Ojek Gunung Botak: Berharap Ajal Tak Datang Hari Ini

21 Maret 2017 6:06 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekumpulan ojek dan penamabang Gunung Botak. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Ajal adalah kehendak Tuhan. Namun tak terbayang jika harus mempertaruhkannya tiap hari.
ADVERTISEMENT
Penambangan ilegal. Mendengar dua kata itu, mungkin yang terbayang adalah penambangan rakyat dengan kondisi serba kacau tanpa infrastruktur dan teknologi memadai.
Dan memang itulah yang terjadi di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Termasuk dalam infrastruktur jalan.
Bahkan sebelum mencapai area penambangan, kita akan menjumpai trek terjal dan bertanah lembek.
Di Gunung Botak, perlu waktu sekitar 30 menit untuk mencapai area puncak yang menjadi pusat aktivitas penambangan. Itu jika kita berjalan kaki. Tapi jika mengendarai motor, waktu tempuh tentu terpangkas signifikan, cukup 10 menit.
Motor digunakan para penambang untuk mengangkut material batu mengandung emas. Batu-batu itu dibawa ke tempat pengolahan tambang yang berada di kaki Gunung Botak, bahkan di Unit 18 Transmigran yang berjarak cukup jauh.
ADVERTISEMENT
Biasanya, satu motor mengangkut sekitar 4-5 karung material emas.
Penambang membawa hasil tambang emas. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
kumparan (kumparan.com) yang menyambangi Gunung Botak, Jumat (10/3), mencoba menumpang motor dua orang penambang saat naik-turun gunung itu.
Saat naik gunung, motor Usman, warga asal Ambon, jadi tumpangan. Sementara saat turun, giliran motor Handawan, warga asli Gunung Botak dan suku adat setempat, ditumpangi.
Baik Usman dan Handawan sama-sama berprofesi sebagai penambang emas di Gunung Botak --salah satu titik pusat penambangan emas liar di Pulau Buru. (Baca: )
Penambang membawa material emas dengan motor. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Saat perjalanan naik, trek yang dilintasi terasa sangat sulit dilalui oleh motor bebek atau matik biasa. Perlu modifikasi khusus pada beberapa bagian motor agar kendaraan roda dua itu mampu melewati tanah yang menanjak.
ADVERTISEMENT
Modifikasi dapat dilakukan misalnya dengan shockbreaker depan yang dibuat lebih tinngi, ban diganti dengan yang bergigi, pengendali rem belakang dipindah ke tangan, gir rantai depan diganti lebih kecil, gir belakang diganti lebih besar, dan bagian yang dianggap tidak penting seperti body dilepas.
Hasil tambang di Gunung Botak, Maluku. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Usman mengatakan, trek Gunung Botak jauh lebih baik daripada di Gunung Nona dan Gogorea yang juga daerah tambang emas liar di Pulau Buru.
Trek yang lebih “nyaman” itu membuat banyak orang memilih menambang di Gunung Botak, dengan alasan faktor keselamatan dan jarak tempuh.
Walau begitu, menurut Usman, trek di Gunung Botak juga kerap memakan korban. (Baca juga: )
Namun bagi Usman, risiko itu harus diambil demi penghasilan Rp 1 juta per hari yang diperoleh dari gunung tambang. (Baca: )
ADVERTISEMENT
“Banyak yang jatuh. Beberapa mati. Jadi ya rawan. Malam juga (tambang di gunung) masih tetap beroperasi. Risiko tidak ada yang tahu,” kata Usman yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang ojek di Kota Ambon.
Pesepeda motor membawa hasil tambang emas. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Sensasi saat menuruni Gunung Botak jauh lebih mengerikan ketimbang ketika naik. Betapa terasa amat tipis jarak antara kehidupan dan kematian.
Motor yang ditumpangi Kumparan (kumparan.com bahkan sempat terjatuh, untungnya (ya, masih untung) tidak terjadi tepat di bibir jurang.
Handawan sang sopir yang ke mana-mana membawa parang di pinggang --ciri khas orang adat Poboya-- mengatakan, ia tak bakal berani bawa penumpang jika kondisi treknya licin atau sedang hujan. Risikonya terlalu tinggi.
Ia lantas bercerita, pernah ada rekannya yang tewas karena motornya terpeleset ke jurang saat hujan lebat menyebabkan longsor.
ADVERTISEMENT
Bahaya sekali, bukan?
Semoga pengalaman nyaris terjun ke jurang tak anda alami.
Terjatuh di Gunung Botak (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)