Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Harimau Sumatera, Kepercayaan Nenek Moyang dan Budaya Menghormati Alam
20 Juni 2024 17:32 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Fadhlan Rusyda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Minangkabau memiliki kepercayaan akan hubungan yang erat antara manusia dengan Harimau Sumatera, dalam kepercayaan ini Harimau Sumatera dijuluki sebagai Inyiak yang memiliki arti kakek atau bapak. Terlebih, ada suatu kepercayaan yang menyebutkan jika Inyiak Balang merupakan manusia setengah harimau maupun manusia yang mempelajari ilmu magi putih sehingga dapat berubah menjadi harimau. Inyiak Balang juga dipercaya akan menjadi penjaga bagi setiap masyarakat Minangkabau yang merantau, baik itu mereka yang dapat melihat keberadaan Inyiak Balang maupun mereka yang tidak dapat melihatnya.
ADVERTISEMENT
Keberadaan mitologi ini pada akhirnya membuat masyarakat Minangkabau terbiasa hidup berdampingan dan saling menghormati dengan Harimau Sumatera, seperti saat masyarakat setempat akan membangun rumah, mereka akan memilih untuk membangun rumah yang tidak mengganggu aktivitas dari Harimau Sumatera, sebab masyarakat telah hafal mengenai rute tetap dari harimau saat akan melintasi kampung.
Namun, budaya saling menghormati antara manusia dengan Harimau Sumatera mulai tersisihkan dan ditinggalkan, sebagaimana yang diberitakan oleh liputan6.com berdasarkan data laporan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat yang mencatat, sejak tahun 2018 hingga tahun 2021 telah terjadi sebanyak 30 kasus human-tiger conflict. Data ini menggambarkan jika hubungan dari masyarakat setempat dengan harimau mulai tidak harmonis, sehingga terjadi beberapa konflik yang berujung perburuan dari Harimau Sumatera di daerah Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya perburuan ini, populasi Harimau Sumatera yang memang telah terancam dan menuju kepunahan semakin mengalami penurunan, terlebih dengan adanya deforestasi hutan dikarenakan kebutuhan kayu, pengalihfungsian lahan menjadi pemukiman, serta pengalihfungsian lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit, membuat populasi dari Harimau Sumatera kian terancam.
Kondisi ini harus dipikirkan secara bersama jalan keluarnya, sebab apabila hal ini tidak ditemukan solusinya, maka nasib dari Harimau Sumatera akan sama dengan nasib saudaranya di Pulau Jawa dan di Pulau Bali, Harimau Jawa dan Harimau Bali.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat adalah dengan kembali menghidupkan dan melestarikan budaya Inyiak Balang yang dapat membuat masyarakat saling menghormati dan hidup berdampingan dengan Harimau Sumatera. Kepercayaan ini tentu jika dilestarikan kembali akan membuat masyarakat setempat, khususnya kaum muda dan para pendatang dapat lebih menjaga dan menghargai akan keberadaan dan keberlangsungan hidup dari Harimau Sumatera.
ADVERTISEMENT
Upaya ini sejatinya telah dilakukan oleh BKSDA Sumatera Barat dengan membentuk program “Nagari Rumah Harimau” yang menginisiasi kembalinya penghormatan terhadap Inyiak Balang, program ini juga akan membentuk Tim Patroli Anak Nagari (PAGARI) yang akan dilatih untuk melakukan deteksi dini, patroli, dan penanganan awal ketika terjadi interaksi negatif antara manusia dengan harimau.
Keberadaan program ini merupakan langkah yang baik, mengingat hal ini selain menjadi langkah pelestarian Harimau Sumatera, namun juga sebagai langkah untuk melestarikan budaya setempat, yaitu budaya Inyiak Balang itu sendiri. Dengan adanya program ini, sudah sepatutnya masyarakat Minangkabau dapat mengaplikasikan budaya Inyiak Balang dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana nenek moyak masyarakat Minangkabau memperlakukan Harimau Sumatera sebagai satu kesatuan dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Tentu dengan dibangkitkannya kembali budaya Inyiak Balang, masyarakat Minangkabau akan dapat kembali hidup berdampingan dengan Harimau Sumatera. Selain itu, nilai-nilai budaya yang perlahan-lahan telah tersisihkan akan kembali dilestarikan dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Dengan ini, masyarakat Minangkabau tidak akan kehilangan identitas budaya, sebab budaya Inyiak Balang sendiri sejatinya sejalan dengan pemikiran modern yang berusaha untuk hidup berdampingan dengan alam dan seling menguntungkan, tanpa adanya eksploitasi akan alam itu sendiri.
