news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Krisis Finansial Asia di Korea Selatan dan Perkembangan Industri K-Pop

Zulfikar Singadikerta
Student-Researcher at Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
24 Maret 2021 12:35 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfikar Singadikerta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
TWICE of JYP Entertainment. Gambar: TWICE | Kpop Wiki | Fandom
zoom-in-whitePerbesar
TWICE of JYP Entertainment. Gambar: TWICE | Kpop Wiki | Fandom
ADVERTISEMENT
Hari-hari di musim panas tahun 1997 bukanlah hari yang menyenangkan bagi lima negara di Benua Asia. Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, dan terutama Thailand, yang tengah dilanda krisis finansial yang mengguncang perekonomian serta politik negara-negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Semua berawal dari pebisnis-pebisnis Thailand yang berutang kepada perbankan asing (yang menawarkan suku bunga rendah) pada awal 1990-an. Pada kala itu, utang luar negeri Thailand mencapai 87 miliar USD, dan 68% nya adalah utang luar negeri swasta. Utang dari pihak perbankan dan perusahaan finansial Thailand mencapai 33 miliar USD (Nidhiprabha, 1998).
Utang yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi Thailand ternyata tak seperti yang diharapkan. Hal tersebut bermula di kala salah satu mega proyek, yakni Muang Thong Thani, yang dibangun untuk merumahkan sekitar 700.000 orang tidak laku di pasaran. Sedangkan proyek tersebut telah didanai oleh asing. Semua sudah menduga jika Thailand, yang tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang masif di tahun-tahun sebelumnya, akan mengalami guncangan dalam perekonomiannya.
ADVERTISEMENT
Thailand yang pada saat itu juga tengah berada pada rezim fixed currency, mulai dipertanyakan valuasi mata uangnya (Baht), "Apakah Thailand memiliki cukup dolar-AS untuk dapat membuat kurs nya tetap?". Thailand pun pada akhirnya terpaksa mendevaluasi Baht.
Devaluasi mata uang, utang yang jatuh tempo, gelembung pasar saham & properti akhirnya telah membawa Thailand kepada jurang krisis lalu resesi. Ledakan gelembung ekonomi dari Thailand akhirnya menyebar ke penjuru Asia Timur dan Asia Tenggara. Indonesia dan Korea Selatan adalah dua negara selain Thailand yang amat sangat terdampak oleh krisis finansial Asia ini.
Michel Camdessus (IMF) dan Presiden Soeharto (1998). Sumber gambar : Forbes

