Stereotip dan Realitas Profesi Guru dalam Perspektif Sosiologi

Yusran
Pendidik di SMA Islam Athirah 1 Makassar
Konten dari Pengguna
25 November 2023 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru ketika melakukan trasformasi ilmu pengetahuan di kelas. Foto: Yusran
zoom-in-whitePerbesar
Guru ketika melakukan trasformasi ilmu pengetahuan di kelas. Foto: Yusran
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konstruksi sosial dalam profesi guru merupakan realitas kompleks yang melibatkan interaksi antara stereotip dan kenyataan. Stereotip tentang seorang guru seringkali menciptakan gambaran yang terbatas dan tidak akurat mengenai peran mereka dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, kita sering melihat guru sebagai sosok yang penuh dedikasi, memberikan pengabdian tanpa pamrih kepada generasi muda. Di sisi lain, ada stereotip yang merendahkan, seperti pandangan bahwa menjadi guru adalah pilihan karier yang kurang prestisius atau hanya sebagai pekerjaan sampingan.
Pentingnya membedah stereotip ini terletak pada pengakuan bahwa profesi guru sebenarnya memainkan peran sentral dalam membentuk masa depan masyarakat.
Guru ketika membimbing siswa dalam melaksanakan ibadah. Foto: Yusran
Melihat lebih dekat pada realitas, kita menemukan kompleksitas yang melibatkan aspek-aspek seperti pendidikan, etika, dan dukungan masyarakat. Guru bukan hanya penyampai informasi, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial yang mampu membentuk karakter dan pandangan siswa. Oleh karena itu, penting untuk menggali lebih dalam dan menggugah kesadaran masyarakat akan peran guru sebagai pemimpin pendidikan.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif sosiologi, konstruksi sosial dalam profesi guru dapat dianalisis sebagai hasil dari interaksi sosial yang melibatkan individu, kelompok, dan struktur masyarakat. Stereotip tentang guru, baik yang positif maupun negatif, dapat dilihat sebagai produk dari proses sosialisasi di mana norma dan nilai-nilai tertentu diinternalisasi dan dipertahankan oleh anggota masyarakat.
Misalnya, pandangan bahwa guru adalah pahlawan “tanpa tanda jasa” yang dapat dipahami sebagai hasil dari budaya yang menghargai nilai-nilai ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Sosiologi mengajarkan kita untuk melihat konstruksi sosial ini sebagai bagian dari pertarungan kekuasaan dan struktur sosial. Profesi guru sering kali terjebak dalam ketidakseimbangan kekuasaan, di mana mereka mungkin merasa tidak dihargai oleh masyarakat atau sistem pendidikan. Faktor-faktor seperti rendahnya status sosial, perlindungan hukum, dan ekonomi guru dapat memperkuat stereotip negatif dan mempengaruhi persepsi mereka dalam masyarakat.
Guru ketika mendampingi siswa saat mengikuti berbagai kompetisi di luar sekolah. Foto: Yusran
Dalam konteks analisis teori fungsional struktural yang dicetuskan oleh Emile Durkheim. Lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kantor, lingkungan ibadah, dan lingkungan-lingkungan lainnya pasti membutuhkan seseorang atau sekelompok orang untuk menjalankan lingkungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, berjalannya suatu lingkungan tak bisa dilepaskan dari peran atau fungsi manusia itu sendiri dalam suatu lingkungan, karena setiap manusia pasti memiliki tugasnya masing-masing dalam suatu lingkungan yang di mana setiap tugas itu disesuaikan dengan fungsi dari manusia atau kelompok itu sendiri.
Seperti halnya profesi guru yang memiliki fungsi sentral dalam mendidik, membimbing, dan mencerdaskan siswa yang tentunya sama dengan profesi lain dalam menjalankan fungsi masing-masing dan mendapatkan apresiasi tinggi serta stereotip positif dari Masyarakat.
Kita dapat melihat bagaimana profesi guru dianggap sebagai elemen penting dalam menjaga stabilitas dan integritas masyarakat melalui fungsi dan perannya. Sebagai contoh, fungsionalisme menyoroti peran guru sebagai agen sosialisasi utama yang membantu mentransfer nilai, norma, dan pengetahuan serta membentuk karakter positif kepada generasi muda.
ADVERTISEMENT
Dengan mengakui fungsi dan peran guru dalam mendidik generasi muda, maka masyarakat menciptakan konstruksi sosial yang mendukung fungsinya. Dengan cara ini, citra positif tentang guru sebagai pahlawan pendidikan dapat dianggap sebagai cara untuk mempertahankan dan mendukung fungsi kritis mereka dalam masyarakat.
Guru ketika mendamingi siswa pada kegiatan penguatan karakter di luar lingkungan sekola. Foto: Yusran.
Jika konstruksi sosial tidak mencerminkan realitas pekerjaan guru atau jika tidak ada pengakuan yang memadai terhadap kontribusi mereka, ini dapat menciptakan ketidakseimbangan yang dapat mengancam stabilitas dan integritas sosial.
Maka melalui pendekatan yang berbasis pada perspektif sosiologi ini, kita dapat memahami lebih baik kompleksitas konstruksi sosial dalam profesi guru.
Hal ini dapat membantu merumuskan kebijakan yang lebih inklusif, membuka peluang bagi semua individu yang ingin terlibat dalam dunia pendidikan, dan mengubah norma-norma sosial yang mungkin membatasi potensi positif profesi guru.
ADVERTISEMENT