Konten dari Pengguna

KDRT dan Kecemasan Untuk Menikah

Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Agustus 2024 12:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Dzikriyyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap perempuan, terutama dalam konteks rumah tangga, adalah isu yang semakin banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh Cut Intan Nabila, yang terlihat jelas dari rekaman CCTV. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendalam, "mengapa kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi, bahkan dalam hubungan yang seharusnya didasari oleh cinta dan komitmen?"
ADVERTISEMENT
Saat sepasang suami istri memutuskan untuk menikah, mereka melakukannya di hadapan dua keluarga besar dan Tuhan sebagai saksi. Ikatan pernikahan ini adalah komitmen suci yang penuh dengan tanggung jawab. Cinta dan niat ibadah harus menjadi sumber energi dalam menjalani kehidupan rumah tangga sehari-hari. Dengan niat yang tulus, kekerasan seharusnya tidak akan pernah terjadi. Bahkan untuk sekadar berkata kasar, seorang suami yang baik tidak akan tega melukai perasaan pasangannya.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga, terutama yang dilakukan oleh laki-laki, sering kali merupakan manifestasi dari pandangan bahwa laki-laki memiliki posisi superior dalam rumah tangga. Pandangan ini tentu logical fallacy yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan, sehingga merasa berhak untuk memberikan "excessive punishment" kepada istri atau anak-anak.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali terjadi dinamika yang disebut dengan "relasi kuasa," di mana salah satu pasangan baik suami maupun istri menjadi lebih dominan, sementara yang lainnya bersifat lebih patuh atau dikuasai. Situasi ini dapat mengakibatkan ketimpangan dalam hubungan, memicu percikan konflik akibat adanya pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.
Banyak kasus menunjukkan bagaimana satu pihak biasanya suami berusaha mendominasi pasangan mereka, merasa lebih berhak, dan akhirnya berbuat kekerasan. Pandangan ini muncul dari konsep relasi kuasa yang menganggap satu pihak lebih kuat, sementara yang lain lebih lemah.
Namun, dalam hubungan rumah tangga yang sehat, seharusnya ada "relasi rasa" yang mengedepankan keseimbangan dan saling melengkapi. Setiap pasangan punya tujuan bersama dan juga tujuan pribadi yang harus saling dihormati dan didukung. Prinsip keseimbangan ini memastikan bahwa tidak ada dominasi dari salah satu pihak, melainkan kerja sama yang harmonis demi kebahagiaan keluarga. Ketika ada kekerasan, itu berarti sudah ada yang salah, karena kebahagiaan sejati justru tercapai ketika kita bisa saling mengerti dan mendukung.
ADVERTISEMENT
Menurut studi gender dan filsafat, peran laki-laki dan perempuan itu sebenarnya sama pentingnya. Jenis kelamin tidak menentukan dominasi peran seseorang dalam masyarakat. Kemampuan menjalankan peran itu yang mungkin berbeda, dan ini tergantung situasi dan kondisi. Kekerasan dalam rumah tangga menunjukkan ketidakmampuan untuk memahami dan menghormati kesetaraan ini, di mana satu pihak merasa berhak mendominasi yang lain.
Fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak bisa diabaikan, karena telah menciptakan ketakutan baru kecemasan perempuan untuk menikah. Kekhawatiran ini timbul dari pemikiran bahwa mereka mungkin akan mengalami kekerasan dari pasangan mereka di masa depan.
Pernikahan bukanlah kondisi statis, melainkan perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen untuk terus belajar dan menjadi baik bersama. Bekal sebelum menikah sangat penting, termasuk kestabilan emosi dan kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional dalam menghadapi berbagai tantangan.
ADVERTISEMENT
Ketika kita menyadari bahwa pernikahan adalah tentang membangun dan merawat hubungan secara terus-menerus, kita akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul.
Sebelum menikah, penting untuk mencapai kestabilan emosi dan memiliki kemampuan berpikir rasional dalam menghadapi peristiwa-peristiwa dalam rumah tangga. Tindakan KDRT adalah contoh nyata dari ketidakmampuan seseorang untuk berpikir rasional dan menangani masalah dengan cara yang sehat. Kekerasan adalah bentuk dari logical fallacy, di mana pelaku tidak mampu melihat pasangannya sebagai subjek yang memiliki hak, bukan sebagai objek yang bisa diperlakukan sewenang-wenang.
Teruntuk laki-laki di luar sana, berbuat baiklah kepada perempuan. Tidak ada pembenaran untuk sebuah kekerasan. Komunikasi adalah cara yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah. Superioritas dalam sebuah hubungan adalah kekeliruan besar. Ketersalingan dalam sebuah hubungan adalah kebaikan.
ADVERTISEMENT