Konten dari Pengguna

Film Live Action Adaptasi Animasi: Tantangan Memenuhi Ekspektasi Penggemar

Muhammad Alif Putrawan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
25 Oktober 2024 14:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Alif Putrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena adaptasi karya animasi menjadi film live action merupakan salah satu trend dalam industri film. Namun, tidak sedikit penggemar karya animasi tidak puas dengan hasil film live action yang diangkat ke layar lebar. Fullmetal Alchemist (2017), yang mengadaptasi manga populer 'Fullmetal Alchemist', mendapatkan respons negatif dari publik. Film ini mendapatkan rating 5.3/10 di salah satu situs database film di internet, IMDb.
Live Action & Manga Fullmetal Alchemist (Hasil Sunting Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Live Action & Manga Fullmetal Alchemist (Hasil Sunting Pribadi)
Perasaan kilas balik para penggemar yang direalisasilan dalam bentuk nyata adalah salah satu hal yang ditawarkan dalam film live action. Film live action yang mengadaptasi karya animasi tertentu memunculkan ekspektasi terhadap para penggemarnya. Para penggemar menginginkan esensi dalam karya animasi dapat dipertahankan dan diperlihatkan di film tersebut. Hal ini yang menjadi tantangan besar bagi para pembuat film live action yang mengadaptasi karya-karya animasi.
ADVERTISEMENT

Format Produksi yang Terbatas

Film live action memiliki format produksi yang kurang lebih sama dengan jenis film pada umumnya. Di sisi lain, film animasi memiliki format produksi yang berbeda dengan jenis film lainnya. Film animasi diciptakan dari serangkaian gambar dalam bentuk 2D atau 3D dan tidak mengandalkan fotografi konvensional (Astuti, 2022). Jadi, film live action dibatasi oleh teknologi komputer dan realita, sedangkan animasi hanya dibatasi oleh imajinasi pencipta.
Ilustrasi Proses Produksi Film (Sumber: freepik.com)
Karakter dan latar tempat pada beberapa karya animasi memiliki visual yang unik. Film live action yang mengadaptasi karya-karya animasi populer menghadapi tantangan ini dengan keterbatasan yang ada. Karya animasi 'Dragon Ball' memiliki gaya animasi yang khas, seperti mata yang terlihat lebih besar dan rambut yang berdiri tegak. Film live action 'Dragonball Evolution (2009)' memiliki karakter-karakter yang tidak menyerupai gaya visual khas tersebut, sehingga tidak mewakili karakter pada karya-karya pendahulunya.
ADVERTISEMENT

Isu yang Diangkat dalam Karya Animasi Terdahulu

Karya-karya animasi berhasil meningkatkan popularitasnya melalui isu-isu yang diangkat dalam karya tersebut, seperti isu sosial dan budaya. Film-film live action yang mengadaptasi karya animasi tertentu diharapkan untuk dapat mengangkat kembali isu yang sudah diangkat dalam karya animasi terdahulu. Para penggemar karya animasi tertentu menunjukkan kekecewaannya pada film live action yang mengadaptasi karya animasi tanpa melanjutkan isu yang ada dalam karya animasi tersebut.
'Mulan (1998)' adalah salah satu karya animasi produksi Disney yang berhasil merepresentasikan budaya-budaya Tiongkok dalam ceritanya. Film animasi ini di adaptasi ke dalam film live action dengan judul yang sama, 'Mulan (2020)'. Namun, muncul beberapa diskusi mengenai film ini, salah satunya adalah esai yang ditulis oleh Zhao (2020), yang mengatakan bahwa film 'Mulan (2020)' tidak menghargai budaya Tiongkok. Film ini dikritik karena hasilnya yang memberi pandangan orientalis terhadap budaya Tiongkok dalam film tersebut. Selain itu, staf produksi film ini didominasi oleh orang-orang kulit putih, khususnya pada staf yang memiliki pengaruh tinggi terhadap jalan cerita film, seperti sutradara, penulis skenario, hingga desainer kostum.
ADVERTISEMENT

Alur Cerita yang Berbeda

Karya animasi banyak digemari karena alur ceritanya yang menarik, salah satunya adalah manga populer Jepang berjudul 'Saint Seiya: Knights of the Zodiac' yang dirilis sejak tahun 1986. Popularitas manga semakin meningkat saat karya anime ini disiarkan pada tahun yang sama. Pada tahun 2023, karya animasi ini diadaptasi ke sebuah karya film live action berjudul 'Knights of the Zodiac (2023)'.
Film ini menunjukkan perubahan-perubahan yang signifikan dari karya orisinalnya, seperti menghilangkan beberapa karakter utama. Hal ini disambut tidak baik oleh para penggemar dari karya animasi 'Saint Seiya: Knights of the Zodiac'. Donohoo (2024), berpendapat bahwa film live action ini memperburuk reputasi 'Saint Seiya: Knights of the Zodiac' pada masa kini. Para penggemar sebagai harapan terakhir untuk meningkatkan kembali popularitas karya ini justru kecewa dengan film live action yang ditayangkan.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh:
Muhammad Alif Putrawan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Referensi:
Astuti, R. A. Vita. N. P. (2022). Buku Ajar Filmologi Kajian Film. UNY Press.
Donohoo, T. B. (2024, Oktober 3). Why Saint Seiya: Knights of the Zodiac Was So Disliked by Fans. CBR. https://www.cbr.com/saint-seiya-knights-of-the-zodiac-disliked-fans/
IMDb. (2017, Desember). Hagane no renkinjutsushi. IMDb. https://m.imdb.com/title/tt5607028/
Zhao, X. J. (2020, September 16). Everything Culturally Wrong With Mulan (2020) and How They Could’ve Easily Been Fixed. Medium. https://medium.com/@xiranjayzhao/everything-culturally-wrong-with-mulan-2020-and-how-they-couldve-easily-been-fixed-d6a97d0f774f