka mungkin dia akan ditegur dengan keras.
Gus Baha memberikan penjelasan yang sangat logis dalam situasi yang berbeda tetapi dengan konteks yang sama, bahwa anak-anak yang bermain dengan cara naik ke atas meja ketika ada tamu, sebaiknya dibiarkan saja karena dia belum mengerti, sementara orangtuanya yang membentak itu yang haram.
ADVERTISEMENT
Artinya bahwa masa kanak-kanak memang masa perkembangan manusia yang diisi dengan bermain yang tak mengenal ruang dan waktu. Mereka membayangkan bahwa hidup ini tempat bermain, bukan seperti dunia yang dibayangkan oleh para generasi tua.
Maka ketika mereka bermain di mana saja termasuk di masjid, itu karena persepsi mereka tentang dunia sebagai tempat bermain. Generasi tua harus memahami itu sebagai sebuah pintu masuk untuk memberikan mereka pengertian dan pendidikan dini, bukan menjalankan pendidikan semi militer.
Dalam hukum fiqih, anak-anak belum terkena mukallaf sehingga yang berdosa ketika memarahi anak-anak yang bermain di masjid adalah para generasi tua.
Dampak lain yang paling berbahaya adalah anak-anak akan merasa asing dengan masjid. Dalam memori mereka, masjid merupakan sebuah bangunan yang dihuni oleh generasi tua pemarah yang terlalu saklek dan jika mereka datang ke sana, pada akhirnya tidak akan mendapatkan apa-apa selain amarah.
ADVERTISEMENT
Ada juga kisah lain yang sudah sering didengar. Kisah ini dituturkan dalam berbagai versi termasuk dalam konteks Islam dan Kristen.
Suatu waktu, seorang pria datang ke masjid salat berjemaah. Saat itu dia sama sekali lupa menyetel HP nya dalam keadaan silent mode. Pada saat salat berjemaah berlangsung, HP nya berbunyi yang mengganggu jemaah.
Petugas masjid menegurnya dengan sangat keras di depan jemaah, bahkan jemaah yang lain ikut menyalahkannya. Istrinya juga memarahinya dan semua orang menertawakannya seperti badut.
Esok hari, dia memutuskan pergi ke bar melepaskan kepenatannya. Saat sedang asyik menikmati secangkir minuman keras, secara tidak sengaja dia menumpahkan minuman dan gelas minumannya pecah.
Dia sudah khawatir akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti apa yang dia dapatkan di masjid, namun ternyata tidak. Pelayan bar segera membersihkan tumpahan minuman sambil berbisik;
ADVERTISEMENT
"tidak apa-apa."
Tidak hanya sampai di situ, bos bar bahkan mendatanganinya sambil membawakan minuman pengganti dan mengucapkan kalimat yang membuatnya merasa tenang;
Sejak saat itu, dia tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di masjid. Setiap ingin melepaskan penatnya, dia selalu datang ke bar untuk sekadar minum segelas alkohol.
Entah kisah di atas merupakan kisah nyata atau sekadar nasihat karena diceritakan dalam berbagai versi tetapi bisa menjadi bahan renungan bagi kita bahwa seringkali apa yang kita anggap benar tidak selalu baik kepada orang lain.
Kesalahan adalah sesuatu yang manusiawi dan semua orang pasti melakukan kesalahan tetapi respons kita yang akan menentukan nilai dari kejadian tersebut.

Titik Temu

Mungkin anak-anak yang ribut di masjid memang mengganggu jemaah yang sedang salat tetapi memarahi mereka dengan cara kasar, juga bukan solusi yang benar.
ADVERTISEMENT
Masjid Ahmet Hamdi Akseki Camii, salah satu masjid di Turki, membuat sebuah terobosan yang unik. Masjid menyediakan fasilitas permainan anak di bagian pojok sehingga anak-anak yang datang ke masjid bisa bermain sepuasnya.
Fasilitas permainan anak-anak yang didesain di masjid mendatangkan banyak manfaat. Bagi anak-anak sendiri, mereka akan senang datang ke masjid karena di bayangan mereka bisa main sepuasnya. Bagi orang tua, mereka tidak terlalu sulit mengajari anak-anaknya dekat dengan masjid, bahkan ketika di masjid, mereka bisa fokus ibadah tanpa mengkhawatirkan anak-anak mereka akan mengganggu jemaah lain.
Solusi ini seharusnya bisa ditiru oleh masjid-masjid di Indonesia agar generasi muda dekat dengan dunia masjid. Kita harus percaya bahwa generasi yang hatinya terikat dengan masjid, tidak akan melakukan perbuatan yang jauh melenceng dari ajaran agama.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia sehingga masjid sangat potensial dijadikan sebagai wadah tidak hanya ibadah salat lima waktu tetapi tempat pendidikan dini bagi generasi muda.
Sayangnya, mayoritas masjid di Indonesia seperti dimiliki oleh beberapa kelompok yang tergabung dalam pengurus masjid. Mereka dengan sesuka hati membuat aturan-aturan yang tidak bisa dinikmati oleh semua jemaah padahal sebagian besar dana pembangunan masjid berasal dari dana umat.
Pada zaman Rasulullah SAW, masjid tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai tempat pertemuan, tempat musyawarah, kegiatan sosial, berdakwah dan madrasah bahkan tempat pengobatan orang sakit.
Kita sangat sering mendengar kritikan dari para Mubaliq bahwa masjid saat ini seringkali kosong dan hanya terisi pada hari jumat. Tetapi pernahkah mereka melakukan koreksi dari dalam bahwa apa yang menyebabkan masjid kekurangan jemaah? apakah benar-benar murni karena masyarakat kita malas ke masjid?
ADVERTISEMENT
Ataukah aturan dari pengurus masjid yang membuat para jemaah malas ke masjid?
Entahlah,
Satu hal yang pasti bahwa generasi tua memiliki andil yang besar terhadap masa depan generasi muda. Terlalu sering memarahi anak-anak yang bermain di masjid hanya akan menjauhkan mereka dari masjid kelak di kemudian hari. Ketika di suatu waktu masjid menjadi sepi maka ada andil generasi tua pada kondisi tersebut.
Renungan Ramadan #19