Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Mengulik Kembali Esensi Tradisi Srawung
4 Desember 2021 7:24 WIB
Tulisan dari Mohammad Fattahul Alim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Srawung merupakan kata dari bahasa Jawa yang bisa diartikan sebagai suatu interaksi, pergaulan, atau sosialisasi kepada seseorang atau sekelompok masyarakat. Srawung menjadi tradisi yang melekat kuat dan eksis hingga kini terutama masyarakat pedesaan suku Jawa. Hal ini didasarkan atas nilai-nilai karakter dan norma budaya masyarakat pedesaan yang cenderung lebih senang berkumpul dan bersosialisasi antar tetangga, sanak saudara, dan kerabat. Tradisi ini merupakan salah satu bagian warisan turun-temurun nenek moyang dari generasi ke generasi sampai saat ini. Di era globalisasi ini yang lebih mengedepankan sikap individual, pada kenyataannya tradisi srawung masih terbilang eksis dan relevan sebagai sarana bersosialisasi.
ADVERTISEMENT
Tradisi srawung bisa membangun dan mengintegrasikan aura persaudaraan, kebersamaan, dan kesatuan masyarakat baik homogen maupun heterogen. Tradisi ini dijadikan masyarakat sebagai media perkenalan, berbagi pengalaman dan cerita, menjalin silaturahmi, membantu satu sama lain, tolong-menolong, dan lain sebagainya. Karena sejatinya manusia terlahir sebagai makhluk sosial atau membutuhkan uluran tangan orang lain dalam menapaki hidup selama di dunia. Seseorang yang tidak pernah srawung dengan orang lain, maka hidupnya akan menjadi suwung (hampa).
Tradisi srawung memiliki makna filosofis yang sangat mendalam dan sulit dicarikan padanannya, karena banyak unsur yang terintegrasi dalam jiwa dan raga sanubari manusia. Tidak mengherankan, suatu permasalahan dapat tuntas berkat peran dan sumbangsih melalui peran dan eksistensi tradisi srawung. Bahkan permasalahan yang menyangkut kebatinan atau emosional bisa cukup mudah terselesaikan tanpa mengundang permasalahan baru. Sikap simpati dan empati seseorang akan terbangun secara tidak langsung setelah bersosialisasi dan berkomunikasi antar-sesama walaupun belum saling mengenal sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Di masyarakat perkotaan, tradisi srawung bisa dibilang kurang membumi dikarenakan antar-masyarakatnya kurang (atau tidak sama sekali) saling mengenal satu sama lainnya, bahkan sesama tetangganya sendiri. Kesibukan aktivitas dan kerja masing-masing membuat interaksi hampir tidak pernah terjadi setiap harinya. Ditambah sikap individual dan kurangnya kepekaan terhadap lingkungan sekitar juga mempersempit ketiadaan interaksi dan komunikasi pada masyarakat perkotaan. Dinding penyekat seakan telah menutup pergaulan mereka terhadap permasalahan dunia luar. Mayoritas aktivitasnya dikerjakan secara mandiri atau menyewa orang lain untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
Tradisi srawung juga bisa dijadikan sarana memperkukuh ukhuwah wathoniyah (persaudaraan antar-sesama warga negara). Ukhuwah wathoniyah merupakan ikatan persaudaraan yang dilandasi atas kesamaan warga negara Indonesia. Masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan heterogen rentan mengalami gejolak dan gesekan konflik sosial, sehingga harus bisa dipersatukan menjadi satu kesatuan utuh dengan berdasarkan landasan ukhuwah wathoniyah. Pembangunan ukhuwah wathoniyah tersebut dapat dibangun melalui tradisi srawung itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Contoh pengimplementasian tradisi srawung dalam memperkukuh ukhuwah wathoniyah seperti menjalin dan menjaga hubungan silaturahmi antar tetangga walaupun berbeda agama maupun suku, saling menghormati dan toleransi terhadap perbedaan, dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat seperti gotong royong dan kerja bakti.
Bagi kaum muslimin, srawung sangat penting dalam upaya menjalin dan mempererat tali silaturahmi antar sesama umat Islam. Di samping itu, kegiatan ini juga merupakan bagian dari sunah Nabi Muhammad Saw agar manusia juga senantiasa memperhatikan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Kondisi ini bertujuan demi kepentingan kemaslahatan umat agar kaum muslim lebih peka dan peduli terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh saudaranya tersebut. Tolong-menolong dan bahu-membahu dalam hal kebaikan merupakan bentuk esensi tradisi srawung umat muslim kepada saudara sendiri.
ADVERTISEMENT
Contoh bentuk srawung antar umat muslim seperti ikut menghadiri pengajian di desanya, sholat berjamaah di masjid, menjenguk orang yang sakit, menghadiri undangan hajatan, slametan, dan lain-lain.