Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyisakan Asap: Menghilangkan Harap
31 Oktober 2024 9:31 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Adam Eldawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan (Kementerian Kesehatan RI, 2024), merokok merupakan faktor risiko yang memberikan kontribusi paling besar terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM). Sebanyak 290.000 orang meninggal setiap tahun di Indonesia akibat perilaku merokok karena kanker trakea, bronkus, dan paru, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), penyakit jantung, DM (Diabetes Melitus), dan stroke. Data SKI (Survei Kesehatan Indonesia) 2023 menunjukkan jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang dengan 7,4% di antaranya adalah perokok berusia 10 hingga 18 tahun. Selain itu, data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukan tingginya paparan asap rokok pada usia 15 tahun ke atas yang terjadi di restoran sebanyak 74,2%, gedung/kantor pemerintahan sebanyak 51,4%, dan transportasi umum sebanyak 40,5%.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka pengendalian tembakau atau menghilangkan asap, diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang belakangan ini menjadi sorotan publik, khususnya peraturan pengendalian tembakau yang diperbarui dari peraturan sebelumnya mengenai penjualan rokok eceran, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan. Namun, apakah dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah tersebut dapat menghilangkan asap dan menimbulkan harap untuk membangun kesehatan Indonesia yang lebih baik?
Pernahkah Anda merasa kesal ketika Anda melihat seseorang merokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, saat berkendara, atau tempat lainnya? Kekesalan tersebut telah difasilitasi oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melarang seseorang merokok di tempat-tempat tersebut dengan harapan untuk melindungi setiap warga negara dari paparan asap rokok, terutama pada kelompok rentan seperti anak dan ibu hamil. Namun, apakah pelarangan tersebut dapat berarti? Apakah peraturan mengenai penjualan rokok eceran, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan dapat lebih berarti?
ADVERTISEMENT
Tidak ada pengendalian tembakau yang lebih berarti antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Berdasarkan (Yang et al., 2024), Badan Kesehatan Dunia mengeluarkan strategi pengendalian tembakau dengan strategi MPOWER, yaitu Monitor penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahannya, Perlindungan terhadap asap rokok, Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok, Waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau, Eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau, dan Raih kenaikan cukai tembakau. Implementasi penuh dari strategi MPOWER terbukti dapat mempercepat penurunan jumlah perokok aktif.
Peraturan pengendalian tembakau dapat berarti apabila diimplementasikan dengan baik. Sayangnya di Indonesia, peraturan perlindungan terhadap asap rokok belum diimplementasikan dengan baik. Bentuk perlindungan terhadap asap rokok adalah dengan memberlakukan KTR atau Kawasan Tanpa Rokok (Kementerian Kesehatan RI, 2024). Berdasarkan penelitian (Marchel et al., 2019) menemukan bahwa implementasi KTR di SMP dan sederajat belum maksimal karena terdapat siswa, guru, dan karyawan yang berperilaku merokok di lingkungan sekolah. Berdasarkan penelitian (Nurfadilla & Aidha, 2022) menemukan bahwa implementasi KTR di SMA Swasta Amal Bakti Medan belum berjalan dengan baik karena banyak siswa yang tidak mengetahui adanya KTR, komite penyusun KTR belum dibentuk, sarana dan prasarana KTR belum memadai, sikap siswa, guru, dan staf belum sepenuhnya mematuhi larangan merokok di sekolah, pedoman KTR di sekolah belum dibentuk, dan pengawasan KTR belum terlaksana.
ADVERTISEMENT
Selain di lingkungan pendidikan, KTR juga belum diimplementasikan dengan baik di tempat lainnya. Berdasarkan penelitian (Hasibuan & Ulfha, 2022) menemukan bahwa implementasi KTR di wilayah kerja Puskesmas Binjai Kota belum berjalan baik karena ditemukannya warga yang belum mengetahui aturan KTR, belum adanya pedoman khusus KTR, kurang memadainya sarana dan prasarana KTR, belum sepenuhnya mematuhi larangan merokok, dan belum adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan KTR. Berdasarkan penelitian (Putra & Setyowati, 2022) menemukan bahwa implementasi KTR di lingkungan instansi pemerintah Kota Yogyakarta belum maksimal karena komunikasi yang belum optimal, disiplin kelompok sasaran yang rendah, intensitas pengawasan yang rendah, dan fasilitas tempat khusus merokok serta sarana mobilitas yang minim.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa KTR di Indonesia belum diimplementasikan dengan baik. Selain berfokus kepada penurunan jumlah perokok aktif dengan mencegah perokok pemula/baru dan memberhentikan perokok lama, seharusnya pemangku kepentingan juga berfokus kepada penurunan dampak paparan asap rokok kepada perokok pasif dalam bentuk secondhand smoke yaitu asap rokok yang dihirup oleh orang lain di sekitar perokok aktif ataupun thirdhand smoke yaitu residu atau sisa bahan kimia dari asap rokok yang menempel pada berbagai permukaan. Berdasarkan (Matt et al., 2024), paparan secondhand smoke meningkatkan risiko penyakit dan kematian serta paparan thirdhand smoke menyebabkan kanker, cacat lahir bawaan, atau gangguan sistem reproduksi. Kebijakan KTR telah menjadi kebijakan utama untuk melindungi setiap warga negara dari paparan asap rokok. Namun, kebijakan KTR saat ini tidak melindungi dari paparan thirdhand smoke, sehingga perlu ditinjau dan diperbarui.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan preambul kutipan Franklin D. Roosevelt di atas, kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan. Salah satu cara untuk membangun generasi muda adalah dengan membangun kesehatan yang lebih baik. Artikel ini mengingatkan pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan KTR dengan baik, atau bahkan ditinjau dan diperbarui kembali. Selain itu, artikel ini mengingatkan perokok aktif jika tidak bisa berhenti merokok, setidaknya patuh terhadap aturan KTR dan memperhatikan etika merokok.
Salus populi suprema lex esto: Hendaknya, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Referensi
ADVERTISEMENT