Toxic Masculinity: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Laki-Laki

Muhamad Daniel Akbar
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
18 Oktober 2022 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Daniel Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi emosi laki-laki sumber : pixebay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi emosi laki-laki sumber : pixebay
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sosial, laki-laki selalu menjadi "gacoan" dibanding dengan perempuan. Umumnya laki-laki selalu ditunjuk untuk memikul beban kehidupan. Bahkan dari zaman dahulu laki-laki selalu dinilai lebih kuat dari perempuan.
ADVERTISEMENT
Pandangan toxic masculinity membuat laki-laki "dipaksa" untuk menjadi tangguh dan kuat. Setiap lelaki sangat sering dituntut oleh keluarga dengan harapan harus mampu menghidupi keluarganya. Contoh lain dalam lingkup keluarga, anak laki-laki tidak boleh menangis dan menunjukan kelemahan. Mereka dipaksa untuk menjadi individu yang tangguh dan juga kuat. Dalam pandangan masyarakat saat ini, laki-laki tidak diperbolehkan untuk mengekspresikan perasaan mereka karena jika laki-laki marah hanya akan menimbulkan sikap agresi.
Hal-hal diatas tentunya akan memberikan dampak pada laki-laki sehingga membuat mereka tertekan sekaligus memikul beban kehidupan yang ada. Laki-laki yang belum siap terhadap realitas harapan yang diberikan akibat pandangan masyarakat tentang laki-laki yang harus menanggung beban kehidupan nantinya.
Toxic masculinity atau Maskulinitas Beracun merupakan sebutan yang sering digunakan untuk menunjukkan efek negatif terhadap sifat maskulin yang berlebihan. pandangan tersebut jelas tidak bisa dibenarkan, apalagi dampak yang ditimbulkan sangat buruk. Banyak orang tua yang melarang anaknya "menangis" apalagi jika anaknya adalah seorang laki-laki.
ADVERTISEMENT
Menurut pandangan penulis, hal tersebut sudah masuk ke dalam toxic masculinity yang membuat membuat anak laki-laki tumbuh dengan rasa trauma yang melekat karena didikan sejak kecil yang sudah melarang mereka memperlihatkan sisi lemah dan kesedihan yang mereka rasakan.
Menangis dianggap tak sesuai dengan kemaskulinan laki-laki. Padahal hal tersebut adalah reaksi alami untuk meluapkan emosi sebagaimana tertawa saat senang atau marah saat merasa kesal. Intinya, menangis menjadi satu hal yang dipandang hina jika laki-laki yang melakukannya. Masyarakat banyak menganggap sifat maskulin laki-laki adalah laki-laki yang melakukan tindakan merusak tubuh, katakanlah meminum minuman beralkohol dan merokok yang jelas secara ilmu kedokteran tidak sehat untuk tubuh.
Dilihat dari kacamata penulis, kenakalan semacam ini sering jadi kebanggaan tersendiri dalam lingkungan pergaulan anak jaman sekarang hingga laki-laki yang tidak melakukannya malah dianggap orang aneh. "Laki kok ga merokok, ga minum alkohol, pacar ga punya, laki bukan?". Hal tersebut sering orang-orang katakan kepada saya karena saya bukan perokok dan juga bukan pecandu alkohol. Akan tetapi hal lain yang juga dianggap kurang laki adalah upaya merawat diri.
ADVERTISEMENT
Laki-laki yang menggunakan bahan-bahan perawatan wajah seperti skincare akan dianggap feminim atau dipandang rendah karena pandangan masyarakat jika laki-laki merawat muka dengan skincare adalah hal yang menyerupai wanita. Hal yang akan dikatakan orang-orang misalnya "Laki ko skincare-an, udah kaya cewe bro hahaha". Menurut saya laki-laki wajar saja merawat mukanya karena pekerjaan di zaman sekarang banyak yang mencari orang yang good looking.
Dalam dunia pergaulan anak muda, toxic masculinity dapat memberikan tekanan mental yang cukup berbahaya. Seseorang yang mudah tersinggung akan merasa dihina jika salah satu temannya mengatakan dia tidak maskulin seperti laki-laki pada umumnya. Hal tersebut bisa menyebabkan anak laki-laki tertekan untuk menyesuaikan diri dalam pergaulan. Kebanyakan orang beranggapan "cemen" jika pria mengekspresikan perasaan lemah atau lembut. Padahal sifat lemah lembut bisa saja karena faktor keturunan atau didikan dari orang tuanya. Tapi banyak yang salah paham akan sifat lemah lembut yang diperlihatkan oleh seorang laki-laki.
ADVERTISEMENT
Bullying terhadap teman merupakan salah satu contoh toxic masculinity, mengingat pergaulan di zaman sekarang kurangnya rasa empati,simpati terhadap sesama. Adanya diskriminasi dalam pergaulan pun mungkin terjadi karena biasanya yang lemahlah yang sering dijadikan bahan bully-an. Dalam toxic masculinity, menyebut laki-laki dengan hal-hal yang sifatnya feminim dianggap sebagai penghinaan. Hal ini memberikan stigma bahwa menjadi seperti perempuan adalah hal negatif.
Selain itu, toxic masculinity menekan laki-laki yang harus memegang kendali dan memimpin, sedangkan perempuan harus menuruti dan mengikutinya, laki-laki lebih unggul dan perempuan memiliki derajat lebih rendah, laki-laki itu kuat dan perempuan lemah. Hal tersebut justru secara tidak langsung juga merendahkan perempuan.
Istilah toxic masculinity kerap membuat laki-laki dinilai mustahil mengalami kekerasan seksual karena dianggap memiliki kuasa, dominasi, dan kekuatan di atas perempuan. Pandangan di atas tentunya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, karena di Indonesia kekerasan seksual terhadap laki-laki bisa dibilang cukup membludak. Sementara itu, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2018 menunjukkan ada 60 persen anak laki-laki dan 40 persen anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Contoh kasus artis Indonesia yaitu Saipul Jamil narapidana pelecehan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2017, untuk kelompok umur 13-17 tahun presentase kekerasan seksual terlihat lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebesar 8,3% atau dua kali lipat dari presentase kekerasan seksual pada perempuan yang mencapai 4,1%.
Pelecehan terhadap laki-laki juga dialami oleh reporter yang bernama Jeon Gwang Ryeol yang dicium oleh dua wanita saat melaporkan piala dunia. Kasus lain juga ada pada tahun 2020 yaitu kasus Reynhard Sinaga yang cukup menggemparkan warga Indonesia. Karena RS merupakan orang Indonesia asli yang memakan korban 48 orang laki-laki dan diduga melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual di Inggris.
Kasus-kasus diatas tentunya membantah stigma toxic masculinity tentang laki-laki mustahil mengalami kekerasan seksual, dan memiliki kekuatan diatas perempuan.
ADVERTISEMENT
Kita bisa simpulkan bahwa tidak semua laki-laki itu lebih kuat dari perempuan. Menurut saya umur juga mempengaruhi tindak kekerasan. karena umur seseorang mempengaruhi kekuatan fisik seseorang seperti kasus diatas laki-laki usia 16 tahun bisa lebih lemah dari perempuan umur 28 tahun. Ternyata, dampak negatif dari toxic masculinity tidak bisa dianggap remeh, bukan?
Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan nyata untuk melawan toxic masculinity. Dengan membantu masyarakat khususnya anak muda untuk memahami bahwa mereka tidak harus menyesuaikan diri dengan pandangan masyarakat tentang maskulinitas kuno yang agresif, harapannya ini akan mengurangi dampak buruk dari toxic masculinity bagi para korban maupun masyarakat umum.
Dalam kehidupan sehari-hari toxic masculinity yang kerap dibicarakan atau diumumkan terhadap laki-laki yaitu; tidak boleh menangis, suka melakukan kekerasan seksual, tukang mabuk dan mengkonsumsi obat terlarang, membawa pengaruh negatif kepada perempuan, enggan untuk melakukan aktivitas yang dianggap hanya milik perempuan, seperti memasak, menyapu rumah, berkebun, dan mengasuh anak.
ADVERTISEMENT
Pandangan ini tentu saja sangat merugikan kesehatan mental juga fisik laki-laki. Kecenderungannya, para korban Toxic Masculinity akan rentan mengalami depresi sebab tertekannya emosi mereka. Hal ini akan lebih buruk lagi jika mereka mencari bantuan dari psikiater yang dianggap sebagai karakteristik wanita. Oleh sebab itu, kemungkinan para korban mencari bantuan ke psikiater atau psikolog sangat kecil.
Bahkan seorang dokter dari Psikiatri RS Siloam yaitu Jiemi Ardian, menyampaikan bahwa laki-laki tidak diijinkan untuk berbagi rasa oleh masyarakat. Hal ini membuat laki-laki memilih jalan lain dengan meminum alkohol, obat, dan candi lainnya dilansir oleh Liputan6.
Untuk mencegah terjadinya maskulinitas beracun pada anak-anak, terdapat beberapa tips yang dapat dilakukan. Hindari perbedaan gender yang berlebihan seperti jangan menganggap laki-laki selalu kuat dan menganggap perempuan selalu lemah. Sejak usia dini, mereka harus diajari kemampuan pada diri mereka, kita tidak boleh menurunkan mental anak supaya mereka tidak merasa tertekan oleh segala tuntutan seperti laki-laki tidak boleh menangis atau semacamnya.
ADVERTISEMENT
Cara pencegahan lain pun bisa dilakukan dengan memberitahu bahwa setiap orang memiliki batasan yang tidak dapat dilintasi. Ajari juga bahwa tubuh setiap orang adalah hak milik mereka dan kita tidak berhak untuk bertindak sembarangan kepada orang lain. Karena bagaimanapun anak ketika di luar rumah merupakan ajaran orang tuanya ketika ia di rumah.