Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Reading Slump, Sebuah Fenomena atau Hal Biasa?
28 September 2023 6:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Fariz Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut Urban Dictionary, reading slump didefinisikan sebagai “mimpi buruk seorang pembaca” dan “tidak bisa membaca dan membaca karena Anda tidak bisa, Anda hanya tidak bisa membaca.”
ADVERTISEMENT
Secara umum, reading slump adalah kondisi di mana ketika seseorang kehilangan motivasi untuk membaca. Secara harfiah berarti kemerosotan membaca. Untuk keluar dari fenomena ini, sudah banyak sekali tips yang dapat diaplikasikan.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa fenomena ini ada dan apakah seharusnya fenomena ini ada?
Tinjauan
Pandangan mengenai reading slump akan ditinjau melalui sudut pandang sastra karena masalah ini kerap ditemukan di akun Twitter @literarybase yang mendefinisikan dirinya melalui bio akun sebagai akun Automenfess Seputar Sastra. Tanpa harus mendefinisikan apa itu sastra, rasanya pendapat saya sudah terwakili hanya dengan menjabarkan manfaat sastra.
Seperti yang dikemukakan oleh Horatius, sastra mempunyai dua manfaat yaitu dulce et utile. Dulce (sweet) berarti menyenangkan atau kenikmatan, sedangkan utile (useful) berarti isinya bersifat mendidik.
ADVERTISEMENT
Disebut menghibur (dulce) karena membuat pembaca merasa senang dan membuat mereka tertarik untuk membacanya sedangkan disebut mendidik (utile).
Sebab, sastra memberikan nasihat dan moralitas sehingga pembaca dapat mengambil contoh dari hal-hal baik yang ditulis dalam karya tersebut. Sastra membantu manusia menjadi lebih manusia dalam hal mengenal diri, sesama, lingkungan, dan masalah kehidupan lainnya.
Di dalam buku Pengantar Teori Sastra karya Budi Darma, ia membuat perbedaan jelas antara dua genre sastra, yaitu sastra serius dan sastra hiburan. Sastra serius adalah jenis sastra yang menarik pembaca untuk menafsirkan atau menginterpretasikan maknanya sedangkan sastra hiburan adalah karya sastra yang ditulis untuk menghilangkan kebosanan, rutinitas sehari-hari, atau masalah yang sulit diselesaikan.
Pendapat Budi Darma ini mengacu kepada pendapat Sapardi Djoko Damono bersama dengan telaah sastra populernya dan pendapat Jakob Sumardjo tentang ciri novel pop dan serius.
ADVERTISEMENT
Sayang, pendapat Budi Darma disanggah oleh muridnya sendiri, Saryono, yang menyatakan sastra tidak hanya memberikan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman, tetapi juga memberikan hiburan.
Oleh karena itu, sastra, apa pun jenisnya, termasuk sastra serius, tidak pernah berhenti memberikan hiburan dan aktivitas bagi mereka yang membacanya, selain menghibur jiwa dan batin kita.
Manfaat sastra yang utile (mendidik) sudah didambakan oleh Plato yang ia tuliskan di dalam bukunya yang berjudul Republik. Ia mengatakan pentingnya sastra bagi pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, cerita yang beredar haruslah lulus sensor sebelum diedarkan.
Salah satu aliran sastra yang sangat merepresentasikan fungsi utile adalah aliran Realisme-Sosialis. Praktik sastra aliran ini berhasil dijadikan sebagai alat propaganda terhadap rencana pembangunan lima tahun kedua Uni Soviet dan menggulingkan sistem pemerintahan Tsar.
ADVERTISEMENT
Namun, fungsi utile saya kira hanya mengacu kepada tujuan pribadi pengarang dalam menciptakan karya sastranya. Pengarang banyak memasukkan ideologi serta kepercayaannya ke dalam karyanya.
Pembaca seolah-olah tidak dilibatkan dalam penciptaan karya sastra karena begitu banyak aturan tidak tertulis yang harus dilalui sebelum karya itu sampai kepada penikmatnya secara menyeluruh.
Tanpa mengetahui latar belakang ideologi Pramoedya Ananta Toer, kita tidak akan pernah tahu maksud dibalik Bendoro yang begitu tega menceraikan Gadis Pantai.
