Konten dari Pengguna

Cara Mengucapkan Selamat yang Keluar dari Rutinitas Ekspresi

Mohamad Jokomono
Pernah bekerja sebagai redaktur di Harian Suara Merdeka Semarang (2001-2024). Purnatugas per 9 November 2024. Pendidikan terakhir S-2 Magister Ilmu Komunikasi Undip Semarang (2015). Menyukai kucing.
18 April 2025 13:03 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohamad Jokomono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hasil karikatur diri saya yang diberikan teman pada saat pernikahan saya pada 2003 silam. (Foto: Mohamad Jokomono)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil karikatur diri saya yang diberikan teman pada saat pernikahan saya pada 2003 silam. (Foto: Mohamad Jokomono)
Ucapan selsmat yang ditulis di belakang pigura. (Foto: Mohamad Jokomknk)
zoom-in-whitePerbesar
Ucapan selsmat yang ditulis di belakang pigura. (Foto: Mohamad Jokomknk)
ADVERTISEMENT
Pada 16 Februari 2003, saat saya menikah. Ada seorang kawan sekerja di Harian Suara Merdeka Semarang yang mengucapkan selamat dengan cara yang dapat keluar dari penjara rutinitas ekspresi.
ADVERTISEMENT
Betapa tidak? Dia memiliki keahlian di bidang seni, yaitu melukis kartun dan karikatur. Karyanya begitu banyak mengilustrasi halaman-halaman di koran tempat kami bekerja.
Namanya Djoko Susilo. Pada kemudian hari, 2014 dan 2019, dia sebanyak dua kali pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Alhamdulillah, jauh hari sebelumnya saya pernah dikarikaturkan oleh pemilik talenta seni lukis yang ramah dan baik hati tersebut. Sungguh itu merupakan kado pernikahan yang lain daripada yang lain.
Hingga kini kado pernikahan istimewa itu masih tergantung manis di dinding rumah saya. Menemani dengan setia, pasang surut perjalanan pernikahan saya dan istri tercinta. Dari hanya kami berdua, hingga lahir si sulung yang kini 21 tahun dan si bungsu yang baru saja 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Terinspirasi
Nah, saya pun kemudian menjadi terinspirasi untuk melakukan ucapan yang keluar dari penjara rutinitas ekspresi, saat hendak purnatugas pada 9 November 2024 lalu.
Ekspresi berpamitan saat purnatugas ada bermacam-macam. Seorang senior saya, namanya Pak Priyonggo, kini sudah almarhum. Beberapa belas tahun silam memiliki cara tersendiri.
Beliau membagikan berkatan ala kenduri kepada teman-teman kantor. Disertai selembar kertas yang tertulis dengan font yang indah. Intinya beliau memohon diri karena telah purnatugas. Dan, kalau ada kesalahan selama aktif bekerja, beliau berharap dibukakan pintu pemaafan.
Beberapa senior lain melakukannya dengan memberikan sepatah dua patah kata perpisahan saat hari ulang tahun perusahaan. Atau, ada pula yang berkesempatan melakukannya ketika rapat redaksi sembari menerima kenangan berupa lukisan kartun diri mereka yang sudah terpigurakan. Ada pula, beberapa yang melakukan ucapan perpisahan saat berlangsung wisata kantor dalam suasana yang lebih rileks.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri, diundang dan diberi kesempatan pamitan di acara pengajian rutin kantor. Dan, sejumlah teman yang selisih usianya tidak terpaut jauh dari saya, baik yang karena purnatugas maupun mengajukan pengunduran diri, merasa cukup berpamitan melalui WhatsApp Group.
Menulis Cerpen
Selain pamit purnatugas lewat WhatsApp Group dan acara pengajian rutin di kantor, saya juga menulis cerita pendek (cerpen). Gagasan pamitan dengan cara ini, entahlah tiba-tiba saja muncul beberapa bulan sebelum titimangsa purnatugas itu.
Mungkin cara ini boleh dibilang tidak lazim. Tapi, bisa jadi ada yang dahulu sekali pernah melakukannya. Saya tidak mengeklaim yang pertama. Namun setidaknya, pembaca bisa bersepakat dengan saya, bahwa ini bukan cara suatu ucapan selamat berpisah yang terjebak dalam penjara rutinitas ekspresi.
