Konten dari Pengguna

Ramadan dan Konflik yang Tak Usai

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
17 Maret 2024 9:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sampul buku karya pribadi tentang Eksistensi Palestina. Photo: Penerbit Mafy Media
zoom-in-whitePerbesar
Sampul buku karya pribadi tentang Eksistensi Palestina. Photo: Penerbit Mafy Media
ADVERTISEMENT
Saat kita sedang menyambut Ramadan dengan suka cita, membayangkan serpihan kenangan masa kecil yang membahagiakan ketika masih di kampung. Makan sahur masakan ibu, berburu takjil di sore hari, tarawih bersama kawan-kawan dan membunuh waktu sepanjang malam di pos ronda sampai menjelang sahur serta fragmen kenangan Ramadan yang terlalu sulit untuk dilupakan.
ADVERTISEMENT
Saat kenangan manis menari-nari di kepala kita, ada bangsa di belahan bumi lain yang tidak pernah membayangkan Ramadan sebagai momentum untuk mengingat kenangan karena di setiap Ramadan, mereka harus berusaha untuk tetap bertahan dari invasi negara penjajah, Israel.
Bangsa Palestina menjadi contoh bangsa yang kuat dalam arti sebenarnya karena di setiap momen Ramadan, mereka harus menjalankan ibadah Ramadan dalam kondisi yang siap siaga di bawah serangan Israel.
Ramadan kali ini merupakan invasi paling mengerikan dirasakan oleh bangsa Palestina. Sejak Israel melakukan serangkaian serangan tanggal 7 Oktober 2023, serangan tidak pernah benar-benar berhenti. Kekejaman demi kekejaman dipertontonkan oleh Israel ke dunia internasional tetapi tidak ada yang mampu menghentikannya.
Israel menutup telinga dari kecaman dunia internasional karena mereka paham betul bahwa kecaman sama sekali tidak berdampak terhadap mereka. Selama Amerika Serikat berada di belakang mereka, maka negara lain seakan hanya anjing yang menggonggong dan tidak akan pernah didengarkan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, Menlu Indonesia dalam podcast dengan Najwa Shihab, begitu sentimental menceritakan tentang penderitaan bangsa Palestina. Ibu Retno benar-benar geram terhadap Israel yang seakan mengangkangi hukum internasional tetapi tidak ada sanksi bagi mereka.
Dia menambahkan bahwa seandainya saja negara lain yang melakukan tindakan yang sama dengan apa yang dilakukan Israel kepada Palestina maka tentu ribuan resolusi PBB akan dikeluarkan.
Nampaknya brutalitas Israel sudah di luar batas nalar manusia. Mereka menyerang warga sipil Palestina yang sedang mengantri makanan. Serangan tersebut merupakan kebrutalan yang sudah tidak masuk akal tetapi hanya menjadi pemberitaan sesaat, setelah itu semua kembali dilupakan oleh dunia internasional.

Dukungan bagi Palestina

Sejumlah massa aksi bela Palestina di depan Kedubes AS melakukan longmarch ke Bundaran HI, Jakarta Pusat pada Sabtu (9/3). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat concern terhadap masalah Palestina baik secara struktural maupun kultural. Pemerintah dan masyarakat Indonesia sepakat untuk memberikan dukungan kepada Palestina dalam berbagai bentuk.
ADVERTISEMENT
Dukungan semacam ini yang seharusnya tidak boleh putus sebelum bangsa Palestina benar-benar mendapatkan keadilan dan bebas dari invasi Israel.
Sayangnya, salah seorang tokoh yang memiliki jemaah yang cukup banyak, melakukan blunder yang fatal di forum pengajiannya. Tokoh yang akrab dipanggil Gus Igdam dalam salah satu momen pengajiannya memberikan testimoni keadaan Palestina karena memang beberapa hari sebelumnya, dia berkunjung ke Baitul maqdis di Yerusalem:
Begitu potongan pernyataannya yang disayangkan oleh banyak orang karena sangat berpotensi mereduksi dukungan jemaahnya terhadap bangsa Palestina, padahal sudah menjadi pengetahuan umum bahwa daerah konflik saat ini adalah bagian Jalur Gaza bukan Yerusalem.
ADVERTISEMENT
Pernyataan semacam itu memang sangat berpotensi untuk disalahartikan oleh masyarakat akar rumput yang memang hanya melihat figur yang mereka kagumi padahal posisinya, gus Iqdam memiliki jemaah yang tidak sedikit.
Hal yang sangat disesalkan kemudian karena sejak pemberitaannya viral, tidak ada klarifikasi dari gus Iqdam untuk meluruskan pernyataannya atau berusaha untuk menjelaskan konteks yang disampaikan.

Belajar dari Perjuangan Palestina

Wanita Palestina membaca Al quran saat mereka menunggu di depan pembatas beton di sebuah pos pemeriksaan di Qalandia, di Tepi Barat, untuk menyeberang dan jalani salat Jumat di masjid Al Aqsa, Jumat (15/3/2024). Foto: Jaafar Ashtiyeh/AFP
Selain tentu memberikan dukungan kepada bangsa Palestina, kita juga bisa menjadikan pelajaran berharga bagi diri pribadi di momen bulan Ramadan seperti saat ini.
Bangsa Palestina mengajarkan kita bahwa Ramadan bukan bulan untuk kemudian menjustifikasi sikap bermalas-malasan. Mereka memberikan contoh bagaimana melaksanakan tarawih di tempat yang gelap dan dijaga ketat oleh tentara Israel tetapi kondisi demikian sama sekali tidak melemahkan iman mereka.
ADVERTISEMENT
Sementara di sini, mayoritas kantor memberikan toleransi keringanan kepada karyawannya dengan mengurangi jam kerja. Tentu kebijakan tersebut merupakan hal yang positif tetapi sebagian dari kita kemudian menjadikan kemudahan-kemudahan yang ada sebagai momen untuk menghabiskan waktu secara sia-sia.
Bangsa Palestina memberikan kita terlalu banyak contoh di Ramadan kali ini termasuk bagaimana meneguhkan iman. Meskipun mereka diinvasi namun tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap menjalankan ibadah di bulan Ramadan.
Mereka juga mengajarkan kita untuk menghormati nilai-nilai Ramadan yang merupakan bulan yang sangat dimuliakan dalam Islam. Mereka menyadari bahwa Ramadan hanya datang sekali dalam setahun maka nilai-nilai Ramadan harus dijunjung tinggi meskipun berada di antara hidup dan mati.
Hikmah lain tentang perjuangan demi keadilan. Islam tidak mengajarkan kita untuk pasif tetapi harus aktif dalam memperjuangkan keadilan. Palestina dengan segala keterbatasannya selalu memperjuangkan keadilan bagi mereka karena merupakan hal bagi seluruh umat manusia.
ADVERTISEMENT
Demikianlah Ramadan kali ini yang mungkin bagi kita umat Muslim di Indonesia dirayakan dengan menikmati berbagai aneka makanan dan euforia mudik bertemu dengan keluarga yang sudah dirindukan tetapi bangsa Palestina tidak bisa mudik ke mana-mana. Bahkan mungkin keluarga mereka yang dirindukan sudah berangkat lebih dulu ke taman surga.
Bangsa Palestina jauh melampaui kita dalam memaknai Ramadan yang mubarak jika kita hanya mengejar kesenangan indrawi pada momen Ramadan.
Renungan Ramadan #4