Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Parental Leave: Manifestasi Kesetaraan Gender Ekonomi Politik InternasionaI
24 Desember 2024 15:54 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhamad Ali Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gender dalam Ekonomi Politik Internasional
Apakah kesetaraan gender dalam kebijakan negara dapat menjadi katalis perubahan struktural di tingkat global, atau justru hanya menjadi kosmetik politik yang memperhalus ketimpangan yang telah mengakar? Pertanyaan ini menjadi relevan dalam diskursus kontemporer mengenai Ekonomi Politik Internasional (EPI), terutama ketika menyentuh isu gender yang kerap diabaikan atau dipandang sebagai isu "domestik" semata. Di tengah dominasi sistem kapitalis yang berorientasi pada produksi dan pertumbuhan ekonomi, relasi gender seringkali terperangkap dalam mekanisme subordinasi yang direproduksi melalui institusi sosial, budaya, dan ekonomi. Namun, bagaimana jika kebijakan gender dalam satu negara mampu merekonstruksi hubungan kekuasaan di ranah internasional? Swedia, dengan reputasinya sebagai negara yang progresif dalam kebijakan sosial, menghadirkan studi kasus menarik untuk menjawab pertanyaan ini. Kebijakan parental leave, yang didesain untuk mendukung peran laki-laki dan perempuan secara setara dalam rumah tangga dan dunia kerja, sering kali disebut sebagai wujud nyata dari kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Dalam kajian Ekonomi Politik Internasional, gender bukan hanya sekadar kategori sosial yang terhubung dengan peran biologis perempuan dan laki-laki. Lebih jauh, gender adalah elemen struktural yang saling terhubung dengan dinamika kekuasaan yang membentuk hubungan internasional. Dalam banyak hal, ketidaksetaraan gender adalah hasil dari praktik yang telah mengakar dalam sistem kapitalis dan neoliberalis, yang menganggap bahwa peran perempuan seringkali terbatas pada sektor domestik dan reproduktif, sedangkan laki-laki lebih sering ditempatkan di sektor publik dan produktif. Joan Acker, dalam teorinya tentang Gendered Institutions, juga menggarisbawahi bahwa institusi ekonomi global seperti perusahaan multinasional dan organisasi internasional sering kali memperkuat norma-norma gender tradisional. Hal ini terlihat dalam pembagian kerja berdasarkan gender, di mana pekerjaan yang dianggap "feminin" sering kali dibayar lebih rendah dibandingkan pekerjaan "maskulin" (Acker, 1990). Oleh karena itu, analisis gender dalam EPI tidak hanya mengungkap ketimpangan yang ada, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana kebijakan progresif dapat menantang struktur ini.
ADVERTISEMENT
Kesetaraan Gender dalam Kebijakan Ekonomi
Kebijakan parental leave di Swedia muncul sebagai bagian dari sistem kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip kesetaraan gender ke dalam kehidupan sehari-hari. Swedia memperkenalkan kebijakan parental leave pada tahun 1974, menjadi negara pertama yang menggantikan maternity leave dengan sistem yang lebih inklusif, memungkinkan kedua orang tua untuk berbagi cuti. Kebijakan ini terus berkembang hingga saat ini, mencerminkan komitmen negara terhadap kesetaraan gender (Haas, 2003). Saat ini, sistem parental leave di Swedia memberikan total 480 hari cuti kepada orang tua setelah kelahiran atau adopsi anak. Cuti ini dapat dibagi antara kedua orang tua, dengan ketentuan bahwa masing-masing orang tua harus mengambil minimal 90 hari (Sweden.se, n.d.). Hari-hari ini tidak dapat ditransfer ke pasangan, sebuah langkah yang bertujuan untuk mendorong partisipasi aktif kedua orang tua, terutama ayah, dalam pengasuhan anak. Secara finansial, orang tua yang mengambil parental leave menerima hingga 80% dari gaji mereka selama 390 hari pertama, dengan batas maksimum yang ditetapkan oleh negara. Sisa 90 hari dapat digunakan dengan kompensasi yang lebih rendah. Kebijakan ini juga memberikan fleksibilitas yang signifikan, memungkinkan orang tua untuk mengambil cuti secara penuh atau sebagian (misalnya, setengah hari) hingga anak mencapai usia delapan tahun.