ADVERTISEMENT
Begitulah saya tulis cerpen itu. Selesai pada September 2024. Jadi, sekitar satu bulan lebih sebelum saya purnatugas pada 9 November 2024. Lalu saya kirim ke Redaktur Sastra.
Kebetulan 1 November 2024 saya menjalani operasi ringan fraktur kalkaneus (patah tulang tumit). Terpeleset dan terjatuh saat akan naik bus rapid transit (BRT) pada 20 Oktober 2024. Dan, cerpen saya dimuat di Harian Suara Merdeka, Edisi Minggu, 3 November 2024.
Saya juduli cerpen itu "Senandika di Cerlang Senja". Kata "se.nan.di.ka", menurut KBBI VI Daring merupakan padanan dari "so.li.lo.kui". Dalam karya fiksi, karakter dapat dinarasikan suasana batinnya.
Nah, suasana batin karakter utama dalam cerpen ini, Pranoto, yang hendak saya coba kedepankan. Adapun kata "sen.ja" menunjukkan bahwa usianya sudah berangkat menua. Kata "cer.lang" (cahaya terang) merupakan simbolisasi harapan yang masih terus terawat. Masih ada asa untuk menggapai versi dirinya yang lebih baik dari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dimulai Ucapan "Aku" yang Lain
Cerpen "Senandika di Cerlang Senja" dibuka dengan pernyataan "Aku" yang lain dalam diri seorang bernama Pranoto.
SEBIASA apa pun suatu pencapaian, ia tetap layak dicatat. Bahwa pernah ada satu ruang personalitas kemanusiaan seseorang yang terisi dengan kesederhanaan berperasaan, berpikir, dan bertindak. Tapi, memang hanya sedikit orang yang ikhlas bersyukur untuk capaian-capaian yang menurut kriteria objektif banyak orang hanya biasa-biasa saja.
Suara itu terdengar lebih serupa bisikan yang menyentuh palung hati Pranoto. Dia coba mencerna makna kata demi kata dari bisikan itu. Mungkin itu suara “aku” dari dirinya yang lain.
Kesadaran akan begitu banyak tahun yang menghambur ke dalam tubuhnya pun kian menegas. Dan, dia menemukan jalan spritual yang lebih mengedepankan kesiapannya menghadapi lillahirojiun.
ADVERTISEMENT
Pranoto menyaksamai guratan-guratan ketuaan yang kian tegas menampak di wajah itu. Rambutnya pun kian memerak, warna yang terbentuk dari perpaduan rambut hitam dan rambut putih alias uban, pada proporsi hampir berimbang. Bahkan, boleh dibilang jumlah uban itu sudah lebih mendominasi.
Pranoto teringat tausiah seorang kiai yang mempersonifikasikan tiap helai uban itu berteriak kepada sang pemilik, bahwa kehadirannya itu pertanda perjalanan kemanusiaaannya di dunia telah hampir usai. Jadi, semakin banyak uban yang tumbuh, semakin banyak pula yang meneriakkan tentang adanya undangan dari Sang Maha Kekasih (dengan “K” kapital) kepada kekasih-Nya (dengan “k” kecil) untuk segera bertemu.
Realitas "Ketika Telah Tiba"
Proses perjalanan kehidupan manusia, tidak akan lepas dari realitas "ketika telah tiba". Semua tidak bisa mengelak. Semua ada ajalnya. Saat berakhir. Termasuk dengan pekerjaan yang saat itu tengah berada dalam genggam tangannya.
ADVERTISEMENT
Pranoto memahami, setiap jengkal episode dari proses perjalanan kemanusiaan seseorang, pastilah pada akhirnya akan tiba pada tonggak realitas “ketika telah tiba”. Manusia hanya bisa berteman dengan waktu. Memaknai perjalanan alami sebagai kesemestian yang terus melaju maju.
Penggalan episode kehidupanku beberapa puluh tahun terakhir ini. Mengisi hari-hari dari satu kerja editorial ke kerja editorial lain atas teks-teks berita kiriman wartawan di sebuah perusahaan surat kabar besar di Kota S ini. Pun pasti akan bersilaturahmi dengan realitas ‘ketika telah tiba’. Tak bisa dihindari,” katanya dalam hati.
*****
Kini lembar halaman bulan lalu baru saja dirobek Pranoto dari kalender di dinding kamar anak lelakinya. Dan, bulan kini mulai bergulir ke tepi penghabisan. Masih ada bulan depan. Bisa jadi hingga sepotong pekan pertama bulan berikutnya, sebelum realitas “ketika telah tiba” itu benar-benar menyambangi.
ADVERTISEMENT
Dan waktu pun memang terasa begitu deras mengalir. Pranoto hanya ingin menorehkan ending manis. Mengerjakan tugas editorial setiap teks berita yang masuk ke komputernya dengan pencermatan maksimal. Setidaknya maksimal dalam rengkuh kemampuannya.
Dia mencoba membangun taman kenangan yang bisa diingat dengan kesejukan hati nan kuyup akan masa lalu yang bermekarkan dengan aneka puspa kebaikan, kesungguhan. Bersanding dengan puspa pertemanan dan persaudaraan di lingkungan kerjanya.
Mencoba Tiďak Menyerah
Energi cinta menjadi bagi yang terpenting dalam hidupnya untuk tidak menyerah.
Pranoto tercenung. Dia merasakan ada suatu kekuatan yang mencegahnya untuk menyerah. Di tengah situasi yang tidak mudah baginya itu, dia merasai ada injeksi energi kehidupan dari serpihan nikmat surgawi yang konon dilemparkan ke dunia. Ia menjadi bumbu pendirus gairah hidup di tengah upaya mencari formula yang pas untuk merawat semangat agar tetap terjaga saat melanjutkan kehidupan setelah purnatugas nanti.
ADVERTISEMENT
Allah sungguh ingin mengingatkanku lewat senandung lenguh dan desahan istriku; lewat keringat yang membasahi sekujur tubuh kami; saat persuaan asmara di ranjang. Itu isyarat adanya kehadiran energi kehidupan terbarukan. Itu isyarat penghiburan agar diriku tidak menyerah menghadapi masa-masa sulit yang bakal menggoda,” ungkap Pranoto sembari menyakinkan diri sendiri, bahwa itu bukan sekadar potongan peristiwa yang terlepas dari pigura makna.
*****
Pranoto sesungguhnya dapat merasai betapa perjalanan hidupnya selama ini, banyak sekali limpahan cinta Allah yang tertuju kepadanya. Dan, yang paling berharga diterimanya, yaitu saat Allah mengaruniai hidayah padanya, dari seorang yang sama sekali tidak terketuk hatinya menunaikan salat menjadi seorang yang peduli dengan waktu-waktu salat dan menunaikannya. Soal kualitas spiritual, Pranoto masih berada di pusaran proses panjang pendewasaan.
ADVERTISEMENT
Puasa Senin dan Kamis
Allah Swt memberi jalan untuk melempangkan perjalanan hidupnya menuju ke arah yang lebih baik. Hatinya terketuk untuk menunaikan puasa sunah tiap hari Senin dan Kamis.
Bermula dari kebiasaan puasa Senin dan Kamis pada kisaran tahun 1998. Pranoto menjalaninya sebagai nazar setelah Bapak Pembangunan Soeharto bersedia berhenti sebagai presiden setelah 32 tahun berkuasa. Legawa demi persatuan bangsa dan negara.
Demikian niat yang pertama kali tertanam di hati Pranoto. Dia sama sekali tidak memendam rasa benci kepada beliau, apalagi ingin mengumbar euforia kebahagiaan di atas penderitaan orang lain. Dia hanya ingin menghargai iktikad baik Pak Harto. Itu saja.
Ah, manusia itu tidak hitam dan tidak putih seutuhnya. Ada sisi hitam yang berjejer dengan sisi putih. Yang jelas tidak selamanya seseorang itu putih. Tidak pula selamanya seseorang itu hitam. Ada kalanya dia putih. Ada kalanya dia hitam. Ada kalanya pula dia abu-abu, di tengah-tengah antara putih dan hitam,” ujar Pranoto seolah berpetuah kepada dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Mendapat Berkah Allah
Tanpa terselip di hatinya sebagai dugaan yang diharapkan, ternyata kebiasaan puasa sunah Senin dan Kamis itu ada efek yang baik bagi dirinya. Segala sesuatu yang semula hanyalah impian, satu per satu menghambur ke pelukannya.
Agaknya Allah memang sungguh mencintai Pranoto. Dari kebiasaan puasa Senin dan Kamis yang dijalaninya itu, dia bisa merasai sebagai kenyataan, apa-apa yang sebelumnya hanya bisa bertengger pada gantungan angannya. Kemudian membuncah menjadi sekumpulan busa-busa air yang turut mengalir pada sungai kehidupan di dalam dirinya.
Begitulah. Allah menolongnya lewat kebaikhatian Pinurbo. Berkat kawan yang saat itu belum lama dikenalnya, Pranoto berkesempatan magang sebagai editor bahasa di perusahan surat kabar tempat Pinurbo bekerja. Dan, setelah awalnya diterima sebagai karyawan kontrak; beberapa tahun melaju, diangkat menjadi karyawan tetap. Serta sejumlah tahun selanjutnya, mutasi ke jajaran redaktur.
ADVERTISEMENT
Saat magang itu, Pranoto memiliki dua teman senasib sepenanggung. Bagus dan Rupawan. Bagus setelah menjalani proses magang selama tiga bulan, seperti Pranoto, diterima juga sebagai karyawan kontrak. Sekitar tiga tahun kemudian, Bagus mengundurkan diri, untuk menjalani profesi sebagai guru PNS di sebuah SMA negeri terfavorit di Kota S.
Sementara itu Rupawan tidak cukup beruntung diterima sebagai tenaga editor bahasa. Namun Allah menganugerahi kasihnya di bidang lain. Banyak tahun kemudian, Rupawan memiliki peruntungan dalam kiprahnya di dunia politik. Dia pernah menjadi salah seorang wakil ketua DPRD Provinsi JT. Dan, belakangan dia mencalonkan diri sebagai wakil bupati berpasangan dengan bupati petahana di sebuah kabupaten kawasan Pantura Barat.
Masih dari rida Allah lewat puasa Senin dan Kamis itu. Selain mendapat pekerjaan, Pranoto juga berhasil menyunting sang pujaan hati, Cahaya. Dia menikah dalam usia 38 tahun. Dan, menerima momongan pertamanya, Lanang, tepat empat hari sebelum hari ulang tahunnya ke-39. Dan, hampir lima tahun berikutnya lahir Putri, si bungsu.
ADVERTISEMENT
Berumah tangga dan mempunyai anak-anak masih serupa kemewahan dalam impian Pranoto hingga usianya ke-35 tahun. Namun, Allah telah mengaruniai pekerjaan, jodoh dan dua anak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan-Nya.
Dua anak kami, saling melengkapi anugerah yang kami terima. Lanang yang relatif cerdas dan pintar bergaul merupakan anugerah bagi kami agar tidak berhenti mensyukuri Kemahabaikan Alllah. Putri yang tunagrahita merupakan anugerah bagi kami untuk mengerem kesombongan yang kadang menyelinap di hati kami atas keberuntungan yang kami peroleh,” ucap Pranoto di dalam hatinya.
Pranoto menarik napas dalam-dalam. Dia merasa Allah begitu sering mendekatkan dirinya dengan begitu banyak keberuntungan. Dia yang sebelumnya menganggap memiliki rumah sendiri sebagai bagian dari angan-angan yang jauh dari jangkauan kenyataan. Pada akhirnya, dia bisa memilikinya setelah mengangsur selama 15 tahun.
ADVERTISEMENT
*****
Ilustrasi lelaki tua memberi makan kucing liar. (Foto: Shutterstock)
Lelaki Tua Pemberi Makan Kucing
Dia merasakan dirinya seperti kucing-kucing yang diberi makan oleh lelaki tua yang baik hati itu. Seperti dirinya, kucing-kucing itu sama sekali tidak menduga, selalu saja masih ada rezeki yang tersedia untuknya. Dan, rasa syukur adalah persembahan yang selayaknya.
Pranoto merebahkan diri di ranjang. Sekadar berdamai dengan rasa penat yang menjalari tubuhnya. Ingatannya melayang ke seorang lelaki tua yang sering memberi makanan kering kepada kucing-kucing jalanan di sekitar tempat pembuangan sampah sementara di lingkungan perumahan tempatnya tinggal.
