PMK dan Melambatnya Ekonomi Sektor Peternakan

Muh Faishal Nur Kamal, SST
Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik
Konten dari Pengguna
8 Agustus 2022 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Faishal Nur Kamal, SST tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ternak Sapi. Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ternak Sapi. Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit yang menyerang hewan khususnya hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Menurut kementerian pertanian, beberapa tanda klinis penyakit PMK diantaranya munculnya lepuh yang berisi cairan atau luka pada gusi, lidah, hidung dan kuku, hewan tidak mampu berjalan, air liur berlebihan, serta hilangnya nafsu makan.
ADVERTISEMENT
Mulai mewabah sejak bulan April 2022, kini sudah lebih dari 280 kabupaten/kota di Indonesia terkena wabah PMK (per 7 Agustus 2022). Diketahui sebanyak 468.768 hewan ternak telah terinfeksi, 297.841 diantaranya dinyatakan sembuh, 8.127 dipotong bersyarat, 5.186 mati dan 157.614 lainnya belum sembuh.
Triwulan ke-2 2022 seakan menjadi bulannya PMK. Dilansir dari laman Siaga PMK, jumlah kasus penyakit viral yang sangat menular ini mulai menanjak sejak April hingga memuncak pada akhir Juni 2022. Pada saat itu, tepatnya 26 Juni 2022, tercatat sebanyak 13.518 hewan ternak terinfeksi PMK dalam sehari.
Kerugian yang diakibatkan penyakit PMK sangat besar, terutama bagi para peternak. Beberapa kerugian tersebut mencakup kematian mendadak, keguguran, kemandulan, penurunan berat badan, penurunan produksi susu, serta hambatan perdagangan dan hambatan ekspor komoditas ternak ke luar negeri. Menteri pertanian menyatakan potensi kerugian yang disebabkan oleh PMK diprediksi mencapai Rp. 9,9 triliun per tahun. Beberapa pengelola rumah potong hewan (RPH) di Pangkal Pinang, DIY, dan Jawa Timur mengeluh jumlah pemotongan menurun drastis sejak wabah PMK. Demikian juga dengan produksi susu, beberapa peternak di Jawa Barat dan Jawa Timur mengungkapkan produksi susu dalam sehari bisa berkurang hingga 30-80 persen.
ADVERTISEMENT
Kondisi pelik akibat wabah PMK membuat laju pertumbuhan ekonomi sektor peternakan melambat. Hal itu tergambarkan pada rilis pertumbuhan ekonomi triwulan 2 2022 oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sektor peternakan tercatat mengalami perlambatan dari 6,92 persen menjadi 3,56 persen. Andil terbesar perlambatan tersebut adalah menurunnya pemotongan hewan ternak.
Akibat adanya wabah PMK, permintaan daging di masyarakat mengalami penurunan. Ada keraguan terhadap kesehatan dan keamanan daging hasil pemotongan hewan ternak di tengah merebaknya wabah PMK. Sebagian masyarakatpun beralih mengkonsumsi daging unggas, yang menyebabkan pemotongan unggas mengalami peningkatan. Jika dibandingkan, nilai produksi dan konsumsi ternak unggas pun jauh melebihi nilai produksi dan konsumsi ternak besar dan kecil (sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi). Hal ini menyebabkan sektor peternakan masih tumbuh positif di tengah gempuran wabah PMK karena ternak unggas masih menjadi tumpuan utama.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tentu tidak tinggal diam menghadapi wabah PMK. Per 7 Agustus 2022, sudah sebanyak 1.159.575 dosis vaksin PMK tersalurkan. Pun dengan program penanggulangan bagi peternak terdampak, pemerintah menjanjikan uang ganti rugi sebesar 10 juta rupiah bagi peternak yang ternaknya dimusnahkan akibat wabah PMK. Semoga dengan tertanganinya wabah PMK, perekonomian peternak akan membaik seperti sedia kala. Wabah PMK sudah sepatutnya menjadi evaluasi bagi pemerintah, utamanya terkait kebijakan impor hewan ternak atau daging dari luar negeri. Toh kualitas ternak dalam negeri tidak kalah dengan ternak impor. Pemerintah hanya perlu mendorong dan memfasilitasi peternak lokal untuk meningkatkan kualitas dan mutu hewan ternak miliknya. Tujuan akhirnya tentu kembali pada kedaulatan pangan dan kesejahteraan peternak Indonesia.
ADVERTISEMENT