Krisis Finansial di Korea Selatan

Di saat krisis finansial Asia secara tidak langsung meruntuhkan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 30 tahun lamanya di Indonesia, hal yang berbeda terjadi di Korea Selatan. Tidak seperti Indonesia, Korea Selatan yang tempo itu (dan sekarang) adalah salah satu raksasa ekonomi Asia, bersikap seakan mereka masih memiliki cadangan devisa untuk menangkal efek dari krisis finansial.
ADVERTISEMENT
Stanley Fischer, begawan ekonomi Amerika Serikat, yang pada saat itu menjabat sebagai First Deputy Managing Director dari IMF (International Monetary Fund), melakukan inspeksi kepada Bank of Korea di kala itu. Setelah diinspeksi, Korea Selatan ternyata tak lagi memiliki cadangan yang selalu dikoarkan oleh Bank Sentral Korea waktu itu. Mereka pun menyatakan menyatakan default atas utangnya kepada bank-bank Jepang dan negara barat lalu meminta bantuan kepada IMF.
Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan akhirnya mengalami penurunan confidence dan mata uang nya pun terdepresiasi. “Sistem finansial yang lemah, proses berutang yang berlebihan dari sektor privat, serta kurang nya transparansi antara pemerintah, pebisnis, dan perbankan telah berkontribusi terhadap krisis dan upaya yang rumit untuk menanggulanginya”, (Fischer, 1998). Apalagi di Korea, di akhir tahun 1980-an, perbankan diwajibkan untuk menyediakan pinjaman bagi para konglomerat (chaebol) dengan suku bunga yang rendah, (Charumilind, Kali, & Wiwattanakantang, 2006).
ADVERTISEMENT
Reformasi finansial yang dilakukan di pertengahan tahun 1990-an yang telah membuka aktivitas perbankan di Korea, serta membuka akses bagi perbankan domestik untuk melakukan pinjaman internasional jangka pendek (Radelet, Sachs, Cooper, & Bosworth, 1998). Para chaebol ini karena "dekat" dengan pemerintah sejak lama, mereka tak pernah sulit mendapatkan pinjaman-pinjaman dari perbankan Korea dan asing demi melakukan ekspansi bisnis mereka. Mereka pun dengan sadar memupuk beban utang kepada perekonomian Korea Selatan. Pada pertengahan 1997, utang perbankan korea ke perbankan asing tercatat mencapai 67,3 miliar USD.
Asian Tigers’ 1997 debts. Gambar : Radelet, Sachs, Cooper, & Bosworth, 1998. IMF, International Financial Statistics (1998)
Di penghujung tahun 1997, utang-utang Korea Selatan mulai jatuh tempo. Tak hanya itu, Hanbo Steel, mengalami kebangkrutan, masalah mulai terlihat di Sammi Steel dan Kia Motors, serta devaluasi Won dan resesi pun sudah di depan pintu. Korea Selatan yang pada saat itu dipimpin oleh Kim Young Sam, yang adalah Presiden Pertama Korea Selatan dari kalangan sipil (non-militer) memutuskan untuk mengambil paket pinjaman sebesar 55 hingga 58 miliar USD yang dikumpulkan oleh IMF.
ADVERTISEMENT
Pinjaman sebesar 21 miliar USD digelontorkan oleh IMF secara langsung, sedangkan World Bank menyediakan tambahan 10 miliar USD, lalu Asian Development Bank menyediakan sekitar 4 miliar USD. Sisanya kemudian diambil dari beberapa negara barat seperti Amerika Serikat yang siap meminjamkan hingga 20 Milyar USD (juga dari tetangganya yakni Jepang) sebagai second line of defense jika pinjaman dari organisasi multilateral tidak mencukupi (Pollack, 1997).
IMF via satu hal yang disebut structural adjustment program (Rodrik, 1990), kemudian menekankan Korea Selatan untuk membuka pasar nya, melakukan reformasi struktural pasca menerima bantuan dana tersebut. Dikarenakan Presiden Kim Young Sam per Desember 1997 akan habis masa jabatannya, Michel Camdessus, sang Managing Director dari IMF di kala itu, menekankan perjanjian reformasi struktural dan keterbukaan pasar tadi kepada tiga kandidat presidensial Korea Selatan, dan ketiganya pun memberikan janjinya. Upaya neoliberalisme IMF ini pun membuat Korea Selatan tak punya opsi lain selain menuruti kemauan IMF. Hal ini pun dilaksanakan demi Korea Selatan dapat menghela napas sejenak.
ADVERTISEMENT

