Konten dari Pengguna

Tanpa SDM Berpendidikan, Negara Hanya Menjadi Penonton dalam Percaturan Global

Muhamad Ferdiansah
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta
17 Maret 2025 11:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Ferdiansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Potret seorang guru memberikan pembelajaran di dalam kelas.  Foto: Istock/NickyLloyd
zoom-in-whitePerbesar
Potret seorang guru memberikan pembelajaran di dalam kelas. Foto: Istock/NickyLloyd
Dalam dinamika global yang semakin kompetitif, peran sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas menjadi faktor utama dalam menentukan kemajuan atau kemunduran suatu negara. Sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara yang unggul dalam bidang pendidikan dan pengembangan SDM selalu berada di garis terdepan dalam berbagai aspek, baik ekonomi, teknologi, maupun diplomasi. Sebaliknya, negara yang mengabaikan pendidikan hanya akan menjadi penonton dalam percaturan global, tertinggal, dan bergantung pada kebijakan negara lain.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh nyata adalah Inggris pada masa Revolusi Industri. Keberhasilan negara tersebut dalam mengembangkan sektor industri bukan hanya didorong oleh inovasi teknologi, tetapi juga oleh tingginya kualitas SDM yang mereka miliki. Pendidikan dan pelatihan kejuruan berkembang pesat, melahirkan ilmuwan, insinyur, dan pekerja terampil yang menjadi motor utama dalam kemajuan industri. Inggris tidak hanya menjadi pelopor dalam revolusi manufaktur, tetapi juga berhasil mengamankan posisinya sebagai kekuatan ekonomi global.
Lantas, bagaimana dengan negara-negara yang saat ini masih tertinggal dalam aspek pendidikan? Banyak negara berkembang yang terus berjuang meningkatkan kualitas SDM, tetapi kebijakan yang diambil sering kali bersifat jangka pendek dan tidak berorientasi pada keberlanjutan. Anggaran pendidikan yang minim, sistem pendidikan yang tidak merata, serta kurangnya perhatian terhadap pengembangan keterampilan menjadi faktor utama yang menghambat kemajuan sebuah negara.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara, pendidikan masih dipandang sekadar formalitas, bukan sebagai investasi strategis. Lulusan perguruan tinggi banyak yang tidak siap menghadapi tuntutan industri karena kurikulum yang usang dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Akibatnya, tenaga kerja domestik kalah bersaing dengan tenaga kerja asing yang lebih terampil dan lebih adaptif terhadap perubahan global.
Lebih parah lagi, banyak negara yang mengabaikan pentingnya penelitian dan inovasi. Tanpa riset yang kuat, sebuah negara akan terus bergantung pada teknologi dan produk yang dikembangkan oleh negara lain. Hal ini menciptakan ketergantungan yang semakin dalam, di mana negara-negara yang tidak memiliki SDM unggul hanya menjadi pasar bagi negara maju. Mereka tidak mampu menciptakan nilai tambah dari sumber daya yang dimiliki dan hanya berperan sebagai konsumen dalam rantai ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Fenomena brain drain, di mana SDM terbaik lebih memilih bekerja di luar negeri karena kurangnya peluang di dalam negeri, juga menjadi pukulan telak bagi negara yang gagal mengembangkan sistem pendidikan dan lapangan kerja yang kompetitif. Ketika talenta-talenta terbaik lebih memilih berkontribusi di negara lain, negara asalnya semakin tertinggal, menciptakan lingkaran setan keterbelakangan yang sulit diputus.
Ironisnya, banyak pemerintah yang masih lebih fokus pada pembangunan fisik dibandingkan pembangunan manusia. Megaproyek infrastruktur sering kali dijadikan tolok ukur kemajuan, sementara kualitas pendidikan dan pengembangan SDM dikesampingkan. Padahal, sejarah membuktikan bahwa negara-negara yang maju secara ekonomi bukanlah mereka yang hanya memiliki jalan tol atau gedung pencakar langit, tetapi mereka yang memiliki masyarakat terdidik, inovatif, dan mampu bersaing di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Selain berdampak pada kemajuan ekonomi, rendahnya kualitas pendidikan juga melemahkan ketahanan demokrasi suatu negara. Masyarakat yang kurang terdidik lebih rentan terhadap manipulasi politik, propaganda, dan berita bohong (hoaks). Mereka tidak memiliki kemampuan berpikir kritis yang cukup untuk memilah informasi, sehingga menjadi target empuk bagi kepentingan segelintir elite yang ingin mempertahankan kekuasaan. Ketika kesadaran politik masyarakat rendah, kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak mencerminkan kepentingan rakyat secara luas, melainkan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Akibatnya, demokrasi yang seharusnya menjadi instrumen untuk kesejahteraan rakyat justru berubah menjadi alat untuk mempertahankan status quo.
Tanpa pendidikan yang baik, masyarakat sulit memahami pentingnya partisipasi aktif dalam politik, mulai dari memilih pemimpin yang kompeten hingga mengawasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka cenderung mudah terpecah belah oleh narasi populis yang hanya menawarkan janji kosong tanpa solusi konkret. Dalam jangka panjang, hal ini akan menciptakan siklus pemerintahan yang lemah, di mana keputusan strategis lebih banyak didasarkan pada kepentingan jangka pendek dibandingkan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, membangun SDM yang unggul bukanlah tugas yang bisa diselesaikan dalam semalam. Hal ini membutuhkan strategi jangka panjang, mulai dari reformasi sistem pendidikan, peningkatan kualitas pengajar, hingga kebijakan yang mendorong riset dan inovasi. Pemerintah harus memastikan bahwa pendidikan bukan hanya tersedia, tetapi juga berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Selain itu, dunia pendidikan juga harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Digitalisasi dan otomatisasi mengubah lanskap dunia kerja dengan sangat cepat, dan sistem pendidikan yang kaku hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak siap menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu, integrasi teknologi dalam pembelajaran, peningkatan keterampilan digital, serta pembelajaran berbasis proyek harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan modern.
Kesadaran akan pentingnya SDM unggul tidak hanya harus datang dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat. Pendidikan harus dilihat sebagai investasi yang akan menentukan masa depan bangsa, bukan sekadar kewajiban administratif. Masyarakat harus didorong untuk memiliki budaya belajar sepanjang hayat, di mana peningkatan keterampilan dan adaptasi terhadap perubahan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang semakin kompetitif, tidak ada ruang bagi negara yang hanya ingin menjadi penonton. Kemajuan tidak datang begitu saja, tetapi harus diperjuangkan dengan visi yang jelas dan strategi yang terukur. Negara yang gagal membangun SDM berpendidikan hanya akan menjadi pengguna teknologi yang dikembangkan oleh bangsa lain tanpa memiliki daya tawar dalam percaturan global.
Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan bukanlah opsi, melainkan keharusan. Jika sebuah negara ingin mengambil peran dalam percaturan global, maka ia harus memastikan bahwa rakyatnya memiliki kapasitas untuk berinovasi, berpikir kritis, dan bersaing dengan bangsa lain. Tanpa itu, negara tersebut hanya akan berjalan di tempat dan tertinggal dalam bayang-bayang negara yang lebih maju serta menjadi penonton dalam panggung dunia yang semakin dinamis.
ADVERTISEMENT