Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hukum Islam Terhadap Harta yang Didapat dari Hasil Rampasan
2 Juli 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Muhammad Nasrullah Maruf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengertian Rampasan dan Harta Haram
Rampasan atau ghasb dalam Islam merujuk kepada pengambilan harta orang lain tanpa hak yang sah dan tanpa izin pemiliknya. Perbuatan ini termasuk dalam kategori dosa besar karena melanggar hak milik orang lain secara zalim. Harta yang diperoleh dari hasil rampasan ini disebut sebagai harta haram, yang secara hukum syariat tidak boleh dimanfaatkan atau digunakan.
ADVERTISEMENT
Dalil Tentang Harta Haram
"وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ" (البقرة: 188)
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Pandangan Islam Terhadap Penggunaan Harta Haram
"إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا" (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim)
Konsekuensi Menggunakan Harta Haram sebagai Upah
Jika seseorang menerima upah atau gaji dari harta yang didapatkan melalui perampasan, maka ada beberapa konsekuensi yang perlu diperhatikan:
Ketidakberkahan Harta: Harta yang berasal dari sumber haram tidak akan membawa keberkahan dalam kehidupan seseorang. Meskipun secara materi terlihat mencukupi, namun dampaknya akan dirasakan dalam bentuk masalah kehidupan lainnya, seperti ketidaktenangan jiwa dan rusaknya hubungan sosial.
ADVERTISEMENT
"مَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ وَكَانَ إِثْمُهُ عَلَيْهِ" (رواه ابن حبان)
“Siapa yang mengumpulkan harta haram kemudian ia bersedekah dengan harta tersebut, maka tidak ada pahala baginya dan dosa tetap atasnya.” (HR. Ibn Hibban)
Dosa dan Pertanggungjawaban di Akhirat: Orang yang mengetahui bahwa upah atau gaji yang diterimanya berasal dari harta haram dan tetap menerimanya, maka ia ikut serta dalam dosa yang dilakukan oleh perampas tersebut. Di akhirat kelak, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas harta yang diterima dan bagaimana cara memperolehnya.
"وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَىٰ نَفْسِهِ" (النساء: 111)
“Barang siapa yang berbuat dosa, maka sesungguhnya dia hanya akan membalas dosanya itu sendiri.” (QS. An-Nisa: 111)
ADVERTISEMENT
Tidak Diterimanya Ibadah: Harta haram yang masuk ke dalam diri seseorang dapat menjadi penghalang diterimanya ibadah yang dilakukan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa doa seorang yang makan dari harta haram tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.
"ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ" (رواه مسلم)
“Seorang laki-laki yang lama bepergian, rambutnya kusut masai dan berdebu, lalu menadahkan kedua tangannya ke langit (seraya berdoa): 'Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan barang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.” (HR. Muslim)
Rusaknya Hubungan Keluarga: Harta haram yang masuk dalam keluarga dapat merusak hubungan dan keharmonisan rumah tangga. Ketidakberkahan harta dapat menyebabkan konflik internal, kurangnya kepercayaan, dan ketidaktenangan dalam keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dengan harta haram mungkin akan tumbuh dengan perilaku yang tidak baik, dan hubungan antara suami istri pun bisa terganggu karena dasar yang tidak berkah.
ADVERTISEMENT
"كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ" (رواه أحمد، الترمذي، والدارمي)
“Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Darimi)
Harta dari Pengolahan Tanah Rampasan
Khususnya mengenai upah yang diperoleh dari hasil pengolahan tanah yang dirampas, seperti tanah rakyat Palestina yang dijajah, Islam memberikan penekanan khusus:
Zalim Terhadap Pemilik Asli: Pengolahan tanah yang dirampas dari pemilik aslinya adalah bentuk kezaliman yang sangat besar. Tanah yang dirampas secara tidak sah harus dikembalikan kepada pemilik aslinya, yaitu rakyat Palestina, dan hasil dari tanah tersebut tidak boleh digunakan.
"مَنِ اغْتَصَبَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ" (رواه البخاري ومسلم)
“Barang siapa yang mengambil hak orang lain, maka pada hari kiamat akan diambil darinya sesuai dengan hak orang tersebut, baik dari kebaikannya maupun keburukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ADVERTISEMENT
Harta Haram Ganda: Hasil pengolahan tanah rampasan tidak hanya haram karena cara memperolehnya yang salah, tetapi juga karena melibatkan kezaliman yang berkelanjutan terhadap pemilik asli tanah tersebut. Upah yang diperoleh dari pengolahan tanah rampasan ini juga dianggap haram dan tidak boleh diterima.
