Konten dari Pengguna

Reog, Pemuda, dan Bukan Sekedar Hiburan Rakyat

Mohammad Ali Yafi
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Peneliti di Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial, Universitas Muhammadiyah Surakarta - Mahasiswa Doktor Ilmu Pendidikan Bahasa, Univeritas Negeri Semarang
8 September 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohammad Ali Yafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penampilan Reog Madya Laras (doc. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan Reog Madya Laras (doc. pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Reog Ponorogo, salah satu seni tradisional Indonesia yang telah menjadi ikon budaya, tidak hanya sekadar hiburan rakyat yang ditampilkan dalam acara-acara besar. Di tengah gempuran budaya populer yang semakin merajalela, Reog tetap bertahan sebagai simbol keberanian, perjuangan, dan identitas masyarakat. Namun, siapa sangka, di balik topeng singa barong yang megah dan gerakan tari yang dinamis, ada pemuda-pemuda yang berperan penting dalam menjaga kelestarian seni ini. Artikel ini mengulas lebih dalam tentang Reog sebagai sebuah kesenian tradisional yang lebih dari sekadar hiburan rakyat dan bagaimana para pemuda memainkan peran besar dalam mempertahankannya.
ADVERTISEMENT
Reog: Lebih dari Sekedar Hiburan
Reog Ponorogo dikenal dengan pertunjukannya yang spektakuler, melibatkan barongan (topeng besar berbentuk kepala singa), kuda lumping, dan berbagai elemen tari yang penuh makna simbolis. Bagi sebagian besar masyarakat, Reog sering kali dianggap sebagai pertunjukan yang menarik dan menghibur, namun lebih dari itu, Reog menyimpan nilai-nilai yang jauh lebih dalam. Di balik tarian dan musik yang membahana, Reog menggambarkan keberanian, perlawanan terhadap ketidakadilan, serta hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Makna historis Reog tidak bisa dipisahkan dari cerita rakyat tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu terhadap Majapahit yang korup. Dalam setiap gerakan penari dan setiap pukulan kendang, tersimpan pesan tentang keberanian melawan penindasan dan kejahatan. Reog bukan hanya sekadar seni; ia adalah medium ekspresi perlawanan yang sarat akan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Reog merupakan cerminan atas simbol perjuangan dan semangat masyarakat Jawa yang tidak boleh hilang oleh arus zaman.
ADVERTISEMENT
Evolusi Reog: Bukan Hanya Reog Ponorogo
Meskipun Reog Ponorogo adalah yang paling dikenal, perkembangan Reog tidak berhenti di sana. Seni Reog telah mengalami evolusi seiring waktu, menyesuaikan diri dengan berbagai konteks sosial dan budaya di Indonesia. Di berbagai daerah, Reog mengalami adaptasi. Kesenian ini menghasilkan berbagai variasi yang unik namun tetap mempertahankan esensi dan semangat aslinya. Contohnya adalah Reog Kendang Tulungagung yang menggabungkan unsur musik kendang dengan gerakan khas Reog, atau Reog Obyok di Jawa Tengah yang lebih fleksibel dan sering kali digunakan dalam perayaan lokal.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa Reog adalah seni yang dinamis dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Inovasi ini tidak hanya membuat Reog tetap relevan, tetapi juga memungkinkan seni ini untuk terus berkembang dan menarik minat generasi muda yang mencari identitas dalam tradisi mereka sendiri. Sebagai bagian dari budaya yang hidup, Reog terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya sebagai simbol kekuatan dan kebanggaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Variasi Reog yang berkembang di berbagai daerah menunjukkan fleksibilitas seni ini dalam merespons perubahan sosial dan kultural tanpa kehilangan nilai tradisionalnya. Dengan begitu, Reog menjadi lebih inklusif, merangkul berbagai kelompok masyarakat yang ingin mengekspresikan diri melalui seni tradisional.
Pemuda sebagai Penjaga Warisan Budaya
Di tengah derasnya arus globalisasi dan budaya populer yang menguasai hampir setiap aspek kehidupan, Reog tetap bertahan sebagai bentuk kebanggaan lokal. Keberlanjutan ini tidak lepas dari peran penting para pemuda yang dengan sukarela mengabdikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk melestarikan seni ini. Dalam komunitas Reog, pemuda tidak hanya menjadi penari, tetapi juga sebagai pelatih, pembuat kostum, hingga pengelola kelompok seni yang mengurus berbagai kebutuhan teknis dan logistik pertunjukan.
ADVERTISEMENT
Banyak sanggar Reog yang digerakkan oleh pemuda, dari yang masih berstatus pelajar hingga yang sudah bekerja. Mereka tidak sekadar tampil di pentas, tetapi juga terlibat dalam proses pembelajaran dan regenerasi, mengajak anak-anak untuk mengenal dan mencintai seni tradisional sejak dini. Dengan latihan rutin yang menghabiskan waktu berjam-jam, para pemuda ini membuktikan bahwa semangat melestarikan budaya tidak kalah kuat dibandingkan dengan daya tarik budaya asing yang kian mendominasi.
Selain itu, pemuda juga berperan dalam memperkenalkan Reog ke khalayak yang lebih luas melalui platform digital. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan Reog kepada generasi muda yang mungkin belum terlalu akrab dengan kesenian ini. Dengan konten kreatif yang dikemas menarik, mereka berhasil menarik minat lebih banyak orang untuk mengenal dan mencintai Reog, bahkan di kalangan yang sebelumnya tidak tertarik dengan seni tradisional sekalipun.
Antusiasme warga menyaksikan pertunjukan Reog (doc. pribadi)
Menjaga Reog sebagai Identitas dan Kebanggaan
ADVERTISEMENT
Menjaga keberlanjutan Reog bukan hanya soal melestarikan seni pertunjukan, tetapi juga mempertahankan identitas dan kebanggaan lokal. Di tengah gempuran budaya asing, Reog berfungsi sebagai penanda jati diri yang kuat, yang tidak dapat digantikan oleh tren musik atau tarian modern. Dalam setiap gerakannya, Reog mengajarkan tentang nilai keberanian, kerjasama, dan penghormatan terhadap leluhur yang harus terus ditanamkan dalam jiwa generasi muda.
Keberadaan Reog juga menjadi bukti bahwa budaya lokal masih memiliki tempat di hati masyarakat, terutama ketika disajikan dengan cara yang relevan dengan zaman. Para pemuda dengan kreatifitasnya mampu meramu tradisi dengan inovasi tanpa kehilangan esensi asli Reog itu sendiri. Hal ini merupakan bentuk perlawanan terhadap homogenisasi budaya yang sering kali mengesampingkan kekayaan lokal demi mengejar sesuatu yang dianggap lebih modern dan global.
ADVERTISEMENT
Penutup
Reog bukanlah sekadar hiburan rakyat; ia adalah seni yang mengajarkan banyak hal tentang keberanian, sejarah, dan identitas. Di balik megahnya pertunjukan Reog, ada pemuda-pemuda yang berjuang menjaga agar warisan budaya ini tidak lekang oleh waktu. Mereka adalah penjaga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap gerakan dan tabuhan musik. Mereka membuktikan bahwa seni tradisional tidak pernah kehilangan relevansinya. Di tengah gempuran budaya populer, Reog tetap berdiri tegak sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan bangsa, dengan pemuda sebagai garda terdepannya.