Kampanye Pengumpulan Emas di kala Krisis dan Investasi Ekonomi Kreatif

Atmosfer masyarakat Korea Selatan yang terbilang ‘hampir panik’ pasca perjanjian dengan IMF, membuat presiden terpilih waktu itu, Kim Dae Jung, mendukung inisiatif dua konglomerat yang bertahan dari krisis; Samsung Group dan Daewoo Group dalam melaksanakan kampanye pengumpulan emas, di mana masyarakat Korea Selatan berlomba-lomba mengumpulkan emas asli di rumahnya dan menyumbangkannya agar Korea Selatan bisa mulai mencicil utangnya kepada IMF (Kim & Finch, 2002).
The "gold collection campaign" to help the Korean government tide over the 1998 finqancial crisis. (Yonhap). Taken from : The Korea Herald
Ketegaran dan kegigihan dari pemerintah dan masyarakat Korea Selatan dalam menghadapi masa dan pasca krisis itu mungkin secara jelas digambarkan dalam lirik Into The New World milik Girls’ Generation : “수많은 알 수 없는 길 속에, 희미한 빛을 난 쫓아가, 언제까지라도 함께하는 거야, 다시 만난 우리의”. (Menapaki jalan yang tidak kita ketahui, aku mengikuti cahaya yang redup, ini adalah sesuatu yang harus kita hadapi bersama, menuju dunia baru milik kita). Hal ini adalah sebuah fenomena yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Di kala masyarakat berlomba-lomba membantu pemerintah, Kim Dae Jung dan kabinet pun tidak tinggal diam. Dana-dana utang dari IMF selain digunakan untuk melunasi utang awal ke perbankan-perbankan asing, juga digunakan oleh pemerintah untuk merestrukturisasi ekonomi Korea Selatan yang berorientasi ke arah pengambangan teknologi; ICT, bioteknologi, juga pengembangan kultur, serta industri-industri bernilai tambah tinggi (Kim & Park, 2009).
Maka di tahun 1999, Presiden Kim, yang mencap diri sebagai bapak kultur Korea Selatan, memutuskan untuk menjadikan kultur (musik, film, sejarah, teknologi broadcasting, dan lain-lain). Sebagai salah satu sumber komoditas ekspor demi menambah pendapatan untuk mendongkrak ekonomi Korea Selatan pasca-krisis, dan lagi-lagi agar dapat membayar utang nya ke IMF. Meski sesungguhnya, ide ekspor kultur ini sudah bergulir sejak Presiden Kim Young Sam mencoba mengulas dan menyamakan pendapatan dari film Jurassic Park dengan penjualan 1,5 juta unit mobil Hyundai di tahun 1994, (Park, 2008).
GDP Growth of South Korea 1997– 2020. Sumber gambar : CEIC
Seperti yang telah dikabarkan oleh Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, dalam studi dari Kwon & Kim, (2014), pendapatan ekspor kultur Korea Selatan naik sekitar 553% dari yang nilainya hanya sekitar 658 juta USD menjadi 4,3 miliar USD dari tahun 2001 hingga 2011. Tentu lonjakan ekspor kultur ini amat sangat membantu pertumbuhan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi per kuartal Korea Selatan yang jatuh hingga -7,26% di bulan Q3 1998, meroket naik hingga 13,3% di Q4 1999.
ADVERTISEMENT
Divisi industri kebudayaan dari Kementerian Kebudayaan Korea Selatan pada masa Presiden Kim Dae Jung pun mendapatkan anggaran hingga 100 miliar KRW di tahun 1999 dan angka ini terus naik hingga 197,7 miliar KRW di tahun 2007. (Kwon & Kim, 2014). Korea Selatan membiarkan capital inflow masuk lebih deras ke dalam komoditas kultur ini. Di bawah kepemimpinan Presiden Kim Dae Jung pun, organisasi-organisasi seperti KOCCA, KBI, dan KOFIC, dibuat lebih bebas dan otonom (Shim, 2009). Segala hal terkait kampanye pengumpulan emas, neoliberalisasi gaya IMF dan restrukturisasi ekonomi, juga liberalisasi dan pengembangan industri kultur ini telah membantu Korea Selatan membayar lunas utang nya yang berjumlah 58 miliar USD kepada IMF di bulan Agustus 2001, bahkan Korea Selatan membayarnya sebelum jatuh tempo.
ADVERTISEMENT

Berkembangnya Korean Pop (K-Pop)

