Tamiya: dari Pabrik Penggergajian Kayu ke Dinasti Mainan Dunia

15 Mei 2017 7:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Yoshio Tamiya (Foto: Dok. Tamiya Blog)
Semua berawal dari sebuah pabrik penggergajian kayu milik Yoshio Tamiya yang didirikan tahun 1946. Tak ada yang istimewa dari pabrik ini --hingga pada 1948 pemiliknya memunculkan suatu terobosan penting.
ADVERTISEMENT
Yoshio memutuskan untuk membentuk divisi miniatur kayu. Lima tahun kemudian, ia berani “berjudi” dengan menutup pabrik penggergajian kayu. Perusahaannya mengubah fokus membuat benda-benda miniatur dari kayu.
Perjudian itu membuahkan hasil. Sejumlah miniatur kapal, mobil, dan tank buatan perusahaan Yoshio meledak laris di pasaran Jepang pada periode 1950-an.
Tak ingin terlena dengan kesuksesan yang baru diraih, Yoshio yang menarget pasar dunia mulai beralih ke plastik sebagai bahan produksi utama. Ia lalu mendirikan Tamiya Plastic Kogy pada 1962. Nilai investasi yang digelontorkan tak main-main: 4 juta Yen.
Produk-produk Tamiya kemudian mulai diekspor ke berbagai negara dan mendapat sorotan dalam Germany Nuremberg Toy Fair 1968.
Popularitas dan banyaknya permintaan akan produk Tamiya membuat perusahaan mendirikan pabrik baru dengan nilai investasi berlipat menjadi 10 juta Yen.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun berkontribusi lewat bidang tersebut, Yoshio mendapat penghargaan The Fifth Order of the Sacred Treasure dari pemerintah Jepang pada 1976.
Pada tahun itu pula Tamiya merilis R/C Porche 934 Turbo bertenaga listrik dengan skala ukuran 1/12 yang memacu melejitnya popularitas mobil radio kontrol.
Tahun berikutnya, terjadi perubahan penting di pucuk kepemimpinan dinasti Tamiya. Yoshio menyerahkan kekuasaannya kepada sang anak, Shunsaku Tamiya, yang naik takhta menjadi Presiden dan Direktur Eksekutif perusahaan.
Pergantian kepemimpinan ini tak lain karena usia Yoshio yang telah sepuh saat itu (72 tahun). Shunsaku juga dianggap dapat membawa angin segar bagi perusahaan yang terus membutuhkan inovasi untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan mainan lain yang berusaha merebut pasar Tamiya.
Bak buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, Shunsaku berhasil meneruskan kesuksesan sang ayah. Bisa dibilang, kepemimpinannya pada tahun 1980-an merupakan masa-masa emas bagi perusahaan yang berbasis di kota Shizuoka, Jepang, tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 1982, dengan terobosan membuat mobil Mini 4WD (4-Wheel Drive) rakitan, Shunsaku memulai sebuah dinasti dalam pasar mobil mainan dunia melalui pendirian Tamiya, Inc.
Sejak diluncurkan hingga hingga akhir 1989, total penjualan paket rakitan Mini 4WD di seluruh dunia mencapai 44 juta unit, dan menembus angka 50 juta pada pertengahan 1990.
[Baca: ]
Dinasti Tamiya pun membangun sejumlah pabrik di luar negeri seperti di Amerika Serikat dan Jerman untuk terus mengembangkan kekuatannya. Ia pun mulai menjadi sponsor untuk event-event balapan ternama seperti Reli Dakar dan Formula 1.
Pada 1995, Dinasti Tamiya berusaha memperkuat pengaruhnya di Asia dengan membangun pabrik di Filipina. Pada tahun itu, jumlah total penjualan Tamiya Mini 4WD mencapai 100 juta unit.
ADVERTISEMENT
[Simak: ]
Tamiya 4WD (Foto: Instagram @tamiya_mini4wd)
Hingga masuk era milenium, Tamiya terus bertahan. Pada 2008, Shunsaku menyerahkan kursi kepemimpinan kepada sang menantu, Masyuki Tamiya.
Meski tak mendominasi seperti dulu, popularitas Tamiya masih tetap diperhitungkan hingga kini.
Di Indonesia sendiri, berbagai kompetisi balapan Tamiya sampai tahun 2017 masih sering digelar dengan hadiah uang hingga jutaan rupiah.
Masayuki Tamiya (Foto: instagram @imanine_official)
Pada 1 Mei lalu, sang Presiden Tamiya, Masyuki Tamiya, meninggal dunia. Kepergiannya menjadi duka bagi para pecinta Tamiya di seluruh dunia, sekaligus menjadi momentum untuk mengenang kembali sejarah Dinasti Tamiya.
Simak juga: