Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Mengobati Kangen pada Kucing: Dari Nonton Video hingga Kasus Kaliko Jantan
9 April 2025 8:56 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Mohamad Jokomono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kucing. Ah, binatang itu. Selalu saja sejak dahulu, menarik perhatian saya. Ada sentuhan berbagai kecamuk perasaan yang ikut menyusup di kalbu. Sebagai pemerhati binatang lucu itu, saya mengalami dua periode penyikapan.
ADVERTISEMENT
Periode pertama, sedari kelas 1 sekolah dasar hingga saat masih bujangan, saya ingin memeliharanya sebagai hewan rumahan.
Periode kedua, dari saat saya menikah hingga sekarang, saya lebih suka sesekali mengelusnya dan memberinya ruang kesempatan pada binatang itu untuk tidak terlalu terikat sebagai piaraan.
Meski di usia yang telah menginjak adiyuswa ini, saya lebih enjoy menikmati kicau burung-burung liar saat pagi tiba. Mereka bertengger di pepohonan, kebanyakan mangga diselingi sawo dan jambu, di sekitar rumah. Melantunkan orkestrasi bunyi alami yang sedemikian kuat.
Tak dapat saya sangkal. Sesekali timbul rasa kangen saya untuk memelihara kucing. Namun, karena komitmen saya dengan istri tercinta, hal itu hanya saya simpan sebagai keinginan. Untuk mengobati rasa kangen, saya sudah cukup puas, hanya mengelus-elus kepala kucing-kucing milik tetangga.
ADVERTISEMENT
Hanya kenangan bersama kucing yang pernah menyapa episode kehidupan saya selama belasan tahun, sulit terhapus begitu saja dari memori di benak ini.
Ada kejadian-kejadian indah. Terkadang menyedihkan saat melihat mereka mati. Ada penyesalan karena telah berlaku kasar. Dan, kurang bisa berbuat adil saat membagi perhatian untuk sejumlah kucing yang terpelihara.
Menyesal, karena telah mengabaikan kucing-kucing yang pada masa kecilnya begitu lucu dan menggemaskan. Namun, ketika sudah beranjak dewasa, kemudian terabaikan. Ternyata kucing-kucing itu punya perasaan sensitif ketika terabaikan. Ada yang kemudian lebih suka keluyuran dan tiba-tiba menghilang dari rumah. Ada yang menjadi sakit dan kenudian mati.
Ada pula rasa geli, kalau teringat dengan tingkah polah lucu mereka. Serta, perilaku unik yang masih bertengger sebagai ingatan. Sulit terlupakan ketika pernah memelihara kucing yang begitu doyan pepaya masak. Sulit terlupakan kucing yang ketika mau melahirkan, tidak mau saya tinggal pergi. Maunya dielus-elus perut buncitnya.
ADVERTISEMENT
Sungguh. Semua perasaan itu bercampur aduk. Dan, segalanya menjadi kembali terhangatkan ketika saya lebih memiliki waktu luang (karena telah purnatugas) untuk mengakses Instagram dan Facebook. Di sana, banyak konten tentang kucing. Para cat lover begitu memanjakan saya dengan video-video yang mempertontonkan kedekatan mereka dengan Si Mbul, Si Oyen, Si Mujair, atau Si Empus.
Entah sebagai pemilik yang menyayangi sambil sesekali menggoda atau menjahili mereka. Entah sebagai penolong yang memiliki kepekaan nurani terhadap penderitaan dan kesengsaraan pada sesama makhluk Allah Swt itu. Dan, kemudian mengadopsinya sebagai peliharaan pribadi. Atau, sekadar merawat sementara di rumah penampungan bersama banyak kucing lain. Sembari, menanti pemilik baru yang siap menyayanginya.
Pertolongan dari Kondisi Terpuruk
ADVERTISEMENT
Yang paling heroik dari banyak video yang saya tonton, adalah beberapa di antaranya yang menarasikan proses pertolongan dari kondisi terpuruk. Mulai dari anak kucing baru berusia dalam kisaran seminggu. Dibuang dalam plastik terikat di tempat pembuangan sampah. Tanpa induk lagi.
Atau, beberapa anak kucing yang berada di dekat induknya yang terkapar tak berdaya karena sakit, terkena jebakan, terserempet kendaraan yang lalu-lalang , saat berada di jalan lain. Serta, berbagai faktor penyebab lain. Atau bahkan sang induk yang tidak dapat terselamatkan nyawanya.
Atau lagi, upaya penyelamatan terhadap induk kucing beserta anak-anaknya yang belum bisa menerima pertolongan manusia. Bisa jadi masih trauma dengan pengalaman terdahulu mereka dengan manusia.
