Banyuresmi, Kampung Para Maestro Tukang Cukur Indonesia

5 Januari 2017 17:48 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Situ Bagendit di Kecamatan Banyuresmi (Foto: Dok. Pemerintah Kabupaten Garut)
zoom-in-whitePerbesar
Situ Bagendit di Kecamatan Banyuresmi (Foto: Dok. Pemerintah Kabupaten Garut)
Profesi tukang cukur sudah jamak dilakoni banyak orang, dan beragam model barbershop pun sudah menjamur di setiap kota. Tapi tahukah bahwa para maestro tukang cukur terlahir dari kampung yang sama?
ADVERTISEMENT
Ya, tepatnya di Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Di kampung yang berjarak dua ratusan kilometer dari Jakarta ini, para kaum prianya sangat terampil mencukur rambut. Semacam bakat turunan. Mulai dari masyarakat biasa hingga presiden, pernah dicukur oleh para pencukur asal Banyuresmi.
Rudi, Ketua Umum Persatuan Pangkas Rambut Garut (PPRG) yaitu wadah bagi para pencukur rambut asal Garut, mengatakan keterampilan warga Banyuresmi dalam mencukur rambut punya sejarah yang panjang.
“Dulu tuh zamannya Kartosuwirjo waktu masih DI/TII. Lalu kemudian orang-orang di sini mulai merantau. Nah, pada awal merantau itu orang-orang di sini belum mempunyai pekerjaan, lalu belajar motong rambut. Dan hingga sekarang terus berlanjut,” cerita Rudi kepada kumparan Minggu (29/12/2016) di Garut.
Sudirman Said mengangkat ketua baru PPRG. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sudirman Said mengangkat ketua baru PPRG. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Rudi termasuk salah satu pencukur rambut senior dari Banyuresmi. Nama pejabat seperti Darmin Nasution, Adhiyaksa Dault, pembawa acara Andi F Noya, dan artis Caessar sudah pernah bersinggungan dengan gunting milik Rudi. Saban hari Rudi bekerja di Pancoran, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
“Yang membedakan, pekerjaan kami lebih detail dan bisa mendapatkan hasil yang bagus dibanding daerah lain,” lanjutnya soal rahasia pencukur rambut asal Garut.
“Kalau kata orang seputar tukang cukur Garut mah, alon alon asal kelakon, tidak grasak grusuk. Kita telaten dan cara kerja kita detail. Kemudian cara mereka melayani customer, lalu habis itu mereka minta pijit juga,” imbuhnya.
Soal sejarah ini disampaikan senada oleh Kepala Korwil PPRG, Irawan Hidayah. Menurutnya, keterampilan mencukur rambut warga Banyuresmi memang terkait dengan lahirnya gerakan DI/TII pada tahun 1942.
Gerakan DI/TII yang dikenal dengan negara Islam Indonesia itu, dimulai pada 7 Agustus 1942 oleh sekelompok milisi muslim pimpinan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Tasikmalaya. Tak jauh dari Garut.
ADVERTISEMENT
Saat terjadi pergolakan DI/TII, banyak warga Banyuresmi yang merantau ke beberapa daerah lain. Mereka lalu menjajal keberuntungan menjadi tukang cukur untuk bertahan hidup. Profesi inilah yang ternyata menjanjikan bagi pemuda lain di Banyuresmi.
“Karena masyarakat tidak punya keahlian dan asal usul yang kurang jelas, kemudian kita jalan keluarnya ya cukur rambut. Terus turun temurun hingga sekarang dari semenjak DI/TII,” ucap Irawan. “Awal mula memang dari Desa Banyuresmi, kemudian menyebar hingga mempengaruhi daerah daerah,” imbuhnya.
Spanduk acara PPRG. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Spanduk acara PPRG. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Tokoh tukang cukur Desa Banyuresmi, Garut, Ali Rahman (51), punya cerita sejarah lebih rinci. Menurut Ali, sejarah Banyuresmi sebagai kampung tukang cukur sebetulnya dimulai tahun 1937 di Kampung Bantarjati, Desa Bagendit, Bayuresmi, Garut.
