Konten dari Pengguna

Penandaan Batas dan Andil Garapan Izin PS untuk Mewujudkan Kepastian Hukum

Muamar
Presiden Mahasiswa UNIS Tangerang 2006-2008, 2008-2009, Ketua DEWIL Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Banten, Saat ini ASN pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
30 Juli 2022 14:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muamar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
A. Latar belakang
Perhutanan sosial merupakan salah satu program prioritas nasional yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan menyeimbangkan prosentase penguasaan terhadap Kawasan hutan, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar Kawasan hutan. Di awal masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan target seluas 12,7 juta hektar Kawasan hutan diberikan kepada masyarakat melalui hak akses dalam skema Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Menindaklanjuti target Presiden tersebut, secara kelembagaan KLHK membentuk satu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang perhutanan sosial, yaitu Direktorat jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Tujuannya adalah mempercepat distribusi akses legal masyarakat terhadap Kawasan hutan, dan sampai tanggal 1 Juli 2022 realisasi capaian luas Kawasan hutan yang telah diberikan kepada masyarakat seluas 5.019.111,09 hektare.
Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengaturan perhutanan sosial lebih kuat karena dimuat dalam Pasal 29 A dan 29 B. lebih lanjut pengaturan tentang Perhutanan Sosial dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelanggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Walaupun persetujuan PS telah diberikan masih ada tahapan penting yang harus dilaksanakan oleh Kelompok Perhutanan Sosial untuk melakukan penataan areal agar dapat memastikan areal kerjanya dan juga menjamin perlindungan hak-hak masyarakat serta penyelesaian hak-hak pihak ketiga jika terdapat tumpeng tindih dengan persetujuan perhutanan sosial.
ADVERTISEMENT
B. Penataan Areal Perhutanan Sosial untuk Kepastian Hukum
1. Penandaan batas
Salah satu tahapan penting pasca pemberian persetujuan perhutanan sosial kepada masyarakat (perorangan, kelompok tani hutan/gabungan kelompok tani hutan, koperasi) adalah penerima izin harus melakukan langkah-langkah untuk penataan areal, hal ini diatur dalam Pasal 101 Permen LHK No.9 Tahun 2021 yang meliputi kegiatan a. penandaan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, b. inventarisasi potensi, c. pembuatan ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, d. pembuatan andil garapan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan e. pemetaan hasil penataan areal.
Selain diatur dalam P.9 Tahun 2021, ketentuan teknis penataan batas areal kerja perhutanan sosial juga diatur dalam Permen LHK No.7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan. Pasal 109 ayat (1) Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi, Pemegang Penetapan KHDTT, Pemegang Perhutanan Sosial melaksanakan Penataan Batas Areal Kerja paling lambat 2 (dua) tahun. Adapun permohonannya diajukan kepada Direktur yang membidangi Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan.
ADVERTISEMENT
Pasal 109 ayat (3) tahapan penataan batas areal kerja yaitu:
a) Pembuatan rencana penataan batas dan peta kerja;
b) Pembuatan instruksi kerja penataan batas;
c) Pemasangan, penandaan tanda batas dan pengukuran batas kawasan hutan;
d) Pemetaan hasil penataan batas;
e) Pembuatan dan penandatanganan laporan dan peta hasil tata batas; dan
f) Pelaporan.
Selain tahapan sebagaimana dimaksud di atas, penataan batas untuk areal dilakukan dengan metode yang sederhana karena pemegang persetujuan perhutanan adalah masyarakat. Lebih lanjut dalam Pasal 102 Permen LHK No.9 Tahun 2021, Susunan tim penandaan batas terdiri atas unsur: pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan social, OPD bidang kehutanan, KPH, pendamping, Pemerintah Desa/Kelurahan, pemegang perizinan lainnya yang arealnya bersinggungan dengan batas areal persetujuan pengelolaan perhutanan social.
ADVERTISEMENT
Dalam hal terdapat perubahan batas hasil penandaan batas dengan peta Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, batas areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial mengikuti hasil penandaan batas.
2. Pembuatan ruang areal persetujuan pengelolaan perhutanan sosial
Langkah lanjutan pasca penataan batas areal pengelolaan perhutanan sosial adalah pembuatan ruang dengan didasarkan pada hasil inventarisasi potensi meliputi kondisi Kawasan hutan, jenis dan sebaran potensi hasil hutan kayu, jenis dan sebaran potensi hasil hutan bukan kayu dan jenis dan sebaran potensi jasa lingkungan. Untuk areal perlindungan didasarkan pada kondisi berupa: a. hutan alam; b. sempadan sungai; c. sempadan pantai; d. sempadan danau; e. sekitar mata air; f. areal dengan lereng lebih dari 40% (empat puluh persen); g. areal dengan ketinggian tempat lebih dari 2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut; h. areal gambut dalam; i. areal yang mempunyai nilai konservasi tinggi; dan j. situs budaya.
