Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Komunikasi Dakwah yang Bijak
11 Desember 2024 13:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhamad Rosit tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, masyarakat diramaikan oleh kontroversi gaya dakwah Gus Miftah yang dianggap tidak ramah pada jemaah. Dalam salah satu momentum pengajian di Magelang, Ia menggunakan kata-kata yang dinilai kasar saat berkomunikasi dengan seorang penjual es teh, yang kemudian menuai kritik dari berbagai kalangan. Hal itu dipandang tidak merepresentasikan adab, prinsip-prinsip dalam berdakwah, karena tidak searah dengan kelembutan, kesantunan dan hikmah yang sesungguhnya diajarkan dalam ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menimbulkan diskusi betapa pentingnya menjaga etika, adab dan kesantunan dalam menyampaikan dakwah. Sejatinya dakwah merupakan ajakan kepada kebenaran yang dilakukan dengan penuh belas kasih, kebijaksanaan, dan penghormatan terhadap audiens (mad’u). Dalam Al Quran (An-Nahl:125) juga sudah ditekankan bahwa pentingnya berdakwah dengan cara yang baik dan tidak menyakiti orang lain. Penggunaan kata-kata kasar menjadi pengingat bagi pendakwah untuk terus introspeksi dan menjadikan akhlak mulia sebagai dasar utama dalam menyampaikan ajaran Islam.
Pentingnya Komunikasi Dakwah
Peristiwa dakwah Gus Miftah bisa kita petik pelajaran bahwa pentingnya komunikasi dakwah oleh para da’i. Komunikasi dakwah merupakan seni menyampaikan ajaran Islam secara efektif agar mudah dipahami, diterima, dan diamalkan oleh audiens (mad’u). Tentu seorang da’I harus memahami karakteristik audiens, dan tidak bisa menyamakan seluruh audiens, seperti perbedaan latar belakang Pendidikan, Bahasa, adat, budaya, dan kebutuhan audiens pada materi dakwah.
ADVERTISEMENT
Pemahaman ini juga bisa membantu menyesuaikan gaya komunikasi dalam menyampaikan pesan, sehingga pesan dakwah menjadi bermakna dan dan relevan dengan audiens. Selain menggunakan bahasa yang mudah dicerna, serta kisah-kisah inspiratif kerapkali menjadi sarana yang ampuh untuk menjelaskan konsep-konsep ajaran keislaman secara lebih komprehensif.
Nabi Muhamad SAW merupakan teladan utama dalam berdakwah, dengan menggunakan hikmah dan kelembutan serta bisa merangkul di tengah keberagaman, sehingga penting sekali seorang pendakwah mengutamakan pendekatan yang penuh kasih sayang dan menghindari gaya komunikasi yang menghakimi, memaksa dan melukai audiens.
Prinsip-Prinsip Dakwah
Prinsip-Prinsip dakwah merupakan landasan utama dalam menyampaikan dalam berbagai cara atau pendekatan dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.
Pertama, Dakwah bi al-Hikmah. Prinsip dakwah yang merujuk pada penyampaian ajakan atau seruan dengan cara yang bijaksana, filosofis, dan argumentatif serta dengan penuh keadilan, kesabaran dan ketabahan. Dakwah ini melibatkan nasihat yang bijak dan komunikatif, serta menggunakan retorika yang menarik dan argumentatif. Tentu dakwah semacam ini menyesuaikan dengan kondisi dan situasi audiens (mad’u), mempertimbangkan intelektual, kondisi psikologis, serta dinamika sosial dan budaya mereka, sehingga relevan sesuai yang dihadapi audiens.
ADVERTISEMENT
Kedua, Dakwah Al-Mauidzah al-Hasanah. Prinsip dakwah yang dapat diartikan sebagai pelajaran yang baik, bertujuan mengajak audiens untuk meninggalkan perbuatan buruk melalui pendekatan motivasi dan peringatan. Tentu prinsip ini juga dengan gaya komunikasi yang lembut, keteladanan, pengarahan dan pencegahan dengan penuh kehati-hatian dan bersikap empatik pada audiens. Dalam konteks ini, peran pendakwah merupakan menjadi pembimbing sekaligus sahabat yang penuh belas kasih, memberikan nasihat bijak serta menciptakan kebahagiaan bagi audiensnya.
Ketiga, Dakwah Al-Mujadalah al-Ahsan. Prinsip dakwah ini dilakukan melalui diskusi, bantahan atau debat dengan cara yang santun, mengutamakan saling menghormati dan tanpa sikap arogan. Pendekatan ini bisa dilakukan kepada kelompok manusia yang keras, mereka bersikap sombong dan arogan dalam menentang dakwah. Oleh karena itu, menghadapi kelompok yang demikian, diperlukan pendekatan yang argumentatif untuk mematahkan kesombongan mereka, tetapi tentu saja tetap dengan gaya komunikasi yang lemah lembut serta arif bijaksana. Pendekatan yang halus ini jauh lebih efektif dalam meredam sikap keras kepala, karena kekasaran hanya akan memperkuat keangkuhan dan penolakan terhadap ajaran agama.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, prinsip-prinsip dakwah di atas menegaskan betapa pentingnya komunikasi dakwah dengan pendekatan yang bijaksana, santun, argumentatif sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis audiens. Dalam praktiknya tentu ini erat kaitannya dengan gaya komunikasi dakwah yang efektif, empati, penghormatan dan kelembutan tanpa mengurangi ketegasan dalam menyampaikan sebuah kebenaran.
Dengan gaya komunikasi yang relevan dan menarik serta menghargai latar belakang budaya sosial dan psikologi audiens, dakwah dapat menjadi sarana yang menyentuh hati, sehingga dapat diterima dengan baik oleh audiens, bukan dakwah yang mengolok-olok, menghina dan melukai audiens.