Konten dari Pengguna

Menanti Kampanye Transformasional

Mohammad Isa Gautama
Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. "Politik tanpa Dialog" dan "Modernisme tanpa Pengaman" adalah dua buku kumpulan kolom/esainya, terbit penghujung 2020.
14 Oktober 2024 12:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohammad Isa Gautama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampanye. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampanye. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MOMEN kampanye Pilkada 2024 sudah dimulai sejak 25/9/24 lalu, dan akan berakhir pada 23/11/24. Semua kita tentu berharap tahapan ini membawa angin segar berupa pola kampanye yang bukan sekadar ajang adu janji, melainkan sebuah kampanye transformasional.
ADVERTISEMENT
Kampanye transformasional merupakan konsep dalam komunikasi politik yang bertujuan untuk tidak hanya menggalang dukungan elektoral, tetapi juga menciptakan perubahan sosial dan politik yang lebih mendalam. Wayne Steger, dalam bukunya A Transformational Political Campaign (2012) menekankan pendekatan kampanye berfokus pada visi jangka panjang yang mampu menginspirasi dan memobilisasi masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam perubahan.
Konsekuensinya, pemimpin yang mengimplementasikan kampanye transformasional membangun keterlibatan emosional dan intelektual dengan pemilih, sehingga mereka merasa menjadi bagian dari proses transformasi politik.
Lebih jauh, melalui pendekatan kampanye transformasional, kandidat tidak hanya menjanjikan solusi jangka pendek, tetapi juga menawarkan visi dan misi yang berdampak kepada kehidupan sehari-hari masyarakat. Kandidat yang sukses menerapkan kampanye transformasional bukan hanya dilihat sebagai penguasa, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu mentransformasi alam pikiran dan khasanah tingkah laku masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Steger di buku yang sama menguraikan, pendekatan tranformasional tidak saja memfokuskan pada bagaimana seorang pemimpin mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat, namun juga menginspirasi publik untuk terlibat aktif dalam pembangunan. Kampanye semacam ini tidak terbatas sekadar perdebatan soal angka, kebijakan, atau program, tapi juga bertujuan mengubah persepsi masyarakat tentang apa yang mungkin dicapai di masa depan.

Kampanye Transformasional Era Digital

Dalam konteks Pilkada 2024, menarik mengamati apakah calon kepala daerah benar-benar mampu menghadirkan kampanye transformasional. Apakah mereka akan membawa isu-isu fundamental seperti pendidikan berkualitas, ekonomi inklusif, dan keadilan sosial yang berdaya transformatif, atau hanya berkutat pada retorika populis yang dangkal?
Pertanyaan tersebut semakin kontekstual, mengingat kampanye Pilkada 2024 akan berlangsung di tengah era digital yang semakin berkembang. Transformasi dalam pola komunikasi politik (terutama di masa kampanye) menjadi tantangan tersendiri bagi para kandidat. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menggunakan teknologi informasi dan komunikasi termutakhir untuk menciptakan dialog yang lebih bermakna dengan pemilih. Di sinilah peran penting komunikasi transformasional dalam mengadaptasi cara berkomunikasi dengan konstituen yang semakin cerdas dan kritis.
ADVERTISEMENT
Ringkasnya, era digital tidak hanya membuka peluang emas bagi kandidat untuk menjangkau pemilih, tetapi juga menghadirkan tantangan dalam hal strategi menstimulus konstituen untuk bersama-sama menghadapi tantangan jika terpilih. Kampanye tradisional yang mengandalkan media luar ruang dan rapat umum sudah tidak lagi efektif untuk menarik perhatian (terutama) generasi muda.
Komunikasi digital, terutama melalui media sosial, (mestinya) menjadi arena baru yang menawarkan kesempatan bagi kandidat untuk menyampaikan pesan secara langsung dan interaktif. Kita sudah muak dengan “pameran” baliho dan spanduk di setiap sudut ruang publik yang nyaris tanpa pesan efektif-konstruktif.
Dalam konteks ini, penting bagi kandidat untuk tidak hanya menggunakan media sosial sebagai platform kampanye, tetapi juga sebagai ruang diskusi interaktif. Transformasi sosial bisa dimulai dari kecakapan kandidat merangkul masyarakat dalam percakapan yang jujur, berbasis data faktual, dan dialogis. Dalam teori komunikasi partisipatif, keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses komunikasi politik adalah kunci untuk menciptakan perubahan nyata (Tufte & Mefalopulos, 2009).
ADVERTISEMENT

Jebakan Politik Pragmatis

Tantangan lain yang butuh solusi adalah kecenderungan politik pragmatis yang semakin ekstrem. Politik pragmatis sering kali (masih) memakai cara-cara instan untuk meraih kekuasaan, seperti umbar janji populis, bantuan langsung tunai, atau pendekatan transaksional. Ini berarti masih mengesampingkan kepentingan jangka panjang demi kemenangan elektoral semata. Kandidat kadang lebih sibuk melancarkan kampanye melalui gimmick murahan, tanpa memaparkan program yang jelas dan bagaimana menggapai masa depan secara gemilang.
Ini tentu menjadi dilema besar bagi seluruh elemen Pilkada 2024. Apakah kita akan terus terjebak dalam siklus politik pragmatis yang hanya menawarkan solusi temporal, atau apakah kita mampu menuntut lebih dari para calon pemimpin? Harapan untuk kampanye transformasional harus datang dari dua arah: dari kandidat yang memiliki program mumpuni dan dari masyarakat yang menuntut perubahan yang mendasar.
ADVERTISEMENT
Lebih jelasnya, kampanye transformasional membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan komunikasi yang autentik. Kandidat harus mampu menyampaikan visi yang jelas dan terstruktur, serta menunjukkan komitmen untuk melakukan perubahan yang nyata. Masyarakat juga perlu diberdayakan untuk menjadi bagian dari perubahan, salah satu caranya adalah berperan aktif menyampaikan ekspektasi.
Konstelasi sedemikian hanya bisa terjadi jika kandidat dan masyarakat sama-sama mau berubah. Pemilih harus lebih kritis, terlibat, dan punya standar ekspektasi. Dus, kampanye transformasional bukanlah tanggung jawab kandidat semata, ini adalah proses kolaboratif yang melibatkan pemilih sebagai bagian dari perubahan itu sendiri. Kesuksesan kampanye transformasional tidak hanya bergantung pada kepiawaian kandidat dalam menyampaikan visi dan misi, tetapi juga pada kualitas artikulasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
ADVERTISEMENT
Last but not least, Pilkada 2024 adalah momentum berharga bagi para calon pemimpin daerah dalam menstimulus dialog terbuka dan interaktif dengan konstituennya melalui kampanye transformasional. Di tengah mengerasnya dinamika politik pragmatis, tantangan krusial adalah membangun narasi politik yang tidak hanya berorientasi pada kemenangan elektoral, tetapi lebih kepada perubahan multi-aspek. Implikasinya, kandidat dan konstituen wajib berkolaborasi, saling mengirim dan menerima pesan menuju perubahan signifikan. Pada akhirnya, politik bukan hanya soal kekuasaan, melainkan juga transformasi berkelanjutan. [*]