Konten dari Pengguna

Pendidikan di Aceh Harus Diselamatkan, Usir Iblis A’war dari Dayah-dayah di Aceh

Mohd Rendi Febriansyah
Aktivis pelajar dan pendidikan dalam wadah Pelajar Islam Indonesia (PII)
8 November 2023 14:52 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohd Rendi Febriansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jemaah Tarekat Syattariyah bersiap melaksanakan salat Idul Fitri 1444 Hijriah di halaman Masjid Syaikhuna Habib Muda Seunagan Desa Peuleukung, Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, Kamis (20/4/2023). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Jemaah Tarekat Syattariyah bersiap melaksanakan salat Idul Fitri 1444 Hijriah di halaman Masjid Syaikhuna Habib Muda Seunagan Desa Peuleukung, Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, Kamis (20/4/2023). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Aceh, tanah yang dikenal dengan syariat Islam yang kuat, telah menjadi tempat di mana Islam telah mengakar sejak abad ke-7. Islam bukan hanya menjadi landasan ideologi di Aceh, tetapi juga menjadi filosofi yang melekat dalam kehidupan masyarakatnya. Ruh Islam tidak hanya ditekankan dalam menjaga hubungan secara vertikal dengan Allah, yang sering disebut sebagai sikap habluminallah, tetapi juga dalam menjaga hubungan secara horizontal dengan sesama manusia, yang dikenal sebagai sikap habluminannas.
ADVERTISEMENT
Untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh, masyarakat Aceh telah lama dibekali dengan pendidikan agama sejak usia dini. Bahkan pada masa awal Islam di Aceh, di bawah otoritas Kesultanan Aceh saat itu, telah merancang pendidikan agama yang sistematis dan terstruktur dengan berbagai jenjang pendidikan.
Pendidikan agama di Aceh dimulai dari tingkat Madrasah atau Meunasah sebagai dasar keilmuan, dilanjutkan ke tingkat Rangkang sebagai kelas menengah, kemudian ke Dayah sebagai kelas lanjutan, Dayah Teungku Chik sebagai tempat berkumpul para cendekiawan agama, dan terakhir Jami'ah sebagai universitas dengan berbagai cabang ilmu.
Dayah, yang berasal dari kata "zawiyah" yang berarti sudut, adalah tempat di mana ilmu agama dipelajari secara mendalam, mirip dengan sudut-sudut Masjid Nabawi di Madinah yang digunakan sebagai tempat kajian keislaman pada masa kenabian. Namun, saat ini, Dayah sebagai pusat peradaban Islam di Aceh telah ternodai oleh perilaku tercela yang dilakukan oleh oknum "cendekiawan" terhadap santri yang berjuang untuk mendapatkan pendidikan agama yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Melihat kelakuan penodaan yang dilakukan oleh oknum ini, sangat berat rasanya jika kita masih memanggil mereka dengan sebutan Tengku atau Ustadz. Mereka yang seharusnya menjadi pembimbing menuju kebenaran malah menjelma menjadi iblis a'war, yang dalam Tafsir Thabari Imam Mujahid disebut sebagai iblis yang menggiring umat manusia dalam dosa syahwat.
Pada bulan Oktober 2023, masyarakat Aceh dikejutkan oleh kasus sodomi yang melibatkan seorang pemimpin Dayah di Langsa dan seorang anak di bawah umur. Lebih miris lagi, ini bukanlah insiden pertama, sebelumnya kasus serupa juga terjadi di Pidie Jaya, Aceh Timur, Lhokseumawe, Bener Meriah, hingga Aceh Tenggara. Tindakan keji ini, bersama dengan perzinahan dan homoseksualitas, telah merusak citra pendidikan agama di Aceh.
ADVERTISEMENT
Namun, perlu diingat bahwa ini bukanlah kesalahan Dayah atau Islam itu sendiri. Oknum-oknum yang berkedok pemuka agama telah mencoreng nama baik Dayah di Aceh sebagai lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi tugas besar masyarakat Aceh dari berbagai lapisan untuk mengusir kegelapan ini dari lembaga pendidikan Islam yang masih kita banggakan di Aceh.
Kita tidak boleh membiarkan fanatisme menutup mata dan hati kita terhadap masalah dalam pendidikan Dayah. Memilih untuk tetap diam adalah tindakan yang akan membawa generasi Aceh ke jurang kehancuran.