Namun, dalam upaya melestarikan alam dan menjaga keberadaan Harimau Sumatera agar tidak punah, masyarakat bersama pemerintah juga harus mulai mengedukasi maupun berkompromi dengan para pendatang (terlebih pengusaha) yang berkeinginan untuk melakukan alih fungsi lahan hutan untuk dijadikan perkebunan. Sebab, apabila masyarakat dan pemerintah setempat dapat hidup berdampingan dengan alam, tetapi para pendatang malah melakukan deforestasi hutan untuk dijadikan perkebunan, kawasan hutan beserta Harimau Sumatera tetap akan tersisihkan dan berujung kepunahan. Seperti yang kebanyakan terjadi, yaitu kawasan hutan telah dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit. Hal ini semakin membatasi ruang gerak dari Harimau Sumatera, serta membuat Harimau Sumatera menjadi kesulitan dalam mencari makanan. Sehingga penurunan populasi ini tidak hanya disebabkan oleh perburuan, tetapi juga karena berkurangnya makanan dari Harimau Sumatera.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data pada tahun 2022, penurunan populasi Harimau Sumatera yang diakibatkan oleh hilangnya habitat alami mengalami tren kenaikan dari tahun ke tahun, tercatat perkiraan populasi Harimau Sumatera hanya berkisar 500-600 ekor saja, populasi ini menurun drastis jika dibandingkan dengan 22 tahun lalu, atau tepatnya tahun 2000 yang tercatat masih terdapat 742 ekor Harimau Sumatera. Tentu kemerosotan populasi ini semakin menunjukkan jika kondisi Harimau Sumatera di alam liar semakin terancam, hal ini tentu akan menimbulkan beberapa dampak yang sangat besar dan memengaruhi di masa yang akan datang.
Dampak dari kemerosotan populasi ini tentunya yang utama adalah kepunahan spesies Harimau Sumatera, tentu ini akan menjadi kepunahan sepsis hewan endemik Indonesia untuk ke sekian kalinya, setelah kepunahan Harimau Jawa, Harimau Bali, Tikus Gua Flores, serta Burung Kuau Bergaris Ganda. Kepunahan-kepunahan hewan ini sangat memengaruhi terhadap kerusakan ekosistem alami yang berada di alam liar, sebab akan terjadi pelonjakan populasi tidak wajar yang terjadi pada hewan yang dahulunya merupakan makanan alami dari hewan-hewan tersebut. Hal ini juga akan terjadi apabila pada akhirnya Harimau Sumatera menyusul kawan-kawan sejenisnya (Harimau Jawa dan Harimau Bali) yang telah punah, tentu akan merusak ekosistem alami di hutan liar Pulau Sumatera. Selain itu, hal ini juga akan menambah catatan kelam dalam kegagalan Pemerintah Indonesia beserta rakyatnya untuk menjaga keasrian alam yang telah ada.
ADVERTISEMENT
Sehingga keberadaan dari PAGARI itu sendiri menjadi suatu hal yang sangat krusial dalam upaya untuk menjaga populasi Harimau Sumatera agar tidak mengalami kepunahan, langkah ini merupakan suatu hal yang sangat positif, mereka yang tergabung dalam PAGARI nantinya akan menjadi tim yang berpatroli untuk menjaga dan melindungi Harimau Sumatera dari serangan manusia. Akan tetapi, langkah ini tidak dapat berjalan sendiri tanpa kebijakan pendamping yang nantinya akan menyokong upaya pelestarian Harimau Sumatera. Pihak BKSDA dapat memperbanyak kawasan hutan lindung yang merupakan habitat asli dari Harimau Sumatera, serta membatasi interaksi manusia yang nantinya akan memasuki kawasan hutan ini. Apabila hal ini dapat diterapkan, tentu populasi Harimau Sumatera akan terjaga, bahkan secara perlahan-lahan akan mengalami kenaikan yang positif. Nantinya kehidupan yang berjalan berdampingan dan saling menghormati, antara manusia dengan Harimau Sumatera akan dapat berjalan seperti sedia kala, apabila populasi dari Harimau Sumatera itu sendiri telah mengalami kenaikan positif, budaya masyarakat Minangkabau juga akan semakin terjaga dan terpelihara.
ADVERTISEMENT