Konten dari Pengguna

Suatu Sore Bersama Hamid Basyaib

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
21 Juli 2024 10:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Diskusi sore itu. Photo: Screenshoot dari zoom diskusi
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi sore itu. Photo: Screenshoot dari zoom diskusi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suatu waktu menjelang senja di Jumat yang basah, Unity Study Club mengadakan webinar dengan topik "Sains, Orang Muda, dan Keterbelakangan" yang menghadirkan Hamid Basyaib sebagai pemantik diskusi dan terbuka untuk umum.
ADVERTISEMENT
beliau merupakan salah satu tokoh yang sangat frontal dalam mengkritik semua hal yang menurutnya tidak beres, termasuk dalam hal pendidikan.
Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan minat baca yang sangat jauh dari harapan. Menurut UNESCO, minat baca orang Indonesia hanya 0,001% artinya bahwa dari 1.000, hanya satu yang suka membaca, benar-benar memilukan.
Alih-alih menyalahkan masyarakat umum, Hamid bahkan menunjuk hidung para penulis Indonesia yang dianggap tidak layak disebut penulis. Hamid mengambil contoh beberapa tahun lalu ketika dia ikut dalam sebuah acara pameran buku besar di Tangerang, Big Bad Wolf.
Dia melihat pemandangan yang lazim ketika para pengunjung memborong buku dengan menggunakan trolly bahkan antre beberapa meter. Dia menengok buku-buku yang dibeli para pengunjung ternyata mayoritas buku dari luar. Artinya bahwa minat baca orang Indonesia tinggi hanya saja mungkin kualitas buku yang dihasilkan penulis Indonesia tidak memadai untuk dinikmati.
ADVERTISEMENT
Hamid juga memberikan contoh bahwa beberapa teman dekatnya yang juga sudah sering menulis tetapi menurutnya, sampai saat ini tulisan-tulisan mereka masih sangat jauh dari kata bagus.
Demikianlah Hamid mengkritisi para Penulis Indonesia yang tidak jua mampu menghasilkan buku yang layak untuk dinikmati.
Salah satu kekaguman saya ketika mengikuti diskusi-diskusi Hamid adalah kemampuannya bercerita tanpa putus bahkan berjam-jam. Dia memiliki segudang pengetahuan yang akan diceritakan dalam berbagai bidang.
Oh iya, Hamid pernah terlibat diskusi panjang dengan tokoh-tokoh Indonesia termasuk GM. Pada saat itu, awal mula Pandemi Covid-19 dan diskusi dipicu oleh GM yang menulis status panjang di facebook. Tema diskusi mereka tentang sains, filsafat, dan agama.
Pada akhirnya, diskusi berbalas tulisan tersebut menghasilkan buku yang diberi judul "Polemik Sains, Sebuah Diskursus Pemikiran." Hanya saja, ada beberapa Penulis termasuk Hamid, yang tidak mengizinkan tulisannya masuk dalam buku tersebut karena dia akan menulis sendiri buku pribadi mengenai topik yang mereka perdebatkan.
ADVERTISEMENT
Sore itu, Hamid menjelaskan keterkaitan sains, filsafat dan agama. Bahwa sesungguhnya filsafat sebagai disiplin sudah mati karena berkembang pada saat pra ilmiah tetapi tetap hidup sebagai sebuah pemikiran.
Selain itu, Hamid juga mengafirmasi anggapan bahwa kemajuan suatu negara berbanding terbalik dengan ketekunan orang beribadah. Dia memberikan contoh salah satu negara di Eropa yaitu Portugal yang dianggap tidak maju layaknya negara Eropa lain karena Katolik di negara tersebut masih sangat kuat.
Layaknya karakter Hamid yang lugas, dia mengatakan bahwa sangat aneh ketika hanya tiga agama, Islam, Kristen, dan Yahudi yang dianggap sebagai agama samawi, agama dari langit sementara agama selain itu dianggap agama yang lahir dari bumi.
Jika sebagian orang berusaha untuk mengkonsolidasikan agama dengan sains, maka tidak bagi Hamid. Dia dengan tegas mengatakan bahwa kedua bidang tersebut tidak mampu berjalan mesra karena pada level epistemologis, agama dan sains tidak akan bertemu, sudah beda arah.
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan salah satunya dalam hal hadis yang kira redaksinya seperti ini;
Sementara Hamid menjelaskan bahwa dalam dunia sains, hadis tersebut terbalik. dalam sains, jika ilmu melihat sebuah fenomena, maka terlebih dahulu akan direnungkan gejalanya seperti apa, kemudian setelah jelas permasalahannya, diriset/diuji. Setelah itu akan diketahui potretnya seperti apa?. Bisa saja hipotesis salah dan didapatkan langkah ketiga dan seterusnya.
Selain itu, sains selalu terbuka dengan segala perubahan dan realitas baru sementara agama sudah berhenti pada dogma-dogma.
Demikianlah diskusi sore itu. Diskusi semacam itu yang selalu saya rindukan karena membawa saya kembali ke masa-masa puluhan tahun silam ketika masih menjadi mahasiswa S1.
ADVERTISEMENT
Terkait pemikiran Hamid, tentu saya tidak sepenuhnya setuju karena saya memiliki pandangan tersendiri yang terbentuk dari berbagai hal yang saya alami, termasuk juga pengalaman-pengalaman spiritual.
Satu hal yang saya kagumi dari Hamid adalah energinya yang tidak ada habisnya ketika berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan itu yang perlu dicontoh bagi generasi muda.
Semoga generasi muda lebih memilih untuk diskusi daripada tawuran.