Gambar : SNSD/Girls’ Generation from : Allkpop
Dengan dipunggawai oleh the Big Three di awal kesuksesannya SM Entertainment, YG Entertainment, dan JYP Entertainment, yang semuanya berdiri di akhir tahun 90-an (sebelum dan ketika krisis mencuat) seluruh upaya pengambangan industri ini pun membuahkan hasil yang manis bagi ekonomi Korea Selatan. K-Pop telah menjadi sebuah fenomena global.
Jika, sebelum dan tahun-tahun setelah krisis finansial para masyarakat Korea mengenal grup musik/musisi seperti Seo Taiji and Boys, Roo’ra, Turbo, S.E.S, SechSkies, Park Jin Young (JYP), H.O.T, Fin.K.L dengan lagu ‘Eternal Love’ nya, Baby V.O.X, dan lainnya, maka kelanjutan kesuksesan ekonomi kreatif Korea Selatan di awal tahun 2000–2010 diprakarsai oleh musisi/grup seperti: BoA, Shinhwa, g.o.d, Gummy, Rain, yang lalu disusul oleh grup-grup seperti TVXQ, SS501, Super Junior, Wonder Girls, KARA, Bigbang, 2NE1, 2PM, Miss A, dan satu grup yang selalu dianggap sebagai nation’s girlgroup yaitu SNSD alias Girls’ Generation.
ADVERTISEMENT
Di masa generasi kedua inilah industri pop Korea mulai benar-benar digandrungi dan bisa dibilang global. Kesuksesan SNSD, Wonder Girls, dan 2NE1, dan Bigbang, yang masing-masing mewakili SM Ent., JYP Ent., dan YG Ent., menjadi senjata utama generasi kedua ini.
Red Velvet — Photoshoot ‘Psycho’. Sumber gambar : TheStandom
Namun, tidak berhenti disitu, hallyu wave pun terus menerjang dunia. Grup-grup baru banyak bermunculan, seperti Apink, EXO, Red Velvet, TWICE, Blackpink, GOT7, GFriend, Seventeen, BTS, kian meroket dan mendapatkan penggemar-penggemar yang loyal. Dalam hal ini BTS (di bawah BigHit Entertainment yang terbilang pemain baru di industri K-Pop) menyumbang sekitar 3,5 Milyar USD kepada PDB Korea per 2019, (Ro, 2020), BTS membawa industri K-Pop ke dalam level yang baru, menyebarluaskannya ke hampir seluruh penjuru dunia.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi tidak hanya berhenti di generasi ketiga, grup-grup baru terus bermunculan seperti; ITZY, IZ*ONE, Aespa, TXT, NCT, NiziU, Stray Kids. Permintaan terhadap produk-produk luaran K-Pop yang awalnya dikira akan surut, terlihat tidak mengalami penurunan, tren K-Pop terlihat naik dan selalu memunculkan grup-grup berakronim baru dengan konsep-konsep yang segar.
BTS (Bangtan Seonyeondan). Sumber Gambar : EARMILK
Banyak akhirnya yang kemudian mengatakan jika skena musik K-Pop sejatinya diawali oleh Seo Taiji, BoA, SNSD dan kini BTS, lalu industri nya diprakarsai dan dikembangkan oleh godfather of K-Pop yakni Lee Soo Man pendiri SM Entertainment. Akan tetapi kita seyogyanya tidak lupa, bahwa industri ini awalnya dipupuk oleh Presiden Kim Dae Jung sebagai salah satu upaya diversifikasi investasi negara untuk membayar utang kepada IMF.
ADVERTISEMENT
Maka, jika kita melihat banyak sekali akronim-akronim di dunia K-Pop seperti SNSD, BTS, EXO, BAP, SES, CLC, maka ada satu akronim yang amat sangat bermakna di dunia Hallyu ini, yaitu IMF (International Monetary Fund) dan figur-figur di belakangnya yakni; Michel Camdessus & Stanley Fischer.
Girlband K-Pop, Twice. Foto: Facebook/JYPETWICE
---
References
Charumilind, C., Kali, R., & Wiwattanakantang, Y. (2006). Connected lending: Thailand before the financial crisis. The Journal of Business 79, no. 1 , 181–218.
Fischer, S. (1998). The Asian Crisis: A View from the IMF — Address by Stanley Fischer. Washinton, D.C.: International Monetary Fund.
Haggard, S., Pinkston, D., & Seo, J. (1999). Reforming Korea Inc.: the politics of structural adjustment under Kim Dae Jung. Asian Perspective, 201–235.
ADVERTISEMENT
Kim, M.-S., & Park, Y. (2009). The changing pattern of industrial technology linkage structure of Korea: Did the ICT industry play a role in the 1980s and 1990s? Technological forecasting and social change, 76(5), 688–699.
Kim, S.-k., & Finch, J. (2002). Living with rhetoric, living against rhetoric: Korean families and the IMF economic crisis. Korean Studies, 120–139.
Kwon, S.-H., & Kim, J. (2014). The cultural industry policies of the Korean government and the Korean Wave. International Journal of Cultural Policy, 20:4, 422–439, DOI: 10.1080/10286632.2013.829052.
Nidhiprabha, B. (1998). Economic crises and the debt-deflation episode in Thailand. ASEAN Economic Bulletin, 309–318.
Park, K. A. (2008). The Growth of Cultural Industry and the Role of Government: the Case of Korea. Boston, Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology.
ADVERTISEMENT
Pollack, A. (1997, December 4). Crisis in South Korea: The Bailout; Package of Loans Worth $55 Billion is Set for Korea. Retrieved December 10, 2020, from https://www.nytimes.com/1997/12/04/business/crisis-south-korea-bailout-package-loans-worth-55-billion-set-for-korea.html
Radelet, S., Sachs, J. D., Cooper, R. N., & Bosworth, B. P. (1998). “The East Asian financial crisis: diagnosis, remedies, prospects. Brookings papers on Economic activity 1998, no. 1 : 11–90.
Ro, C. (2020, March 9). BTS and EXO: The soft power roots of K-pop. Retrieved from BBC: https://www.bbc.com/culture/article/20200309-the-soft-power-roots-of-k-pop
Rodrik, D. (1990). How should structural adjustment programs be designed? World development 18, no. 7: 933–947.
Shim, A. G. (2009). From the center of different peripheries: constructing cultural content in a new age of diversity. the Korean Studies Association for Australasia Conference, 301.
ADVERTISEMENT