Ada pula yang hanya anak-anaknya tanpa induk. Karena itu, perlu kesabaran ekstra saat menghadapi reaksi cakar-cakar dan runcing gigi taring yang justru menyerang si penolong. Tapi, biasanya dengan pemberian makanan basah dalam kemasan saset yang dijulurkan ke mulut mereka. Lama-kelamaan hati mereka luluh jua.
ADVERTISEMENT
Hingga kucing yang meskipun cukup bersahabat dengan manusia, memiliki penyakit kulit yang sangat parah. Sehingga, penampilannya benar-benar buruk rupa. Tanpa ketulusan untuk menolong, tentu pengabaian terhadap kondisi kucing yang tidak terlalu menarik itu akan lebih menggoda.
Proses penyelamatan yang melibatkan keterampilan merawat kucing dari aspek kesehatannya menjadi sisi naratif yang menciptakan perjalanan langkah-langkah harapan. Juga, pemberian energi kehidupan bayi-bayi yang baru mampu menerima susu. Atau kondisi sang induk yang tidak memungkinkan untuk makan sendiri. Sehingga, tidak bisa menyusui bayi-bayinya.
Pemberian susu dengan miracle nipple dot yang kecil untuk bayi kucing. Pemberian makanan basah dalam saset yang diangsurkan ke induk kucing yang terlalu lemah untuk sekadar berdiri. Ini menjadi narasi yang penting menuju ke arah noktah pengembalian kondisi kesehatan mereka.
ADVERTISEMENT
Dan, kian lengkaplah, manakala sang penolong telah merasa yakin bahwa kondisi kritis telah berlalu. Narasi pembersihan tubuh kucing, mulai dari wajah kotor, bagian dalam telinga, kaki serta bagian tubuh yang lain menjadi bagian yang selalu saja menjadi tontonan menarik.
Terlebih lagi pada kucing yang menderita penyakit kulit yang parah. Bahkan dalam proses penyembuhannya dilakukan pencukuran bulu. Berikut pengobatan medis yang rupanya membutuhkan rentang waktu yang tidak sebentar.
Semua menjadi terbayarkan lunas, tatkala akhir membahagiakan yang terjadi. Kucing itu kembali menemukan bulunya yang normal. Sang induk kucing sudah sehat sehingga dapat menyusui anak-anaknya.
Si kecil pun yang terbuang sendirian dapat menemukan induk pengganti yang kebetulan juga tengah keguguran saat hamil. Atau, mereka kian mahir minum susu dengan dot baik masih dibantu sang penolong maupun sudah sendiri.
Kucing Penyandang Disabilitas
ADVERTISEMENT
Video-video tentang kucing penyandang disabilitas di Facebook dan Instragram menawarkan narasi yang mentrenyuhkan hati. Kendati mereka yang memang terlahir dengan kekurangan fisik dapat lebih fleksibel memanfaatkan apa yang ada pada dirinya, persoalannya menjadi lain tatkala ada imbuhan realitas yang kurang berpihak kepada nasib baiknya.
Betapa tidak? Seekor kucing betina. Masih kecil. Terlahir dengan dua kaki depan yang pendek. Tidak ada induknya. Berada di lingkungan yang kurang mendukung baginya untuk menjalankan kehidupan yang lebih nyaman. Sendiri. Untunglah, Tuhan menganugerahinya kemampuan bergerak relatif lincah hanya dengan dua kaki belakangnya. Ia mirip kanguru. Bisa berdiri dengan cantik.
Kehidupannya berubah pada suatu hari. Ada seorang penolong yang baik hati. Merasa trenyuh melihat kucing kecil penyandang disabilitas itu. Hatinya pun tergerak untuk mengadopsinya. Menolongnya dengan pemberian makanan dan tempat tinggal yang lebih nyaman ketimbang di jalanan. Dan, tentu saja asupan perlakuan yang penuh kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Ada lagi video lain tentang kucing penyandang disabilitas. Yang satu ini, justru kedua kaki belakangnya yang tidak sempurna. Ia pun masih kecil. Tanpa induk. Hidup di jalanan. Kaki belakangnya bengkong dengan posisi tidak teratur. Ia hanya bisa menyeretnya dengan kedua kaki depannya. Meski demikian, ia mampu bergerak cepat. Menyongsong sang penolong yang memberinya makanan.
Ada kucing yang sejak lahir hanya memiliki satu mata. Namun di tangan penolong yang tepat, ia tidak akan terganggu dalam menjalani rutinitas kesehariaannya. Sementara itu, ada kucing yang hidup tanpa indra penglihatannya. Nasibnya mujur di tangan pengasuh yang baik. Dan, dengan mengandalkan indra penciumannya, ia bisa menjalani kehidupan yang menyenangkan. Mencicipi sentuhan kasih sayang pula.
ADVERTISEMENT
Memelihara Kucing sampai Tua
Pada umumnya, orang memelihara kucing, karena menyukai tingkah polahnya yang menggemaskan. Bikin tertawa dan menyegarkan suasana. Biasanya itu lebih sering terjadi saat mereka masih kecil atau berusia relatif muda. Namun, saat masuk usia dewasa. Apalagi kalau sudah dewasa sekali. Berbeda lagi ceritanya.
Tingkah-tingkah yang menggemaskan pun mulai berkurang. Respons kalau diajak main pun beda saat masih muda. Bahkan, tak ada lagi respons sehangat sebelumnya. Inilah yang biasanya menjadi biang penyebab, mengapa kucing tua tidak lagi mendapat prioritas perhatian.
Kalau itu kucing betina yang telah menua, anak-anak dan cucu-cucu serta cicit-cicitnyalah yang gantian jadi prioritas perhatian sang majikan. Sementara itu, kucing jantan lebih asyik memburu betina-betina muda di luaran sana. Jadi, mereka biasanya jarang di rumah. Dan, tidak terlalu menuntut perhatian. Kecuali saat lapar.
ADVERTISEMENT
Karena itu, saya merasa trenyuh sekali ketika menonton video, ada orang masih begitu menyayangi kucingnya yang sudah berusia 23 tahun. Untuk ukuran kucing, jumlah angka tahun tersebut telah memosisikan dirinya pada kriteria lanjut usia. Sang majikan termasuk sedikit orang yang tetap istikamah menjaga kasih sayangnya terhadap hewan piaraannya itu.
Dalam kerentaan usianya itu. Sebagaimana narasi yang terawetkan dalam video. Kucing berbulu putih, hitam, oranye. Ada yang menyebutnya kucing kaliko. Orang Jawa biasa menyebutnya mbang telon), sudah tampak kesulitan berjalan. Tubuhnya yang berisi, begitu sulit terangkat, tatkala ia berjuang keras menaiki undak-undakan teras rumah.
Sang pemilik dengan curahan kasih sayang nan tulus memberikan waktu dan tenaganya membersamai kucing lanjut usia. Sungguh mengharukan. Kucing itu pun menunjukkan semangat hidup yang tak pernah padam. Ada sisa-sisa kemanjaan yang coba terucapkan dengan geraknya. Kendati kini tak lagi dapat terekspresikan secara maksimal.
Tentang Kucing Kaliko Jantan
ADVERTISEMENT
Semasih SMP, orang tua saya memelihara seekor kucing kaliko (berbulu oranye, hitam, dan putih). Ia betina. Namanya Melati. Saat melahirkan pertama kali. Ada dua bayi kucing yang dilahirkannya. Keduanya lahir dalam keadaan mati.
Dan, tanpa saya duga sebelumnya, Melati memakan salah seekor dari dua anaknya yang lahir mati itu. Saat itu, info yang saya terima, ia melakukannya karena anaknya terlahir dalam keadaan mati. Tapi pertanyaannya, kenapa yang satu lagi tidak dimakan. Ada juga info lain, anak yang dimakan itu, karena bulunya kaliko dan jenis kelaminnya jantan.
Banyak tahun kemudian, saya menjadi paham, kenapa Melati melakukan hal itu. Sangat mungkin seekor anaknya yang dimakan itu mengalami anomali genetik. Jantan kaliko. Mengalami Klinefelter's Syndrome. Mungkin juga ia melakukannya karena secara naluriah mengetahui anaknya lahir tidak normal.
ADVERTISEMENT
Dikatakan sebagai anomali genetik, karena kucing jantan kaliko hanya 1 dari 3.000 kelahiran. Bila kucing jantan normal berkromoson XY dan betina XX, maka kucing jantan kaliko XXY.
Kucing jantan kaliko biasanya jarang berumur panjang, mengalami keterlambatan perkembangan. Mungkin memiliki perbedaan fisik. Selain itu hampir selalu steril (mandul). Serta, banyak penyakit yang menggerogotinya.
Allah Swt mengaruniai binatang dengan "kebijaksanaan" nalurinya. Apa yang secara kasat mata tampak sebagai bentuk tindakan dengan label "kekejaman yang luar biasa". Ternyata tersembunyi maksud dan tujuan sesungguhnya tidak buruk. ***
.