Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hukum Adat: Sejarah Penemuan dan Kedudukan dalam Sistem Hukum Nasional
24 Desember 2023 17:19 WIB
Tulisan dari Muhamad Rizky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Penemuan
ADVERTISEMENT
Berbagai hukum yang berasal dari warga asli yang mendiami suatu wilayah, banyak ditemukan pada masa Eropa melakukan ekspedisi ke Afrika dan Asia untuk melakukan kolonisasi. Pada saat pemerintah kolonial datang ke Indonesia untuk pertama kali, mereka menemukan hukum "asli" yang hidup di tengah masyarakat Indonesia pada saat itu. Dalam penemuan tersebut, pemerintah kolonial merasa bahwa perlu adanya pencatatan dan pengakuan terhadap hukum masyarakat asli tersebut. Pemerintah kolonial dalam melakukan pencatatan tersebut membentuk suatu panitia atau menyuruh seorang individu untuk melakukan tugas tersebut. Selain itu, di Eropa sendiri, para sarjana mendorong berbagai kalangan untuk ikut serta menemukan dan menganalisis mengenai hukum "asli" dalam suatu masyarakat. Dorongan sarjana Eropa akhirnya membuahkan hasil, dimana banyak analisis teoritis yang dihasilkan. Hukum "asli" masyarakat Indonesia yang telah dicatat dan dikumpulkan tersebut, kemudian disebut sebagai adat law of Indonesia atau hukum adat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, walaupun pencatatan telah dilakukan dan banyak buku yang dikeluarkan mengenai hukum adat Indonesia, nyatanya masih sangat sedikit tulisan yang berkualitas mengenai hukum adat ini. Selain itu, data, analisis, dan tulisan-tulisan mengenai hukum adat di Indonesia pun banyak yang masih menggunakan bahasa Belanda pada masa itu, sehingga hanya sedikit yang dapat memahami dan meneruskan penelitian mengenai hukum adat.
Istilah hukum adat atau adat law dalam sejarah nya lahir untuk menjelaskan sebuah istilah yang dipakai oleh koloni Inggris, yaitu "Native Law and Custom". Selanjutnya, mengenai studi hukum adat, mulai dari awal perkembangannya sampai studi terakhir, telah diabadikan dalam buku Profesor Ter Haar. Namun, untuk membaca buku Ter Haar, dibutuhkan keahlian dalam berbahasa Belanda agar dapat mendalami mengenai ide-ide yang disajikan. Buku Ter Haar sendiri diperuntukkan untuk pemula yang sedang mempelajari hukum adat, terutama para mahasiswa hukum yang tengah berkuliah di universitas yang ada pada kota Batavia (sekarang Jakarta) pada zaman penjajahan. Selain Ter Haar, terdapat beberapa orang yang meneliti mengenai hukum adat, yaitu Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven.
ADVERTISEMENT
Snouck Hurgronje merupakan orang belandayang pertama kali menggunakan istilah adatrecht atau dalam bahasa Indonesia adalah hukum adat. Istilah tersebut dipakai Snouck saat ia meneliti mengenai hukum adat di Aceh pada tahun 1891-1892. Selain meneliti, Snouck juga ditugaskan oleh pemerintah Belanda untuk menjadi mata-mata bagi pemerintah Belanda, karena ia merupakan masyarakat Orientalis Belanda yang mengerti Islam dan Adat, maka ia sangat mudah memasuki daerah Aceh yang pada saat itu sangat susah ditembus oleh Belanda. Kemudian, setelah menyelesaikan penelitiannya, Snouck menghasilkan dua buku yang berjudul "De Atjehers" dan "Het Gayolands". Selanjutnya, Van Vollenhoven memakai istilah adatrecht sebagai suatu teknis yuridis dalam prosesnya menyusun hukum adat secara sistematis. Penyusunan hukum adat secara sistematis yang dilakukan oleh Vollenhoven menjadikannya sebagai Bapak Hukum Adat Indonesia. Cornelis van Vollenhoven menulis mengenai hukum adat dalam bukunya yang berjudul "Het Adatrecht van Nederlandsch Indie" pada tahun 1901-1933 dan mengeluarkan buku keduanya yang berjudul "De Ontdekking van het Adatrecht" pada tahun 1928. Selain itu, Vollenhoven juga merupakan orang Belanda pertama yang mengakui tentang adanya "Rights of Disposal" atau hak untuk mengalihkan suatu objek kepemilikan yang ada dalam masyarakat hukum adat.
ADVERTISEMENT
Kedudukan Hukum Adat
Hukum adat pada akhirnya diakui oleh pemerintah Belanda pada zaman penjajahan dan juga berlaku bersamaan dengan sistem hukum lainnya pada masa itu, yaitu hukum Eropa. Hukum adat mempunyai kedudukan sejajar dengan hukum Eropa yang didasarkan pada Pasal 131 ayat (6) Indische Staatsregeling (I.S), yang menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi masyarakat asli keturunan Indonesia. Namun, pada masa ini pengakuan tentang hukum adat terdapat pada Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyatakan bahwa disamping UUD yang tertulis, berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis. Hal tersebut berarti, hukum adat yang merupakan hukum tidak tertulis juga ikut berlaku bersamaan dengan UUD. Pada Pasal 18B ayat (2) amandemen UUD 1945 pun menyatakan bahwa negara mengakui kesatuan masyarakat adat dan hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup di tengah masyarakat dan tidak menyalahi aturan perundangan. Dapat disimpulkan bahwa, kedudukan hukum adat berada di bawah hukum nasional. Hal tersebut karena hukum adat diakui oleh negara dan berlaku mengikat bagi anggota masyarakat adatnya, tetapi perlu diketahui bahwa hukum adat yang berlaku tersebut haruslah masih hidup di tengah masyarakat dan tidak menyalahi peraturan perundangan yang ada.
ADVERTISEMENT
Live Update
Mantan Menteri Perdagangan RI Tom Lembong menjalani sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/11). Gugatan praperadilan ini merupakan bentuk perlawanan Tom Lembong usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
Updated 26 November 2024, 10:01 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini