Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Ada Moral Cerita yang Bisa Menginspirasi dalam Karya Fiksi
22 April 2025 12:22 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Mohamad Jokomono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Belajar dari karya fiksi yang berupa film, juga tidak harus dari produk tahun yang termutakhir. Dari produk lawas pun masih bisa menjadi sarana pembelajaran. Nah, kali ini saya ingin mengajak Anda belajar dan berwisata kenangan dengan film Shaolin Temple (1976).
ADVERTISEMENT
Fang Shih-Yu. Itulah nama karakter yang diperankan oleh Alexander Fu Sheng. Film arahan sutradara Chang Cheh, produksi Sir Run Run Shaw, didistribusikan Shaw Brothers Studio ini, dibintangi juga aktor-aktor laga terkenal lainnya pada masa itu, seperti Ti Lung (berperan sebagai Tsai Te-cheng), David Chiang (Hu Te-ti), Szu Shih (Yen Yung-chun), Tony Liu (Ma Chao-hsing), dan Wang Lung Wei (Ma Fu Yi).
Film ini kini telah hampir berusia 50 tahun sejak rilis pertama kali pada 22 Desember 1976. Waktu itu saya menonton bersama kakak di sebuah gedung bioskop kecil di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Besar kemungkinan saat itu, sekitar 1977 atau awal 1978.
Jadi saat itu, saya kira-kira baru kelas 6 SD atau awal kelas 1 SMP (yang saya jalani selama satu setengah tahun berkat kebijakan Mendikbud Daoed Joesoef).
ADVERTISEMENT
Meski telah puluhan tahun berlalu, saya masih punya ingatan yang relatif terbentuk pada sederetan gambaran global adegan yang membentuk sekuen-sekuen naratif dalam film itu. Terutama yang terkait dengan karakter Fang Shih-Yu.
Dinasti Manchuria
Film ini berlatar belakang kisah tentang upaya perlawanan Kuil Shaolin terhadap rezim penguasa Qing (Dinasti Manchuria).
Untuk menjaga muruah perlawanannya, Kepala Biksu Kuil Shaolin pun merekrut banyak pejuang. Dalam proses perekrutan, seleksi ketat pun diberlakukan.
Tidak jarang, pihak Shaolin sengaja membiarkan para pemuda yang berniat ikut bergabung menjadi pejuang harus menunggu hingga berhari-hari di depan kuil. Tujuannya untuk menguji tekad dan kesungguhan hati mereka. Siapa yang kuat ujian, dialah yang akan diterima.
Fang Shih-Yu (Alexander Fu Sheng), Ma Chao-hsing (Tony Liu) bersama sedikit temannya termasuk rombongan yang kemudian diterima.
ADVERTISEMENT
Namun, metode proses pembelajaran kungfu di Kuil Shaolin terkadang tidak lazim. Akibatnya, terkadang dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi yang tidak mengetahui maksudnya.
Pembelajaran di Kuil Shaolin ada yang berlangsung seperti biasa, dengan mengikuti latihan jurus per jurus seperti yang diajarkan sang pelatih. Tetapi ada pula yang tidak seperti umumnya berlatih silat. Mereka justru diminta melakukan pekerjaan sehari-hari di lingkungan Kuil.
Dalam film itu, ada yang disuruh membawa air dengan dua ember kayu pada pikulan di bahu serta kedua kakinya diberi besi pemberat. Itu dilakukan dengan rentang jarak yang sudah ditetapkan di medan jalan yang turun naik dan berkelok liku.
Setelah dilakukan secara rutin tiap hari selama beberapa waktu yang telah ditentukan (bisa hitungan bulan, bisa hitungan tahun) akhirnya murid yang menjalaninya mampu memiliki ilmu meringankan tubuh tataran tinggi.
ADVERTISEMENT
Ada pula murid yang diperintahkan untuk mengaduk sayur dan nasi dalam kuali besar memakai tongkat panjang atau toya. Begitu dilakukan rutin tiap hari dan selama beberapa bulan atau tahun, pada akhirnya murid tersebut memiliki kemampuan ilmu toya yang lebih hebat daripada mereka yang menempuh pembelajaran lewat pelatihan yang lazim.
Dilatih Tidak Biasa
Fang Shih Yu termasuk murid yang tidak dilatih secara biasa itu. Dia hanya diterima dan diminta membantu menyiapkan kebutuhan logistik sehari-hari bagi para penghuni Kuil Shaolin.
Kepala Biksu tidak menginstruksikan kepada seorang pun biksu bawahannya untuk melatihnya. Hal itu sempat membuat perasaannya menjadi kurang nyaman. Gundah. Merasa tenaganya tidak dibutuhkan.
Sampai akhirnya muncul sosok misterius. Mungkin dia juga seorang biksu yang berilmu tinggi dari kalangan Shaolin juga yang karena sesuatu hal tidak mau menunjukkan jati dirinya.