ADVERTISEMENT
Ketika melihat kebijakan parental leave, kita melihat sebuah upaya sistematik untuk merombak norma ini dengan cara mengurangi perbedaan antara peran publik dan domestik yang dikaitkan dengan gender. Dalam hal ini, kebijakan tersebut bukan hanya berfungsi sebagai instrumen kesejahteraan sosial, tetapi juga mencerminkan sebuah pergeseran dalam cara negara melihat nilai pekerja dan tanggung jawab domestik dalam konteks global. Ini sejalan dengan argumen dari Chandra Talpade Mohanty yang menekankan pentingnya memahami gender sebagai konstruk yang tidak hanya lokal tetapi juga terkait dengan struktur global yang lebih besar, seperti imperialisme dan kapitalisme global (Mohanty, 2003). Kebijakan parental leave di Swedia menjadi representasi konkret dari bagaimana gender dapat diartikulasikan dalam ekonomi politik internasional. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada kesejahteraan keluarga, tetapi juga pada bagaimana mendekonstruksi norma-norma yang secara tradisional membatasi peran perempuan dalam ekonomi global. Swedia dengan kebijakan ini mengakui bahwa ekonomi tidak dapat dipandang sebagai entitas yang terpisah dari dinamika sosial, dan gender memainkan peran kunci dalam mendefinisikan akses terhadap kesempatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pendekatan ini mendekati gagasan yang diajukan oleh Cynthia Enloe dalam bukunya Bananas, Beaches and Bases, yang mengkritisi bagaimana kehidupan sehari-hari perempuan sering kali dijadikan sebagai elemen yang "tersembunyi" dalam praktik-praktik global. Enloe menunjukkan bagaimana perempuan terlibat dalam ekonomi global, meskipun seringkali peran mereka dipandang remeh atau tidak terlihat (Enloe, 1989). Dengan kebijakan parental leave, Swedia mencoba untuk menanggapi permasalahan ini dengan merangkul perempuan sebagai aktor yang setara dalam pembangunan ekonomi, baik di tingkat rumah tangga maupun sektor kerja yang lebih luas. Lebih lanjut, kebijakan ini juga dapat dilihat dalam konteks kritik terhadap neoliberalisme yang menempatkan tanggung jawab kesejahteraan sosial hanya pada individu atau pasar. Negara, melalui kebijakan seperti parental leave, menegaskan bahwa peran sosial negara tetap penting dalam menciptakan sistem yang lebih setara, yang tidak hanya memberi keuntungan pada segelintir individu, tetapi juga pada kelompok yang historically marginalized, yaitu perempuan dan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Di tingkat internasional, Swedia mungkin tidak dapat mengubah sistem ekonomi dunia secara langsung, tetapi kebijakan ini memiliki dampak signifikan pada cara negara-negara lain memandang gender dalam konteks ekonomi politik global. Kebijakan parental leave Swedia telah menjadi model yang diadopsi oleh banyak negara di Eropa dan sekitarnya, serta dipertimbangkan oleh negara-negara lain dalam upaya mengurangi ketimpangan gender di tempat kerja dan keluarga. Namun, meskipun kebijakan ini membawa angin segar, tantangan besar tetap ada. Tidak semua negara memiliki infrastruktur yang sama untuk menerapkan kebijakan serupa, terutama negara-negara dengan sistem ekonomi yang lebih konservatif atau bergantung pada model kerja yang tidak fleksibel. Selain itu, meskipun kebijakan ini membantu menyeimbangkan beban kerja antara laki-laki dan perempuan di rumah tangga, masih ada tantangan dalam hal budaya yang kuat terkait peran gender tradisional yang bisa memperlambat dampak penuh dari kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
Penutup
Parental leave di Swedia menjadi contoh konkret tentang bagaimana kebijakan negara dapat merefleksikan dan mengubah norma sosial yang mendalam terkait gender dalam ekonomi global. Kebijakan ini tidak hanya menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan sosial, tetapi juga berfungsi sebagai cara untuk mendekonstruksi relasi kekuasaan yang membedakan peran sosial antara perempuan dan laki-laki. Walaupun tantangan dalam implementasi di negara-negara lain tetap ada, Swedia memberikan bukti bahwa kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dapat mengubah tidak hanya struktur sosial, tetapi juga dinamika ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan ini bukan sekadar kebijakan domestik, melainkan cerminan dari bagaimana kebijakan sosial yang progresif dapat memberi dampak pada relasi internasional yang lebih luas. Kebijakan parental leave Swedia juga menunjukkan bahwa gender tidak hanya harus dilihat sebagai masalah individu atau keluarga, tetapi sebagai bagian integral dari sistem ekonomi yang lebih besar. Jika negara dapat lebih memandang kebijakan sosial sebagai instrumen untuk memperbaiki ketimpangan struktural global, maka langkah-langkah seperti parental leave bisa menjadi lebih dari sekadar langkah kecil menuju kesejahteraan, mereka bisa menjadi dasar untuk perubahan sosial yang lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Referensi
Acker, J. (1990). Hierarchies, jobs, bodies: A theory of gendered organizations. Gender & society, 4(2), 139-158.
Enloe, C. (1989). Bananas, Beaches, and Bases: Making Feminist Sense of International Politics. University of California Press.
Haas, L. (2003). "Parental Leave and Gender Equality: Lessons from the European Union." Review of Policy Research, 20(1), 89–114.
Mohanty, C. T. (2003). Feminism without borders: Decolonizing theory, practicing solidarity. Duke University Press.
Sweden.se. (n.d.). Work-life balance. Sweden.se. Retrieved December 16, 2024, from https://sweden.se/work-business/working-in-sweden/work-life-balance