ADVERTISEMENT
Penatapan areal perlindungan dilakukan berdasarkan kesepakatan antar anggota persetujuan perhutanan sosial dengan didasarkan pada kepentingan bersama bahwa pengelolaan perhutanan sosial harus memperhatikan aspek ekologi secara proporsional demi keberlanjutan usaha. Areal yang ditetapkan sebagai ruang perlindungan, diberikan tanda batas sederhana atau alami sesuai kesepakatan
3. Pembuatan andil Garapan areal persetujuan pengelolaan perhutanan sosial
Setelah pelaksanaan penataan batas areal pengelolaan perhutanan sosial dan pembuatan ruang, tahapan penting lainnya adalah pembuatan andil Garapan areal perhutanan sosial. Jika pada tahap penataan batas dan pembuatan ruang pengelolaan perhutanan sosial bersifat komunal, andil Garapan bersifat sebaliknya yakni individu. Hal ini bertujuan memberikan kepastian hukum terhadap masing-masing anggota kelompok perhutanan sosial terhadap areal garapannya.
Pelaksanaan penandaan batas andil Garapan dilakukan oleh Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Ketua Kelompok Perhutanan Sosial dapat membentuk Tim Pelaksana yang mempunyai kompetensi teknis, manajerial dan social kultural yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan;
b. Organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;
c. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
d. Pendamping diantaranya dapat berasal dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, atau Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan;
e. Pemerintah desa/kelurahan;
f. Pemegang perizinan lainnya yang arealnya bersinggungan dengan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;
g. Pokja Percepatan Pesetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
h. Penyuluh sebagai Pembimbing Teknis lapangan
Secara umum proses pembuatan andil Garapan didasarkan pada peta penandaan batas yang sudah ditetapkan dalam berita acara dan memuat ruang pemanfaatan dan ruang perlindungan, Langkah selanjutnya adalah tim yang dibentuk oleh kelompok perhutanan sosial melaksanaan pengambilan titik koordinat dan penandaan batas andil Garapan. Hasil kegiatan dituangkan dalam berita acara dan lampiran yang berisi daftar ruang Kelola dan data andil Garapan, peta/sket hasil pembuatan andil Garapan dan pembagian ruang Kelola, tally sheet pembuatan andil yang kemudian disusun peta penetapan areal andil Garapan.
ADVERTISEMENT
C. Peluang dan Tantangan untuk mewujudkan kepastian Hukum terhadap areal pengelolaan perhutanan sosial.
Pelaksanaan penandaan batas dan pembuatan andil garapan oleh Kelompok Perhutanan Sosial
Upaya untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap areal persetujuan perhutanan sosial melalui penataan areal dan pembuatan andil garapan memerlukan kerjasama yang baik antara para pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat, dunia usaha, Lembaga swadaya masyarakat, dunia Pendidikan. Hal ini dapat dipahami karena pelaksanaan penataan areal, pembuatan ruang kelola dan pembuatan andil Garapan adalah hal yang sulit apabila diserahkan kepada pemegang persetujuan tanpa adanya bantuan dan bimbingan teknis dari pihak terkait.
Dukungan dari para pihak terutama pemerintah (pusat dan daerah) dapat dilakukan dengan melaksanakan pelatihan bidang perpetaan untuk meningkatkan kapasitas kelompok perhutanan sosial dalam proses penataan areal, ruang kelola dan andil Garapan. Peran ini juga dapat dilakukan oleh pendamping yang berasal dari LSM, dunia usaha dan dunia Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Selain kemampuan teknis, hal lain yang penting dalam proses ini adalah kemampuan sosial kultural masyarakat yang tergabung dalam kelompok perhutanan sosial untuk dapat melakukan negosiasi di antara anggota kelompok maupun dengan pihak lain yang arealnya berbatasan langsung. Secara umum masyarakat yang mengelola Kawasan hutan sudah mempunyai local wisdom.
Hal lain yang penting adalah dukungan anggaran yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan penataan areal dan pembuatan andil Garapan, sumbernya dapat berasal dari APBN, APBD maupun konstribusi dari sektor swasta yang concern terhadap isu-isu lingkungan hidup dan kehutanan. Dengan adanya dukungan dari para pihak dalam membantu masyarakat yang tergabung dalam kelompok perhutanan sosial, maka kepastian hukum terhadap areal persetujuan perhutanan sosial dapat diwujudkan sehingga cita-cita untuk menghadirkan masyarakat yang sejahtera dan hutan terjaga dapat terjadi sesuai dengan mukadimmah UUD NRI Tahun 1945.
ADVERTISEMENT