Tulisan sebagai Hiburan
Dalam pandangan luas, saya kira fungsi dari kegiatan membaca persis dengan fungsi karya sastra yaitu menghibur dan mendidik. Tanpa bersandar dengan format tulisannya. Hanya saja, perbedaan yang sangat jelas antara tulisan opini, esai, atau artikel dengan tulisan sastra adalah sifatnya yang menghibur.
ADVERTISEMENT
Sifat sastra yang menghibur memberikan ruang lebih bagi pembaca untuk meresepsikan tulisan itu. Pembaca diyakinkan bahwa dia memiliki segalanya. Oleh karena itu, apa yang dicari bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi sehingga pembaca terbuai oleh ilusi dari masalah yang ada di kehidupan nyata.
Bandingkan dengan format tulisan nonsastra, misalnya artikel. Tujuan pengarang menulis terungkap dengan jelas tanpa perlu diraba oleh pembacanya. Manfaat terhadap informasi yang didapatkan lebih terasa dan bukan seperti bonus yang tidak diduga-duga.
Bagi mereka yang menjadikan kegiatan membaca sebagai sebuah salah satu sumber hiburan dan sumber informasi biasa tentu tidak akan menemukan fenomena ini. Berbeda dengan mereka yang menjadikan kegiatan membaca sebagai rutinitasnya. Kemerosotan membaca dapat menjadi sesuatu yang ganjil.
ADVERTISEMENT
Namun, jika menelisik dari sudut pandang lain, fenomena reading slump menjadi sesuatu yang seharusnya biasa-biasa saja. Terlebih, di era dengan banyaknya sumber hiburan dan derasnya arus informasi seperti saat ini.
Membaca dan Keterampilan Berbahasa
Membaca bukanlah sesuatu yang superior. Ia hanya menjadi bagian dari salah satu keterampilan berbahasa reseptif selain menyimak. Oleh karena ia menjadi bagian salah satu dari dua keterampilan, mungkin sudah saatnya Anda menyimak.
Keterampilan yang kadang terlupakan. Bahasa pertama manusia. Ucap Sam Mukhtar Chaniago, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta di dalam bukunya, Seni Menyimak.
Filsuf Pencerahan, Rene Descartes mengajukan logaritma pertama di dalam buku berjudul Le discours de la méthode, yang berbunyi, "meragukan segala sesuatu sebagai benar sampai saya yakin bahwa itu benar."
ADVERTISEMENT
Di antara titik keraguan dan titik keyakinan ini ada ruang kosong yang harus dipenuhi dengan tindakan menyimak yang direncanakan. mengubah keraguan menjadi kepercayaan pada kebenaran. Ini membawa kita kepada hipotesis bahwa menyimak merupakan langkah pertama untuk membangun peradaban.
Ferdinand de Saussure, ahli bahasa dan bapak linguistik modern, menekankan betapa pentingnya ada situasi antara penutur dan petutur. Cours de Linguistique Générale, buku pedoman kajian linguistik modern, bukanlah hasil tulisan Saussure sendiri. Buku tersebut merupakan tulisan para mahasiswa Saussure yang menyimak kuliahnya.
Selain keterampilan berbahasa reseptif, ada juga keterampilan berbahasa produktif. Menulis dan berbicara. Hasil dari penerimaan atau resepsi berbagai kode bahasa yang sudah kita miliki ada saatnya perlu dituangkan. Banyak yang meyakini bahwa muara dari kegiatan membaca adalah menulis.
ADVERTISEMENT
Membayangkan diri Anda untuk menjadi seorang Socrates juga mudah. Cukup dengan berbicara saja. Filsuf Yunani Kuno ini tidak suka menulis dan tidak meninggalkan tulisan resmi tentang pemikirannya. Ide-idenya banyak ditemukan dalam dialog-dialog yang ditulis oleh muridnya, terutama Plato.
Socrates lebih suka berbicara dalam percakapan lisan daripada menulis buku karena dia percaya bahwa cara terbaik untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran dan moralitas adalah melalui percakapan langsung dan percakapan.
Satu hal yang perlu Anda ketahui adalah, sebelum sampai ke tahap reading slump Anda jauh lebih dulu sudah harus menyukai kegiatan membaca. