Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Dongeng “Timun Mas” dalam Penafsiran di Masa Kini
25 April 2025 11:40 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Mohamad Jokomono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada suatu hari. Dalam obrolan ringan dengan anak lanang. Fauzan Haidar Ramadan. Mahasiswa Semester VI S-1 Ilmu Pemerintahan, FISIP, Undip Semarang. Saya terkesima dengan perspektifnya terhadap dongeng Timun Mas. Dia agaknya tengah berupaya mendestruksi penafsiran kolektif yang selama ini berlaku.
ADVERTISEMENT
Mantan Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Opini itu mempertanyakan, siapakah sebenarnya yang berada di posisi protagonis alias pihak yang benar? Dan, siapa pula yang berada di posisi antagonis alias pihak yang salah?
Dalam hal ini, ada tiga karakter, yaitu Mbok Sirni (seorang janda) dan Timun Mas di satu pihak serta Raksasa di pihak lainnya.
Fauzan. Demikian anak sulung saya itu akrab disapa. Dia mempertanyakan, bukankah telah ada kesepakatan perjanjian antara Raksasa itu dan Mbak Sirni pada saat memberikan benih mentimun yang ketika ditanam dan tumbuh buahnya setelah dibelah di dalamnya ada seorang bayi perempuan?
Bahwa dia akan mengambilnya kembali saat telah tumbuh menjadi remaja usia 17 tahun? Bahkan dalam perkembangan jalan cerita dongeng itu, Raksasa juga menoleransi penundaan selama dua tahun? Apakah akhlak menepati janji tidak menjadi prioritas moral cerita dalam dongeng ini?
Versi Kumparan
ADVERTISEMENT
Baiklah. Sebelum melangkah untuk menyikapi pertanyaan-pertanyaan di atas, ada baiknya kita menyimak terlebih dahulu sinopsis dongeng Timun Mas.
Kebetulan, Kumparan pada 20 Januari 2023, menayangkan “Sinopsis Cerita Rakyat Timun Mas yang Berasal dari Tanah Jawa”. Tertera di situ, merupakan “konten dari pengguna” dan kreator adalah “penulis Kumparan”.
Bila dongeng Timun Mas dianggap sebagai struktur naratif, maka ia dibangun dari enam sekuen yang merujuk pada satuan-satuan cerita yang membentuk suatu rangkaian makna. Berdasarkan versi sinopsis Kumparan, saya menyusun urutan sekuen sebagai berikut.
SEKUEN I
Hiduplah di sebuah desa, seorang perempuan bernama Mbok Sirni. Suaminya telah meninggal. Karena itu, dia agak kewalahan menggarap lahan pertaniannya seorang diri.
Dia tidak cukup memiliki cukup uang untuk mengupah orang lain sebagai buruh tani. Dia sangat berharap bisa memungut anak untuk membantu pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
SEKUEN II
Pada suatu hari, Mbok Sirni didatangi Raksasa. Raksasa itu memberinya biji mentimun. Dan. memintanya untuk menanam dan merawatnya dengan baik.
Setelah beberapa waktu, akan tumbuh buah-buah mentimun. Raksasa itu memberitahu, untuk membelah buah mentimun yang paling besar dan berkilau keemasan. Di dalamnya, akan terdapat bayi yang jika sudah besar dapat membantu pekerjaan Mbok Sirni.
Akan tetapi, Raksasa itu mensyaratkan, saat anak itu berusia 17 tahun, Mbok Sarni berkewajiban untuk menyerahkan kembali anak itu kepadanya. Raksasa itu berniat akan menyantapnya. Dan, Mbok Sarni pun menyetujui persyaratan tersebut.
SEKUEN III
Mbok Sirni pun mematuhi semua instruksi dari Raksasa. Perempuan itu menanam biji mentimun pemberian sang Raksasa di kebunnya. Dia pun merawatnya dengan. Setelah beberapa waktu, tumbuhlah buah-buah mentimun itu.
ADVERTISEMENT
Benar kata sang Raksasa. Ada sebuah mentimun yang paling besar di antara yang lain. Warnanya keemasan. Mbok Sirni pun mengambil pisau dan dengan hati-hati membelah buah mentimun tersebut. Alangkah suka cita hatinya, tatkala menemukan seorang bayi perempuan yang cantik di dalamnya. Bayi itu kemudian diberinya nama Timun Mas.
SEKUEN IV
Waktu bergerak begitu cepat. Tanpa terasa 17 tahun telah berjalan. Timun Mas pun tumbuh menjadi gadis remaja nan cantik jelita. Mbok Sirni begitu menyayanginya.
Sebagaimana rentang waktu yang telah disepakati bersama. Sang Raksasa pun datang menagih janji. Meminta kembali haknya untuk memperoleh Timun Mas.
Namun, Mbok Sirni yang sudah telanjur sayang kepada Timun Mas, pun mencari strategi untuk menyelamatkannya. Dengan dalih, agar semakin lezat saat disantap, Raksasa itu bisa diyakinkan, agar Timun Mas dijemput dua tahun lagi.
ADVERTISEMENT
SEKUEN V
Memenuhi mimpinya di suatu malam menjelang tahun ke-19, pada keesokan paginya Mbok Sirni pun segera pergi untuk menemui pertapa yang bersemadi di Gunung Gundul.
Setelah bertemu dengan pertapa itu. Dan, membeberkan duduk persoalan antara dirinya dan Raksasa. Serta, juga keinginannya untuk menyelamatkan Timun Mas. Pertapa itu bersedia memberikan pertolongan.
Sebagai senjata penangkal, pertapa itu pun menyerahkan empat bungkusan kecil. Tiap bungkusan isinya berbeda. Ada yang berisi biji mentimun. Ada jarum. Ada garam. Dan, ada terasi. Sesampai di rumah, Mbok Sirni memberikan senjata penangkal itu kepada Timun Mas seraya memintanya untuk berdoa.
SEKUEN VI
Ketika waktu yang telah dijanjikan tiba. Pada suatu pagi Raksasa pun datang ke rumah Mbok Sirni. Dia melihat Timun Mas berlari lewat pintu belakang. Lalu dikejarnyalah.
ADVERTISEMENT
Tatkala melintasi hutan, Timun Mas menebarkan biji mentimun. Jadilah hutan itu ladang mentimun yang buah-buahnya tumbuh sedemikian lebat. Raksasa itu pun melahapinya dengan rakus.
Setelah itu, Timun Mas menaburkan banyak jarum. Dan, berubahlah jarum-jarum itu menjadi pohon-pohon yang sangat tinggi dan tajam. Akibatnya, kedua kaki Raksasa itu terluka hingga berdarah. Namun, dia terus mengejar buruannya.
Menyaksikan Raksasa yang terus mengejarnya, Timun Mas lalu membuka bungkusan berikutnya. Kali ini garam yang ditebarkannya. Hutan seketika itu pun berubah menjadi laut. Meski demikian, Raksasa masih mampu melaluinya.
Tinggal satu bungkusan. Yang terakhir ini, isinya terasi. Timun Mas pun menebarkannya. Dan, air laut pun menjadi panas mendidih. Raksasa tak kuasa lagi melanjutkan pengejarannya. Dia binasa.
Perspektif Penolakan Kanibalisme
ADVERTISEMENT
Ada dua perspektif yang bisa digunakan untuk melihat dongeng Timun Mas ini. Dari perspektif seorang yang menyaksamai motif Raksasa untuk mendapatkan kembali Timun Mas adalah mengonsumsinya hidup-hidup.
Tentulah, akan lebih menganggap ini bukan tindakan mulia. Melainkan tindakan kanibalisme. Memakan sesama manusia. Raksasa (manusia yang berukuran tubuh sangat besar) memakan Timun Mas (manusia yang berukuran tubuh selumrahnya ukuran tubuh manusia).
Tindakan Mbok Sirni yang ingkar janji untuk tidak menyerahkan Timun Mas, dengan pemunculan motif kanibalisme, menjadi lebih bisa terpahami sebagai tindakan yang secara esensi sebenarnya tidak terlalu benar tetapi bisa termaafkan.
Ditambah lagi karena dorongan kedekatan emosionalnya dengan Timun Mas selama 17 tahun plus dua tahun penundaan. Terlebih menurut dongeng itu, Timun Mas memiliki kualifikasi perangai yang santun dan berbakti kepada orang tua. Serta, kualifikasi fisik yang rupawan.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif penolakan terhadap motif kanibalisme ini, pastilah tidak terlalu repot menyita waktu untuk segera melabuhkan pilihan, bahwa Mbok Sirni dan Timun Mas berada di kubu protagonis. Pihak yang benar menurut logika cerita dongeng. Sementara itu, Raksasa bercokol di kubu antagonis yang berseberangan.
Perspektif Janji Diingkari
Akan berbeda hasilnya, jika yang dijadikan perspektif adalah motif janji yang diingkari. Namun, relevansinya bakal lebih diterima jika cerita rakyat Timun Mas itu terlebih dahulu dilepaskan dari logika dongeng yang menghalalkan adanya kejadian-kejadian yang berada di luar nalar. Keajaiban-keajaiban.
Bila perspektif janji diingkari yang hendak dipakai, maka diperlukan penyusunan ulang sekuen-sekuen naratif Timun Mas. Ia perlu dilepaskan dari intervensi serangkaian keajaiban yang memberi warna cerita dari awal hingga akhir.
ADVERTISEMENT
Karena itu, untuk melempangkan jalan pembahasan, saya akan menyusun sekuen-sekuen rekaan sendiri berdasarkan dongeng Timun Mas tersebut. Agar lebih mengesankan sosok yang belum tua, karakter Mbok Sirni ganti dengan Mbak Shirli.
SEKUEN I (A)
Di sebuah desa hiduplah Mbak Shirli. Janda muda pertengahan dua puluh tahunan. Sang suami meninggal karena mengalami kecelakaan di tempat kerjanya. Sejak itu, kondisi perekonomiannya morat-marit. Wanita berparas cantik dan bertubuh sintal itu belum memiliki pekerjaan. Oh ya, dengan almarhum suaminya, dia belum dikaruniai anak.
SEKUEN II (A)
Sementara itu di sebuah kota besar ada pasangan suami istri. Sebut saja Pak Badawi dan Bu Saadah. Mereka keluarga kaya. Sudah 20 tahun menikah, belum dikaruniai anak. Dengan berbagai pertimbangan, Bu Saadah mengizinkan Pak Badawi melakukan pernikahan siri dengan wanita lain.
ADVERTISEMENT
Kemudian mereka membuka iklan di berbagai media cetak ataupun online. Singkat kata Mbak Shirli pun membaca iklan tersebut. Dengan sepengetahuan Bu Saadah, Pak Badawi menjalin kesepakatan untuk melakukan pernikahan siri.
Sebelumnya ada perjanjian pranikah (prenuptial agreement) yang ditandatangani calon suami (Pak Badawi) dan calon istri (Mbak Shirli) di hadapan notaris agar menjadi sah secara hukum. Isinya yaitu Pak Badawi memberi nafkah tiap bulan sebesar jumlah yang menjadi kesepakatan bersama. Ini di luar penyediaan kebutuhan hidup sehari-hari Mbak Shirli.
Selain itu, isi perjanjian lainnya, jika dalam pernikahan itu mereka dikaruniai anak. Setelah lahir dan dapat disapih, Pak Badawi akan menceraikan Mbak Shirli. Hak pengasuhan anak akan diserahkan kepada Pak Badawi dan Bu Saadah.
ADVERTISEMENT
Biaya kehidupan sehari-hari Mbak Shirli serta pemberian nafkah bulanan akan ditanggung Pak Badawi selama Mbak Shirli belum dinikahi laki-laki lain. Demikian isi perjanjian pranikah tersebut. Kedua pihak pun menyetujuinya.
SEKUEN III (A)
Begitulah mereka pun menikah dan tinggal di rumah terpisah. Rumah tempat Mbak Shirli tinggal di desa, peninggalan orang tuanya. Rumah itu telah dibangun megah oleh Pak Badawi. Beberapa bulan kemudian, Mbak Shirli hamil. Dia pun mendapat perlakuan medis yang optimal dari dokter spesialis kandungan.
Di kisaran 38 hingga 40 minggu usia kehamilan, Mbak Shirli pun melahirkan bayi perempuan yang cantik di sebuah rumah sakit. Berat badan lahir 3,3 kilogram dan panjang badan lahir 49 sentimeter. Timun Mas demikian nama yang tertulis di akta kelahirannya kemudian.
ADVERTISEMENT
SEKUEN IV (A)
Begitulah Timun Mas tumbuh menjadi bayi perempuan yang sehat. Produksi ASI Mbak Shirli begitu berlimpah. Si cantik rupawan berkulit kuning langsat itu pun menerima jatah ASI eksklusif selama dua tahun lebih dari sang ibunda.
SEKUEN V (A)
Masa penyapihan pun seharusnya sudah tiba. Tapi saking sayangnya Mbak Shirli kepada Timun Mas, dia masih menyusuinya saat sudah bersekolah dan play group hingga taman kanak-kanak A serta B. Pak Badawi dan Bu Saadah bisa menoleransinya.
SEKUEN VI (A)
Hari yang menakutkan itu akhirnya datang juga. Masa penyapihan Timun Mas usai sudah. Sesuai dengan perjanjian pranikah, inilah saatnya perpisahan Mbak Shirli dengan putri kesayangannya, Timun Mas. Serta, perceraiannya dengan Pak Badawi.
ADVERTISEMENT
Namun, perasaan kasih sayang seorang ibunda yang sedemikian besar kepada putrinya, mengakibatkan pembelokan arah skenario. Dengan bekal kartu ATM dan buku tabungan dalam jumlah berlimpah dari pemberian Pak Badawi. Akhirnya, Mbak Shirli memilih membawa kabur Timun Mas ke suatu tempat yang jauh.
Mbak Shirli pun mengingkari janji atas nama perasaan katresnannya yang sedemikian mendalam kepada sang belahan hati. Dia tidak rela berpisah dengan Timun Mas. Dan, urusan selanjutnya adalah ranah pihak kepolisian. Nah, kalau sudah begini, jelaslah sudah siapa yang protagonis dan siapa yang antagonis.
Sungguh. Sebenarnya saya tidak tega memberi ending yang menyakitkan itu. Saya sebetulnya lebih ingin menutup sekuen itu dengan win win solution. Misal telah tumbuh getaran rasa cinta Mbak Shirli kepada Pak Badawi. Demikian pula sebaliknya. Dan, Bu Saadah tidak keberatan. Lalu ketiganya bersepakat melupakan perjanjian pranikah itu. Bertiga bahu-membahu mengasuh Timun Mas. ***
ADVERTISEMENT
■ Mohamad Jokomono, S.Pd., M.I.Kom., purnatugas pekerja media cetak.