Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
The Butterfly Effect, Ramalan Bisa Hancur Gara-Gara Kepakan Sayap Kupu-Kupu?
31 Desember 2024 8:52 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Adinata Yudha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu film yang heboh pada masanya di tahun 2004 adalah film “The Butterfly Effect”, tentu banyak dari kalian pasti juga pernah menontonnya dimana film yang mengisahkan seseorang yang tiba-tiba memiliki kekuatan untuk pergi ke masa lalu hanya dengan membaca dari buku diary miliknya, otomatis dia bisa mengingat seluruh kejadian yang pernah terjadi tapi hilang dari ingatannya namun ajaibnya sekecil apapun kejadian yang ia alami di masa lalu maka akan berdampak ke masa depan. Maka dari itu ia menggunakan kekuatannya untuk mencegah hal buruk yang pernah ia alami ketika ia sedang bersama teman-temannya, namun apa yang terjadi? Meskipun ia berhasil mengubahnya justru itu membuat masa depannya lebih buruk lagi sehingga ia pun terpaksa untuk mengubah kejadian masa lalunya kembali namun hal sama terulang kembali layaknya hal buruk bisa dicegah hal buruk lainnya muncul diluar dugaannya. Nah film ini punya satu pesan menarik dimana apabila kalian mengubah masa lalu maka tidak sedikitpun kalian bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, karena sekecil apapun hal yang kalian ubah bisa memicu kejadian besar yang terjadi diluar kendali kalian.
ADVERTISEMENT
Menariknya ini bukan hanya sekedar pesan saja karena film ini terinspirasi dari teori terkenal di matematika yang juga disebut dengan “The Butterfly Effect” sama dengan judul filmnya. Butterfly Effect adalah fenomena dimana tidak ada satupun rumus yang bisa memprediksi alam ini secara akurat karena entah itu ramalan atau prediksi sekalipun itu menggunakan komputer bisa kacau oleh satu kesalahan kecil yang mustahil kalian prediksi, bahkan konon ramalan cuaca bisa Chaos hanya karena kepakan kecil sayap kupu-kupu.
Kalau kita kembali di awal film “The Butterfly Effect” ada satu kalimat yang ditampilkan berbunyi “dikatakan suatu sekecil kepakan sayap kupu-kupu bisa menyebabkan topan di belahan bumi yang lain” – Chaos theory, sebenarnya apa maksud dari kepakan sayap kupu-kupu? Nanti kita akan bahas lebih lanjut namun yang pertama harus kalian ketahui sebenarnya adalah Chaos Theory. Chaos berasal dari bahasa Yunani khaos yang artinya kekosongan sering juga diartikan kekacauan, konon menurut mitologi Yunani dulunya dunia ini berasal dari Chaos yang kemudian menghasilkan Gaia (Dewa Bumi), Eros (Dewa Cinta), Erebus (Dewa Kegelapan) dan sebagainya yang kemudian sampai kita mengenal anak-anak mereka seperti Zeus, Athena, Hela dan yang lainnya namun kita tidak akan membahas cerita para dewa ini tapi poinnya adalah dulu pernah diyakini bahwa seluruh fenomena alam semesta seperti angin, badai, petir dan lainnya adalah ulah dari para dewa.
Hingga pada masa helenistik ketika mitos-mitos Yunani ini mulai berpisah dengan pikiran rasional, para filsuf mulai menanyakan dan berfikir karena mereka merasa bahwa alam ini tidak semisterius yang diceritakan karena alam ini kelihatannya memiliki pola sehingga mereka menamakan alam raya ini “Cosmos” lawan dari Chaos yang artinya dunia yang teratur, maka muncul orang-orang seperti Copernicus, Galileo, Kepler yang mencoba merumuskan bagaimana alam ini bergerak. Puncaknya adalah pada abad ke-17 saat Newton mengeluarkan buku Philosophiae Naturalis Principia Mathematica. Di Dalamnya ia merumuskan secara presisi bagaimana benda-benda alam semesta ini bergerak termasuk yang ada disekitar kita yang kemudian kita kenal dengan Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak Newton, melalui hukum itu seolah-olah Newton memberikan kita “kalkulator” yang cukup akurat sehingga kita bisa memprediksi benda-benda bergerak dari yang paling kecil hingga yang paling besar.