ADVERTISEMENT
"Pendiri generasi pertama tukang cukur rambut dari Kampung Bantarjati ditunjuk oleh komandan tentara japan OKB yaitu Bapak Idi. Dia khusus mencukur tentara Jepang di Bandung dan Jakarta," kata Ali.
Idi mengajarkan keterampilannya mencukur itu kepada saudara kandungnya Haji Indi. Namun pada tahun 1941 Haji Indi beralih profesi ke bisnis konveksi, sedangkan pangkas rambut 'Serasi Delima' diserahkan ke saudara kandungnya yaitu Idrus atau Endus. Dia sebagai generasi kedua dan mendapat julukan Big Bos Cukur.
Pada tahun 1949/1950, generasi ketiga yaitu Eman membuka lapak cukur di Mayestik, Jakarta Selatan dinamai Pangkas Rambut Mega Warna. Saat yang sama ada saudaranya, Iyod, membuka pangkas rambut di Rawangun.
"Pada tahun 1962 keterampilan seni cukur rambut mulai menyebar ke tetangga kampung," lanjut Ali.
ADVERTISEMENT
Begitu seterusnya keterampilan mencukur menyebar luas hingga se-Kabupaten Garut dan sekitarnya, bahkan keluar Pulau Jawa yaitu Makassar, Kalimantan, Bangka dan Palembang.
Pencukur asal Banyuresmi tergabung di PPRG (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pencukur asal Banyuresmi tergabung di PPRG (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Siap Go International
Kepala Desa Banyuresmi, Ahmad Hidayat (44), menyebut profesi mencukur sudah memberi pendapatan yang memadai bagi banyak keluarga di Banyuresmi. Saat ini ada sekitar 1.500 pemuda dan orang tua yang menjadi pencukur rambut asal Banyuresmi.
“Mereka menyebar dari Kecamatan Banyuresmi ada yang ke Bali, Batam, Kalimantan, Sumatera dan lainnya. Jadi nggak cuma di Kabupaten Garut,” ucap pria yang disapa Ayat itu kepada kumparan Selasa (3/1).
Sebagai kepala desa, Ayat sangat menyadari keterampilan mencukur rambut adalah potensi yang besar bagi kampungnya. Karena itu Ayat sedang menyiapkan program pelatihan bagi warga kampungnya agar lebih terlatih menjadi tukang cukur.
ADVERTISEMENT
“Sekarang dari desa ini jadi program. Kami kerja sama dengan pihak ketiga sedang membangun tempat pelatihan untuk menggali potensi dan SDM warga. Bukan hanya bisa cukur, tapi dalam pelatihan ini juga dilatih bicara bahasa Arab dan utamanya Inggris,” papar Ayat.
“Proyeksinya go international,” imbuhnya mantap.
Rumah pelatihan potong rambut di Banyuresmi. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah pelatihan potong rambut di Banyuresmi. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Tempat pelatihan atau sekolah itu berupa bangunan dengan dana sekitar Rp 1,5 miliar. Progressnya sudah 95 persen. Ayat membuka pendaftaran yang langsung diserbu warga yang ingin berlatih. Padahal kuotanya hanya 20 orang untuk 3 bulan pelatihan.
“Program desa lewat BUMDes ‘Baraya Desa’. Ini komplit ada kursus bahasa, kursus cukur, cara melayani tamu, termasuk bahasa Arab dan Inggris. Selain untuk pelatihan, gedung ini disiapkan untuk mengurangi kenakalan remaja dengan fasilitas olah raga fitnes di bagian atas,” bebernya.
ADVERTISEMENT
“Jadi kita sebagai desa membantu menyiapkan lapangan kerja,” tambah Ayat yang pernah bekerja sebagai pencukur rambut di Cipulir hingga punya pangkas rambut sendiri di Cimahi.
Ke depan, Ayat berharap ada perhatian dari pemerintah untuk menjadikan keterampilan mencukur rambut sebagai salah model sekolah kejuruan. Hal ini sebetulnya sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi yang ingin mengembangkan pendidikan vokasi atau kejuruan.
“Kami resmi ada IMBnya, ada sertifikatnya dari Dinas Pendidikan. Jadi diakui pemerintah. Tapi ke depan berencana bikin sekolah kejuruan, karena ini masih program desa,” kata Ayat.