Beberapa kali Pranoto melihat lelaki tua tersebut memberi makan kucing-kucing itu pada pagi hari. Tidak terlalu pagi memang. Sekitar setengah jam setelah anak-anak sekolah biasa berangkat ke tempat belajar masing-masing.
ADVERTISEMENT
Kalau kebetulan satu-satunya sepeda motor tua di rumahnya tidak sedang dipakai kuliah pagi oleh anak sulungnya, Lanang, Pranoto tidak perlu repot mengantarkan si bungsu Putri dengan menumpang bus rapid transit (BRT). Dia bisa meminjam sepeda motor Lanang, untuk mengantar Putri ke sebuah sekolah luar biasa negeri di Kota S. Jaraknya sekitar 10 menit dari rumahnya dengan kecepatan tidak tergesa-gesa.
Suatu kali, Pranoto melihat lelaki tua yang biasa mengenakan flat cap abu-abu itu hanya jongkok. Beberapa ekor kucing begitu lahap menyantap pemberian makanan kering di dalam wadah plastik. Dia tidak berbuat apa-apa, seperti mengelus kepala kucing atau membelai tubuh hewan itu.
Lelaki tua itu hanya memandang ke suatu tempat yang agak lebih jauh di sekitar area luar tempat pembuangan sampah sementara itu. Barangkali dia masih mengharap kedatangan beberapa ekor kucing lain yang biasa datang menyambutnya.
ADVERTISEMENT
Tapi apa pun itu, makna dari sebuah tindakan, betapapun remeh dan siapa saja bisa melakukannya kalau mau; asal dalam menjalaninya semata-mata berangkat dari niat keinginan menolong sesama makhluk. Itu pertanda bahwa api mahabah kepada Allah masih terjaga nyalanya di hati orang itu.
Menikmati Kebahagiaan yang Sahaja
Kebahagiaan terkadang bisa dibangkitkan dari hal-hal yang sahaja atau sederhana. Kebahagiaan melihat kesuksesan teman. Atau, kebahagiaan saat tak menduga akan mendapat kejutan mendapat sayur kesukaannya terhidang saat makan tiba. Itu adakah juga tetap absah sebagai kebahagiaan juga.
Pranoto pun menyimpuhkan tawakal pada keyakinan akan Kemahapemurahan Allah yang tak akan pernah kerontang. Dia merasa tak ubahnya seperti kucing-kucing itu. Lewat kehadiran perantara kasih-Nya, Pranoto memercayai, akan selalu hadir kesempatan yang mengalir seolah hanya kebetulan. Tetapi sesungguhnya, Tuhanlah yang telah mengatur kebetulan itu dengan rapi dan semata-mata demi kebaikan hamba-Nya.
ADVERTISEMENT
Pranoto tercenung. Belum lama ini, kawannya sedari SMP, Teto, pemimpin redaksi surat kabar tempatnya bekerja, telah mendahului purnatugas. Kawan yang hanya lebih tua darinya sekitar dua bulan itu, memiliki talenta kelas internasional di bidang kesusasteraan. Cerpen-cerpennya telah menembus level dunia dan telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
Ada terselip rasa beruntung. Telah menjadi saksi hidup perjalanan proses kreatif Teto sejak dari publikasi di majalah kampus level jurusan yang diperbanyak dengan cara difotokopi. Hingga menembus media massa terkemuka di Tanah Air. Dan, seterusnya terawetkan dalam berjibun buku-buku.
Pranoto baru saja pulang. Di luar terik mentari begitu mencengkeraman. Ketika dia sekadar berharap mendapati teh manis atau air putih, istrinya menghidangkan setup pisang. Ketika dia sekadar berharap makan nasi dengan tahu dan tempe goreng, istrinya menyajikan sayur tumpang kesukaannya. Dia menikmati betul keberuntungan yang sederhana itu.
ADVERTISEMENT
Semarang, September 2024
Demikianlah cerpen pamitan saya saat purnatugas, beberapa waktu lalu. Ini adalah cara saya untuk mengucapkan perpisahan dengan cara yang tidak terjebak di penjara rutinitas ekspresi. ***
Mohamad Jokomono, S.Pd., M.I.Kom, purnatugas pekerja media cetak.