Sejarah Pendidikan Agama di Aceh

Pendidikan agama telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Aceh sejak Islam pertama kali tiba di sana pada abad ke-7. Aceh, sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di Nusantara, telah memiliki tradisi panjang dalam mendukung pendidikan agama.
ADVERTISEMENT
Pendidikan agama pada masyarakat Aceh dimulai sejak usia dini, biasanya di Madrasah atau Meunasah, di mana anak-anak diperkenalkan dengan ajaran-ajaran dasar Islam seperti mengaji Al-Quran dan mempelajari nilai-nilai moral. Ini adalah tahap awal dalam membangun dasar keilmuan dan moralitas yang kuat bagi generasi muda Aceh.
Kemudian, setelah menyelesaikan tahap dasar, siswa Aceh dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat Rangkang, di mana mereka akan memperdalam pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ini adalah langkah penting dalam memahami teks-teks agama dan tradisi keislaman yang lebih mendalam.
Tingkat pendidikan berikutnya adalah Dayah, yang merupakan tahap lanjutan dalam pendidikan agama di Aceh. Di Dayah, siswa diberikan peluang untuk mendalami ilmu agama dengan lebih mendalam. Mereka mempelajari berbagai aspek agama, termasuk tafsir Al-Quran, hadis, fiqh (hukum Islam), dan ilmu-ilmu keislaman lainnya, pada tingkatan ini juga sudah diajarkan ilmu konvensional/umum. Dayah juga menjadi tempat di mana para santri dapat berdiskusi, berdebat, dan mendalami pemahaman agama mereka dengan mendalam.
ADVERTISEMENT
Dayah Teungku Chik adalah pusat berkumpulnya para cendekiawan agama, ulama, dan intelektual Islam. Diskusi dan kajian agama yang mendalam seringkali dipusatkan di sini, pendidikan ditingkatan ini sangat berperan penting dalam melestarikan dan mengembangkan keilmuan agama di Aceh.
Terakhir, ada Jami'ah, yang merupakan tingkat pendidikan tertinggi dalam pendidikan agama di Aceh. Jami'ah adalah tingkatan pendidikan yang saat ini dapat diseput serupa dengan tingkatan universitas atau perguruan tinggi, yang menawarkan berbagai program studi dalam berbagai cabang ilmu keislaman.
Di sinilah para penuntut ilmu dapat mengejar studi tingkat lanjut dan berkontribusi pada perkembangan ilmu agama, memecahkan tantangan-tantangan keislaman yang kompleks. Pada tingkatan ini keilmuan umum juga semakin diperkuat seperti matematika, filsafat, ilmu falak, tata pemerintahan dan ilmu hukum.
ADVERTISEMENT

Peran Pendidikan Agama dalam Membentuk Masyarakat yang Luhur

Jemaah Tarekat Syattariyah bersiap melaksanakan salat Idul Fitri 1444 Hijriah di halaman Masjid Syaikhuna Habib Muda Seunagan Desa Peuleukung, Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, Kamis (20/4/2023). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
Pendidikan agama telah memainkan peran krusial dalam membentuk karakter dan moral masyarakat Aceh. Nilai-nilai Islam yang diajarkan dalam pendidikan agama menjadi landasan bagi etika dan perilaku sehari-hari masyarakat Aceh. Sikap habluminannas, yaitu menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia, juga ditekankan dengan kuat dalam pendidikan agama ini.
Melalui pendidikan agama, masyarakat Aceh diajarkan untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, jujur, dan berempati terhadap sesama. Mereka diajarkan untuk menghormati hak-hak orang lain dan mempraktikkan nilai-nilai toleransi serta keadilan. Ini adalah pondasi kuat untuk membentuk masyarakat yang luhur dan berperadaban.
Selain itu, pendidikan agama juga memainkan peran penting dalam melestarikan budaya dan tradisi Aceh. Nilai-nilai agama Islam yang ditanamkan dalam pendidikan agama tidak hanya membentuk karakter individu, tetapi juga membentuk identitas kolektif masyarakat Aceh. Ini mencakup upaya untuk menjaga kearifan lokal dan mempromosikan kebersamaan dalam kerangka syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Pendidikan agama juga menjadi alat penting dalam memerangi ekstremisme dan intoleransi. Dengan memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dan nilai-nilainya, pendidikan agama dapat membantu masyarakat Aceh untuk lebih memahami konsep-konsep seperti perdamaian, harmoni, dan kerukunan antarumat beragama. Hal ini dapat menjadi benteng yang kuat dalam melawan pengaruh kelompok-kelompok radikal yang berusaha memecah belah masyarakat.

