news-card-video
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Berkarya Tidak Semudah yang Dibayangkan

Muhammad Fariz Akbar
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2022
16 Maret 2025 10:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fariz Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kenapa Kita Kerap Gagal Dalam Berkarya? Sumber: Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Kenapa Kita Kerap Gagal Dalam Berkarya? Sumber: Unsplash.

Kenapa Kita Kerap Kali Gagal

ADVERTISEMENT
Ketika inspirasi datang dan imajinasi sedang bergerak sebebas-bebasnya, senang sekali rasanya membayangkan bahwa sesuatu yang akan kita kerjakan berjalan dengan mulus.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, kita sudah membayangkan kita akan mendapatkan hasil akhir yang sangat baik. Padahal, kita masih berada pada tahap yang paling awal. Mengelola inspirasi itulah yang sesungguhnya lebih sulit ketimbang hanya mencari inspirasi saja.
Mengelola masih terbagi lagi. Mengelola dengan baik atau mengelola dengan buruk. Itu semua berhubungan dengan banyak hal. Kemampuan, jam terbang, ketekunan, dan lain sebagainya. Tiap orang tentunya punya bakat alami yang berbeda-beda.
Ada orang yang melihat kejadian sedikit, bisa langsung mereka jadikan sebagai inspirasi kemudian membayangkan mau diapakan kejadian tersebut. Bentuk keluarannya tentu berbeda-beda. Ada yang tulisan, gambar, atau lagu.
Sebetulnya, berimajinasi atau mencari inspirasi adalah hal yang mudah dan menyenangkan. Semua orang bisa melakukannya. Untuk menjadi pencari inspirasi yang hebat juga mudah karena prosesnya tidak panjang. Cukup membayangkan, melihat, mendengar, atau melakukan segala hal yang menggunakan panca indera.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, tidak ada orang yang berhenti pada tahap mencari inspirasi saja.
Saat dirinya penuh dengan inspirasi, manusia berusaha menuangkan inspirasinya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati. Setidaknya bagi dirinya sendiri.
Dengan keluaran atau output dari inspirasinya, manusia bisa berbangga dan menyadari bahwa dirinya punya kemampuan.
Lama kelamaan, hal ini berubah menjadi kebutuhan. Kebutuhan ini dikendalikan oleh satu hal, yaitu ego. Sudah berhasil mengerjakan sesuatu, seperti mengelola inspirasinya dan membanggakan dirinya sendiri, tidak mungkin menghentikan dirinya sampai di situ saja. Ada perasaan ingin mengulangi perasaan yang sama.
Selain kesenangan dengan apa yang sudah dihasilkannya, ada perasaan yang jauh lebih besar yaitu pengakuan. Logikanya, semakin banyak yang dihasilkan, semakin banyak pula pengakuan yang akan didapatkan.
ADVERTISEMENT
Sampai di sini, semuanya masih sama. Terasa mudah dan menyenangkan. Manusia masih menggunakan imajinasinya terus menerus. Sama seperti ketika inspirasi itu pertama kali datang. Di tahap ini, mereka belum terbentur kepentingan di luar egonya.

Apa Yang Dibutuhkan

Seperti yang sudah disampaikan di awal, mendapatkan inspirasi adalah hal yang sangat mudah. Semua orang bisa melakukannya dan lantas menjadi hebat. Tidak perlu latihan berjam-jam untuk bisa hebat. Akibatnya, tidak ada sekolah khusus yang memfasilitasi orang yang hanya ingin belajar mencari inspirasi.
Berbeda dengan keluarannya, misalnya menulis, menggambar, atau apapun itu yang merupakan lanjutan atau bentuk pengelolaan dari inspirasi itu sendiri.
Kembali ke manusia dan egonya, ketika sudah menganggap dirinya hebat–padahal hebat dalam mencari inspirasi–biasanya manusia akan gagal di tahap ini. Tahap untuk sungguh-sungguh.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan pertamanya itu bisa saja disebabkan karena faktor keberuntungan. Kesungguhan seseorang akan terlihat apakah ia serius dalam melakukan sesuatu yang ia tekuni atau tidak.
Berpikir dengan keras saja tidak cukup. Sumber: Unsplash.
Yang sulit adalah bukan ketika inspirasi itu mandek, melainkan ketika kemampuan kita tidak sesuai dengan apa yang kita bayangkan di awal bersamaan dengan datangnya inspirasi.
Di tahap ini, mau tidak mau kita harus bergantung kepada hal lain. Ilmu atau jam terbang biasanya. Tidak jarang juga kita bergantung kepada orang lain untuk melakukan brainstorm sehingga inspirasi yang datang ini dapat dikelola dengan baik.
Kesadaran diri yang sangat tinggi diperlukan di tahap ini. Sesuatu yang memberikan kesimpulan kepada diri kita bahwa kita memang perlu bergantung terhadap sesuatu. Kalau tidak, akan sangat menyakitkan melihat tidak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi tidak sesuai apa yang dibayangkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT

Kembali Ke Tujuan Awal

Sampai di tahap ini, kegagalan yang kita alami baru berupa kegagalan dalam mengelola inspirasi. Mencatat inspirasi yang datang adalah hal yang lazim dilakukan. Tidak sedikit orang yang tidak mau melewatkan ini.
Mereka percaya bahwa sepenting itu inspirasi sehingga dalam kondisi yang sesulit apapun, mereka akan mencatat inspirasi tersebut. Melipir sebentar ketika naik motor untuk mencatat inspirasi yang terlintas di kepala adalah salah satu contohnya.
Tidak jarang keinginan terbentur dengan kenyataan. Sumber: Unsplash.
Di luar itu, banyak sekali inspirasi yang akan kita dapatkan. Baik disengaja maupun tidak. Inspirasi ini tidak cuma semacam ilham yang biasa digunakan oleh para seniman untuk berkarya. Inspirasi yang dari tadi sedang dibicarakan juga bisa berupa semacam keinginan besar di awal yang berhubungan dengan hal-hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Yang diperlukan juga sama saja, yaitu kemampuan kita untuk mengelolanya. Apabila kemampuan mengelola inspirasi itu sudah baik, barulah pada saat itu manusia bisa kembali mencari kebutuhannya yaitu pengakuan.
Itu semua karena kita sudah melewati berbagai fase, salah satunya fase terberat. Fase ketika yang dibutuhkan bukan hanya inspirasi lagi melainkan kekonsistenan, ketekunan, atau kegigihan, yang seringkali menjatuhkan manusia.