ADVERTISEMENT
Sampai pada saat itu ilmuwan membuat replika tata surya yang disebut dengan Grand Orrery. Alat ini menunjukkan bagaimana gerak planet di tata surya sehingga bisa memprediksi dimana planet itu akan berada di waktu tertentu dan menunjukkan bagaimana alam semesta bergerak seperti jam raksasa. Newton percaya bahwa seluruh alam semesta ini seperti mesin Orrery dimana seluruh alam semesta ini sudah terpola sehingga secara teori semua hal mudah untuk diketahui, inilah masa jayanya sains sehingga sains berkembang mulai pesat dan terbiasa mengalahkan fakta mitos.
Sayangnya keyakinan Newton dan beberapa ilmuwan yang ada runtuh seketika setelah seabad kemudian oleh seorang ahli matematika Perancis bernama Henri Poincaré, ia berkata bahwa memprediksi alam semesta secara akurat itu tidak mungkin karena ia menemukan Chaos. Hal ini erat kaitannya dengan “3 Body Problem” yang pada intinya bahwa Newton ketika merumuskan gravitasi hanya terbatas untuk 2 benda langit tapi ketika ia memasukkan benda ke-3 ke dalam hitungannya ternyata perhitungannya kacau, Newton kemudian berpikir lalu bagaimana dengan langit? dengan banyak elemen mengapa begitu stabil? Newton kemudian menyerah dan mengatakan bahwa alam semesta ini stabil bukan semata-mata hitungan matematisnya melainkan ada peran Tuhan disitu yang mengakibatkan bintang dan planet-planet tetap berada pada orbitnya.
ADVERTISEMENT
Nah keresahan Newton ini kemudian ternyata membawa pada temuan mencengangkan bahwa ternyata alam ini mempunyai pola unik yang menyebabkan tidak bisa diprediksi sepenuhnya namanya Chaos, tetapi kalian harus catat bahwa “Chaos” yang dimaksud adalah bukan berarti kacau tapi sesuatu yang justru memiliki keteraturan yang tinggi sampai-sampai kita tidak bisa memprediksinya. Nah fenomena ini kemudian dikenal dengan “Sensitive Dependence Of Initial Conditions” artinya sekecil apapun perubahan walau hanya 0,00001 sekian milimeter maka hasilnya akan berubah, inilah karakteristik dari Chaos dan inilah yang ditemukan oleh Henri Poincaré bahwa sebetulnya alam ini tidak sesimpel yang dipikirkan oleh Newton. Sialnya bahwa hampir seluruh atau mungkin seluruh hal yang terjadi di alam semesta ini punya karakteristik Chaos yang akan berubah walau dari hal kecil semata, salah bentuknya adalah cuaca.
Cuaca adalah salah satu hal yang sangat ingin diketahui manusia, kita ingin mengetahui bahwa apakah hari ini hujan atau tidak, hujannya gerimis atau deras. Karena itu sejak dulu manusia sering meramalkan cuaca entah itu dari dukun atau teknologi, sayangnya meski pakai teknologi ramalan tersebut seringkali tidak membantu karena cuaca adalah contoh paling tepat bagaimana Chaos itu terjadi. Pada tahun 80-an para ilmuwan lebih tepatnya ahli meteorologi pertama kalinya meramal cuaca menggunakan komputer karena pada saat itu komputer juga sedang berkembang dengan pesatnya. Salah seorang yang menjadi pionir jalannya rencana ramalan cuaca ini adalah Edward Lorenz, ia membuat program di komputer untuk meramalkan cuaca dengan 12 parameter cuaca seperti kelembaban, temperatur, tekanan udara dan sebagainya ia berpikir dengan modal 12 parameter tersebut bisa meramalkan cuaca untuk 2 bulan kedepan. Pada suatu hari ia mencoba memulai simulasinya dan singkatnya simulasi pertama telah selesai yang kemudian ia lanjut di simulasi kedua namun berbeda dengan simulasi yang pertama kali ini Edward memulainya tidak dari awal melainkan dari tengah dengan menginput nilai yang sudah ia dapatkan di simulasi sebelumnya. Hanya lewat beberapa jam ternyata grafiknya menyimpang, awalnya ia menuduh komputernya eror tapi ternyata bukan karena komputernya yang eror namun itu karena satu kesalahan kecil akibat dirinya yang menginput angka dengan ketelitian 3 angka di belakang koma padahal komputer itu menghitung dengan ketelitian 6 angka di belakang koma. Jika kalian memiliki kalkulator sains dari 6 angka ke 3 angka dibelakang koma itu perbedaannya sangatlah kecil bahkan bisa diabaikan namun ternyata grafik yang didapatkan oleh Edward Lorenz menyimpang, ia berkata bahwa perbedaan grafik yang ia dapat meski hanya sesilih sangat sedikit ketika menginput angkanya menyebabkan perbedaan yang terus meningkat 2 kali lebih besar seiring programnya berjalan.