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ (البقرة: 188)
“Dan janganlah kamu memakan harta orang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Dampak Sosial dan Politik: Selain dampak pribadi, penggunaan tanah rampasan seperti di Palestina juga memiliki dampak sosial dan politik yang besar. Menggunakan hasil dari tanah tersebut memperkuat struktur ketidakadilan dan penjajahan yang melanggar hak asasi manusia.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ (المائدة: 8)
ADVERTISEMENT
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, ketika menjadi saksi dengan adil.” (QS. Al-Ma'idah: 8)
Delegasi "The Indonesia Israel Trek" dan Akomodasi dari Pihak Panitia
Delegasi "The Indonesia Israel Trek" yang melibatkan kunjungan akademisi dan wartawan Indonesia ke Israel telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam konteks Islam adalah:
Normalisasi dengan Penjajah: Kunjungan ke Israel dapat dianggap sebagai bentuk normalisasi dengan penjajah yang masih menguasai tanah Palestina secara ilegal. Ini dapat dilihat sebagai bentuk pengakuan atas tindakan kezaliman dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina.
"وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ" (المائدة: 2)
ADVERTISEMENT
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Ma'idah: 2)
Dampak Propaganda: Kunjungan tersebut dapat dimanfaatkan oleh Israel sebagai alat propaganda untuk menunjukkan citra positif di mata dunia, sementara mereka terus melakukan penindasan terhadap rakyat Palestina. Akademisi dan wartawan yang berpartisipasi perlu menyadari bahwa mereka dapat digunakan untuk tujuan politik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
"مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ" (رواه أبو داود)
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
Akomodasi dari Pihak Panitia: Dalam hal ini, delegasi menerima akomodasi yang disediakan oleh panitia yang dibiayai oleh Amerika dan Israel. Islam mengajarkan untuk berhati-hati dalam menerima pemberian, terutama jika berasal dari sumber yang berpotensi haram atau terlibat dalam kezaliman. Menggunakan akomodasi yang dibiayai oleh pihak yang terlibat dalam penjajahan dan kezaliman dapat membawa implikasi hukum dan etika yang serius.
ADVERTISEMENT
"وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ" (البقرة: 188)
“Dan janganlah kamu memakan harta orang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Hukum Islam: Islam mengajarkan untuk berpihak kepada yang terzalimi dan menentang segala bentuk kezaliman. Kunjungan ke Israel, tanpa mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan dan penderitaan rakyat Palestina, serta menerima akomodasi dari pihak yang terlibat dalam penjajahan, dapat dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia.
"إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ" (النحل: 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90)
Solusi dalam Islam
Islam memberikan solusi bagi orang yang secara tidak sengaja atau terpaksa menerima harta haram sebagai upah. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil:
ADVERTISEMENT
1. Mengembalikan Harta kepada Pemilik Asli: Harta tersebut harus segera dikembalikan kepada pemilik aslinya, yaitu rakyat Palestina. Jika pemilik asli tidak diketahui, maka harta tersebut harus disalurkan untuk kepentingan umum tanpa niat mendapatkan pahala, seperti disumbangkan kepada fakir miskin atau digunakan untuk pembangunan fasilitas umum.
Dalil: Rasulullah SAW bersabda:
"مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ فِي عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ" (رواه البخاري)
"Barang siapa yang memiliki harta yang bukan haknya, maka ia harus mengembalikannya kepada pemiliknya." (HR. Bukhari)
2. Bertaubat dengan Sungguh-sungguh: Bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha, yaitu taubat yang sungguh-sungguh dengan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Taubat ini harus disertai dengan tindakan nyata untuk membersihkan diri dari harta haram dan mencari rezeki yang halal.
ADVERTISEMENT
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا" (التحريم: 8)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. At-Tahrim: 8)
Kesimpulan
Dalam Islam, harta yang diperoleh dari hasil rampasan adalah haram dan tidak boleh digunakan, termasuk sebagai upah atau gaji. Menggunakan harta haram tidak hanya membawa dampak buruk di dunia, tetapi juga di akhirat. Salah satu dampak paling serius adalah rusaknya hubungan keluarga dan keharmonisan rumah tangga. Khususnya mengenai upah dari hasil pengolahan tanah rampasan, Islam menegaskan bahwa ini adalah bentuk kezaliman yang harus dihindari. Dalam kasus delegasi "The Indonesia Israel Trek", partisipasi dalam kegiatan yang mendukung penjajahan dan kezaliman terhadap rakyat Palestina serta menerima akomodasi dari pihak panitia yang terlibat dalam penjajahan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, setiap muslim harus berhati-hati dalam memperoleh harta dan memastikan sumbernya halal agar hidup penuh keberkahan dan ridha Allah SWT.
ADVERTISEMENT