Tantangan dalam Pendidikan Agama di Aceh

Meskipun pendidikan agama telah berperan besar dalam membentuk masyarakat yang luhur di Aceh, masih ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah perilaku tercela yang dilakukan oleh oknum-oknum yang berkedok pemuka agama.
Kasus-kasus seperti sodomi dan pelecehan seksual yang melibatkan pemimpin Dayah telah mencoreng nama baik lembaga pendidikan agama di Aceh. Ini tidak hanya merusak citra pendidikan agama, tetapi juga menghancurkan masa depan dan kepercayaan para santri yang menjadi korban. Tindakan-tindakan ini juga bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan keadilan, kasih sayang, dan hormat terhadap sesama.
ADVERTISEMENT
Selain itu, adanya kasus perzinahan dan homoseksualitas di kalangan oknum-oknum agama juga merupakan tantangan serius. Ini menunjukkan bahwa pendidikan agama belum mencapai tujuannya sepenuhnya dalam membentuk karakter yang taat dan bermoral di kalangan pemimpin agama.
Tantangan lainnya adalah kurangnya pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam di kalangan masyarakat Aceh. Beberapa individu mungkin hanya memiliki pemahaman yang terbatas tentang agama dan hanya mengikuti ritual tanpa memahami maknanya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai Islam dan menyebabkan praktik-praktik ekstrem atau intoleran.

Mengatasi Tantangan dalam Pendidikan Agama di Aceh

Untuk mengatasi tantangan dalam pendidikan agama di Aceh, ada beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Penegakan Hukum yang Ketat

Pemerintah Aceh perlu menegakkan hukum secara tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam perilaku tercela seperti pelecehan seksual dan sodomi. Ini harus diikuti oleh proses hukum yang adil dan transparan agar masyarakat dapat melihat bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.
ADVERTISEMENT

2. Reformasi dalam Pendidikan Agama

Lembaga-lembaga pendidikan agama perlu melakukan reformasi dalam kurikulum dan metode pengajaran mereka. Pendidikan agama harus lebih menekankan pada pemahaman mendalam tentang ajaran Islam dan nilai-nilainya. Selain itu, penting untuk melibatkan para ulama yang berkompeten dan bermoral tinggi dalam proses pendidikan agama.

3. Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Masyarakat Aceh perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai Islam yang sejati. Inisiatif-inisiatif seperti seminar, lokakarya, dan ceramah agama dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ajaran Islam yang benar dan menghindari pemahaman yang sempit.

4. Pemberdayaan Peran Perempuan

Perempuan juga harus diberdayakan dalam pendidikan agama. Mereka dapat memainkan peran penting dalam memberikan pemahaman agama yang benar kepada generasi muda dan mempromosikan nilai-nilai keadilan gender dalam masyarakat Aceh.

5. Kerjasama antara Lembaga Agama dan Pemerintah

Kerjasama yang erat antara lembaga-lembaga agama dan pemerintah Aceh adalah kunci dalam mengatasi tantangan dalam pendidikan agama. Setiap pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa pendidikan agama mencapai standar yang tinggi dan sesuai dengan ajaran Islam yang sejati.
ADVERTISEMENT

Mengakhiri Fanatisme dan Mengusir Kegelapan

Pendidikan agama di Aceh menjadi bagian penting dari identitas dan budaya masyarakat. Ini tidak hanya tentang ritual dan kepercayaan, tetapi juga tentang membentuk karakter yang baik dan moral yang kuat. Namun, tantangan dalam pendidikan agama harus diatasi agar pendidikan agama dapat memenuhi perannya dengan baik.
Masyarakat Aceh tidak boleh membiarkan fanatisme dan perilaku tercela merusak nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhurnya. Mengusir kegelapan dari lembaga pendidikan agama adalah tugas bersama semua lapisan masyarakat Aceh. Dengan upaya bersama, Aceh dapat tetap menjadi tempat yang mempertahankan nilai-nilai Islam yang sejati. Pendidikan agama di Aceh dimulai dari tingkat Madrasah atau Meunasah sebagai dasar keilmuan.