Ingat grafik itu mewakili cuaca, grafik itu menentukan apakah cuaca akan cerah atau hujan deras tapi kalau grafik yang didapat menyimpang jauh hanya karena hal sepele artinya alam ini tidak bisa diprediksi. Nah kondisi inilah yang kemudian Edward Lorenz menulis sebuah artikel berjudul “The Butterfly Effect, Apakah Kepakan Sayap Kupu-Kupu Di Brazil Bisa Menyebabkan Tornado Di Texas?”. Tentu yang dimaksud Lorenz dengan kupu-kupu ini adalah metafora tapi poinnya adalah ramalan cuaca bisa terganggu oleh sesuatu yang kecil, sekecil kepakan sayap kupu-kupu. Gara-gara tulisan Edward Lorenz inilah “The butterfly effect” menjadi sangat populer bahkan digunakan bukan hanya untuk fisika dan matematika tapi untuk seluruh kejadian yang karena gangguan kecil situasinya jadi kacau termasuk dimanfaatkan dalam film-film.
ADVERTISEMENT
Kembali pada penemuan Edward Lorenz, sejumlah penelitian kemudian mencoba memecahkan apa yang sebenarnya terjadi oleh rumusnya Lorenz. Mereka menggambarkan grafik dengan rangkaian analog yang kemudian disebut “Lorenz Attractor” dan yang lebih mencengangkan gambar yang muncul adalah gambar yang mirip dengan sayap kupu-kupu.
Lalu apa maksud dari gambar ini, perhatikan gambar ini memperlihatkan garis yang terus menerus melalui lintasan yang berbeda, setiap titik lintasan ini mewakili cuaca yang akan diramalkan dan ternyata yang mengejutkan adalah titik lintasan yang terus berlalu itu tidak pernah sama sekali mengulangi jalan yang sama dan menyinggung lintasan yang sebelumnya. Gambar ini menunjukkan bahwa sekeras apapun kalian mencoba meramalkan atau memprediksi sesuatu, alam sepertinya terus menghindar mengambil jalur yang berbeda sehingga kalian tidak mungkin bisa tepat 100% dalam memprediksi. Nah apa yang telah ditemukan oleh Edward Lorenz dan Henri Poincaré tersebut kemudian membawa dan menjadikannya teori baru yang disebut dengan “Chaos Theory”, semakin dipelajari semakin ditemukan fenomena acak yang ada di dunia ini seperti aliran air, ranting pohon, gunung-gunung sampai detak jantung pun punya karakteristik Chaos yang sekali lagi Chaos disini bukan berarti kacau namun justru saking teraturnya pola tersebut sulit untuk diprediksi. Tapi hal yang perlu kalian catat adalah sekalipun itu tidak bisa diprediksi sains tetaplah berguna buktinya semua benda yang ada disekitar kita ini adalah hasil dari sains itu sendiri sedangkan Chaos mengajarkan kita masih banyak hal yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, apa yang telah kita pelajari hanyalah setetes air yang tidak sebanding dengan lautan yang masih sangat luas.
ADVERTISEMENT