Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Samyang Haram dari Sudut Pandang Undang-Undang
18 Juni 2017 15:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) per 15 Juni 2017, menerbitkan edaran kepada seluruh Balai POM se-Indonesia, tentang penarikan produk mi instan asal Korea, karena mengandung babi alias haram.
ADVERTISEMENT
Ada 4 produk yang tercantum di edaran itu: Samyang (U-Dong), Samyang (Kimchi), Nongshim, dan Ottogi. Semua produk ini wajib ditarik dari peredaran.
Babi adalah bahan tertentu, seperti tercantum di Peraturan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu atau Mengandung Alkohol.
Pasal 6 peraturan tersebut mengatur pelarangan izin edar. Ayat 1 pasal itu berbunyi: "Produk makanan dan minuman yang bersumber, mengandung, atau berasal dari bahan tertentu tidak diberikan izin edar".
Seluruh produk makanan dan minuman yang mengandung babi, tetap dapat diedarkan atau dijual asalkan mengikuti aturan di ayat 2:
"Dapat diberikan izin edar dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan tentang keamanan, mutu, gizi dan persyaratan label makanan."
ADVERTISEMENT
"Juga harus mencantumkan tulisan dan gambar 'mengandung babi + gambar babi' dalam kotak dengan warna merah di atas dasar warna putih."
Ada juga Peraturan Kepala BPOM tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan.
Kali ini, peraturan itu mengatur peredaran obat dan makanan yang mengandung babi. Pada Pasal 4 peraturan tersebut, setiap obat yang mengandung babi harus dicantumkan tanda khusus seperti ini: MENGANDUNG BABI.
Selain itu, jika pembuatan obat bersinggungan dengan bahan tertentu yang berasal dari babi, maka tandanya seperti ini: PADA PROSES PEMBUATANNYA BERSINGGUNGAN DENGAN BAHAN BERSUMBER BABI.
Bahkan untuk makanan, tandanya harus dicetak berwarna merah di dalam kotak berwarna merah yang dasarnya putih. Pesannya seperti ini: MENGANDUNG BABI.
ADVERTISEMENT
Peraturan itu ditetapkan di Jakarta pada 30 Juni 2010. Yang menandatangani adalah Kepala BPOM Kustantinah dan diundangkan pada 5 Juli 2010 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar.
Kembali ke Peraturan Kepala BPOM, sanksi bagi pelanggar, sebagaimana tercantum di Pasal 7 ayat 1, adalah:
a. Peringatan tertulis 3 kali
b. Penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi
c. Pembekuan dan/atau pembatalan Surat Persetujuan
d. Penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan.
Sedangkan Pasal 7 ayat 2 berbunyi: "Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Masih ada beberapa peraturan lain. Misalnya Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut di Pasal 8 h, bunyinya: "Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan 'halal' yang dicantumkan dalam label."
Babi, berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, termasuk hewan yang diharamkan menurut syariat.
Pasal 26 ayat 1 UU ini berbunyi: "Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yag berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal."
Sanksinya, seperti tercantum di Pasal 27 ayat 2:
a. Teguran lisan
b. Peringatan tertulis
c. Denda administratif
[Jika kamu ingin berbagi pengalaman makan mi Samyang, silakan klik di sini ]