Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
KPK: Pansus Hak Angket Berpotensi Langgar UU MD3
30 Mei 2017 19:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Sebanyak 5 fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat telah mengirimkan perwakilannya ke panitia khusus hak angket KPK dalam Sidang Paripurna yang digelar hari ini, Selasa (30/5).
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Febri Diansyah menilai hak angket itu terkesan dipaksakan dan berpotensi melanggar aturan Pasal 201 Undang-Undang tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD.
Pasal itu mengharuskan pansus hak angket terdiri dari semua fraksi di DPR. Febri menuturkan, jika semua fraksi sudah mengirimkan perwakilannya, barulah pansus tersebut sudah sah memenuhi tata tertib DPR.
Berikut bunyinya: DPR membentuk pansus yang dinamakan panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR.
"Kalau pansus tetap dipaksakan terbentuk, tentu ini akan berisiko bertentangan dengan tata tertib, apakah pansus itu sah atau tidak akan menjadi satu persoalan hukum kembali," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
Maka itu, Febri menyarankan ada pengkajian ulang pembentukan pansus. Febri khawatir pansus malah memboroskan anggaran negara.
ADVERTISEMENT
"Kalau nantinya pansus dinyatakan tidak sah, bagaimana dengan anggaran yang sudah telanjur dipakai?" ujar Febri.
[Baca juga: 5 Fraksi Kirim Perwakilan di Pansus Hak Angket KPK ]
Usulan hak angket bermula saat Anggota DPR asal Fraksi Hanura, Miryam S. Haryani, menjadi saksi di sidang kasus e-KTP yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Salah satu penyidik, Novel Baswedan, mengatakan Miryam diintimidasi oleh sejumlah anggota DPR agar tidak mengungkapkan bagi-bagi uang e-KTP kepada puluhan anggota DPR.
Namun menurut Miryam, justru penyidiklah yang telah menekannya.
Komisi III DPR lalu memanggil pimpinan KPK. Dalam Rapat Dengar Pendapat, Komisi III meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. KPK menolak. Wacana angket pun dimunculkan.
Angket merupakan hak DPR untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan. Artinya, KPK dapat memeriksa Miryam dan Novel Baswedan.
ADVERTISEMENT
Febri mempertanyakan soal pemeriksaan itu.
"Lalu bagaimana dengan kewajiban hukum dari pihak yang dipanggil? Itu akan menyisakan persoalan yang harus secara clear dijawab," ujar Febri.