Konten dari Pengguna

Film Animasi VS Live-Action: The Lion King

Miracle Syalomitha Urbinas
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
29 Oktober 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Miracle Syalomitha Urbinas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Film animasi, merupakan jenis film yang sudah tidak asing bahkan sangat familiar. Film animasi hadir mewarnai masa kecil penontonnya.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman semakin berkembang. Terjad adaptasi ulang film animasi yang sudah ada menjadi film live-action. Disney merupakan salah satu rumah produksi film yang paling popular di dunia, dengan produksi film animasinya yang beragam. Mengikuti perkembangan, Disney juga memproduksi film live-action dari Film animasinya. Tren mengadaptasi film animasi ke dalam bentuk live-action telah menjadi strategi yang sukses bagi Disney dalam meningkatkan pendapatan box office.
Alice in Wonderland (2010) merupakan film live-action Disney yang di adaptasi dari film animasinya, Alice In Wonderland (1951). Film live-action ini sukses, dengan meraih hasil box office sebanyak 1 Miliar USD. Harga tiket yang terjangkau dan efek 3D yang menarik bagi penonton membuat film ini sangat populer. Kesuksesan ini mendorong Disney untuk terus membuat film-film live-action.
ADVERTISEMENT
Setelah kesuksesan itu, Disney pun terus membuat film live-action dari film animasi mereka, seperti, Maleficent (2014), Cinderella (2015), The Jungle Book (2016), Beauty and The Beast (2017), dan masih banyak film lainnya.
Namun dibalik semua itu, tidak dapat dipungkiri bahwa film live-action merupakan pembuatan ulang dari film animasi yang sudah ada. Hal itu membuat penonton akan merasa nostalgia ketika menonton film live-action tersebut. Ketika menonton film live-action, tidak jarang penonton akan berekspektasi dan membandingkan dengan film animasinya.
The Lion King (1994), adalah salah satu film animasi Disney yang legendaris, dan menjadi kenangan masa kecil banyak orang. Pada tahun 2019, Disney merilis The Lion King live-action.
Poster,The Lion King (2019), dan perbandingan karakter Simba animasi dan Simba live-action. Sumber: @lionking/Instagram.
Film ini mendapat banyak kritik negatif dari netizen. Tak hanya itu, melihat dari rating IMDb The Lion King (1994), mendapat rating 8,5/10 sedangkan pada live-action The Lion King (2019), mendapat rating lebih rendah yaitu 6,8/10.
ADVERTISEMENT
Komentar netizen pada unggahan di akun Instagram @disneystudios, https://www.instagram.com/p/B0Y3t63JgeU/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==

Faktor yang Mempengaruhi

Animasi dalam The Lion King(1994) memberikan kebebasan kreatif yang luas untuk meningkatkan cerita, menjadikannya sebagai salah satu film animasi klasik yang tak ternilai. Berikut adalah beberapa cara di mana animasi The Lion King (1994) memfasilitasi kebebasan berkreasi:
1. Inovasi dalam Animasi
Teknik Animasi: Film The Lion King (1994) menggabungkan teknik animasi tangan dengan teknologi CGI canggih pada saat itu. Ini memungkinkan tim animator untuk menciptakan suasana dramatis dan dinamis, seperti stampede wildebeest, tanpa harus menggambar setiap individu secara manual.
2. Desain Karakter yang Detail
Observasi Alam: Sebelum memulai animasi, tim The Lion King melakukan observasi langsung terhadap hewan-hewan Afrika. Contohnya, Rubén Aquino melakukan studi mendalam tentang gerakan meerkat dan wildebeest, yang kemudian digunakan sebagai referensi utama untuk karakter-karakter film tersebut.
ADVERTISEMENT
3. Fleksibilitas Ekspresi Emosi
Ekspresi dari Karakter: Animasi tangan memungkinkan ekspresi emosi yang lebih fleksibel dan alami daripada live-action. Andreas Deja menggambarkan Scar sebagai karakter yang elegan tetapi memiliki sisi gelap, didukung oleh suara Jeremy Irons.
4. Kontrol Visual yang Lebih Detail
Komposisi Frame-by-Frame: Dengan menggunakan teknik animasi frame-by-frame, tim The Lion King dapat mengontrol setiap detail komposisi frame untuk menciptakan efek visual yang dramatis seperti stampede wildebeest. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk menambahkan elemen-elemen atmosferik antar lapisan hewan untuk meningkatkan kedalaman persepsi.

Perbandingan dengan Live-Action The Lion King (2019)

1. Kelembutan Ekspresi Emosi
Live-action The Lion King (2019) mungkin terlihat realistis secara fisik, namun kekurangannya adalah kurangnya fleksibilitas dalam ekspresi emosi. Teknologi CGI modern memungkinkan aktor manusia untuk berperilaku sangat realistis, tetapi tidak dapat memberikan sentuhan khusus atau nuansa emosional tanpa penyesuaian post-produksi yang rumit.
ADVERTISEMENT
2. Kontrol Visual yang Kurang Fleksibel
Teknik live-action cenderung kurang fleksibel dalam hal kontrol visual karena harus mematuhi prinsip-prinsip fotografi realistis. Meskipun CGI canggih digunakan, masih ada batasan-batasan tertentu dalam cara mereka bisa merepresentasikan emosi dan interaksi non-verbal tanpa tampak artifisial.
Animasi The Lion King (1994) lebih kreatif dan bebas dibandingkan versi live-action. Animasi tradisional memberikan ruang lebih besar untuk membuat dunia yang penuh warna dan imajinatif. Animator bisa dengan bebas mengekspresikan ide-ide mereka dan membuat karakter-karakter yang punya emosi yang kaya.