ADVERTISEMENT
Atau, tengah mendapat hukuman karena melanggar aturan Shaolin, sehingga diasingkan di suatu tempat. Namun, berkat ilmunya yang tinggi, dia mampu setiap saat datang ke kuil tanpa diketahui Kepala Biksu dan para penghuni lainnya.
Fang Shih-Yu pun diberi petunjuk oleh sosok misterius itu lewat bayangan berupa gerakan jurus-jurus harimau dan bangau.
Dari sanalah, Fang Shih-Yu kemudian belajar dengan menirukan gerakan ilmu bela diri itu tiap malam di dinding tembok dekat tempat tidurnya. Pada waktu malam; saat semua tengah terlelap.
Kemunculan sosok miterius itu hampir berbarengan dengan konflik yang terjadi antara Fang Shih-Yu dan Ma Fu Yi. Bersama Tsai Te-cheng (Ti Lung), Hu Te-ti (David Chiang), Yen Yung-chun (Szu Shih), Ma Fu Yi (Wang Lung Wei) adalah tentara Ming yang melarikan diri dari kejaran tentara Qing.
ADVERTISEMENT
Tak Kenal Menyerah
Dalam konflik Fang Shih-Yu dan Ma Fu Yi, terjadilah perkelahian berkali-kali. Hingga belasan bahkan puluhan kali. Setidaknya kesan demikianlah yang hendak dimunculkan.
Inilah sekuen naratif dalam film tersebut yang sangat menarik dan sulit terhapus dari ingatan saya hingga kini.
Pada perkelahian perdana, Fang Shih-Yu yang masih terbatas bekal ilmu silatnya bukan lawan yang sepadan bagi Ma Fu Yi si tentara Ming itu.
Dia pun segera babak belur dengan mulut dan hidung mengucur darah. Dalam waktu singkat, dia pun terkapar tak berdaya. Sang lawan cukup mengatasinya dengan jurus-jurus dasar.
Meski demikian, Fang Shih-Yu tidak berkecil hati. Dia pun menyatakan siap menantang lawannya untuk duel kungfu pada keesokan harinya.
ADVERTISEMENT
Dan, malamnya sosok bayangan misterius itu kembali menunjukkan jurus-jurusnya. Fang Shih-Yu pun menirukan setiap gerakan jurus dengan saksama. Coba mematangkan sendiri olah kanuragannya.
Pada duel kedua dan ketiga, kondisinya masih relatif sama. Fang Shih-Yu masih belum menjadi lawan tangguh bagi Ma Fu Yi. Akan tetapi, setidaknya durasi laga menjadi lebih panjang sedikit, sebelum pada akhirnya Fang Shih-Yu jatuh tersungkur.
Namun, hal itu tidak menyebabkan Fang Shih-Yu merasa harus mengakhiri tantangannya kepada Ma Fu Yi. Dia pun tetap meminta kesempatan untuk mengadu ilmunya lagi.
Dan, sosok bayangan misterius itu pun kembali datang pada malam hari, menunjukkan jurus-jurus bangau dan harimau yang kian hari kian tinggi tatarannya. Fang Shih-Yu pun menirukan dan mempraktikkan gerakan jurus-jurus itu dengan lebih tekun.
ADVERTISEMENT
Titik Perubahan
Pada pertarungan-pertarungan selanjutnya mulai tampak titik-titik perubahannya. Semakin lama Ma Fu Yi harus menggunakan waktu untuk menghentikan perlawanan Fang Shih-Yu.
Kemudian pada hitungan kira-kira akhir belasan hingga awal puluhan kali, Fang Shih-Yu mulai bisa mengimbangi tandang Ma Fu Yi. Hingga akhirnya, entah dalam pertemuan yang kesekian puluh, Fang Shih-Yu pun mampu membalikkan keadaan.
Bila biasanya tiap kali akhir pertarungan dia selalu harus menerima kenyataan dirinyalah yang mengalami luka-luka, maka terjadilah titik pembeda pada laga pamungkas itu.
Kali ini, giliran Fang Shih-Yu mampu mendesak Ma Fu Yi. Dan, menorehkan sedikit luka dalam perlawanan silat dengan tangan kosong. Dan, memang sejak awal mereka sepakat berduel dengan tangan kosong.
ADVERTISEMENT
Moral cerita sekuen naratif inilah yang hendak saya tekankan dalam tulisan ini. Kita perlu banyak belajar dari Fang Shih-Yu. Dia terus berjuang dan berusaha, sekalipun begitu banyak kekalahan yang mesti dideritanya terlebih dahulu.
Dan, pada realitas kehidupan sehari-hari kita memang harus selalu berduel dengan kegagalan. Ada kalanya kita kalah beruntun. Ada kalanya kita sesekali menang.
Tetapi, itulah dinamika perjalanan kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Tentu, sambil mengerahkan secara optimal energi tawakal kita kepada-Nya. ***
■ Mohamad Jokomono, S.Pd., M.I.Kom, purnatugas pekerja media cetak.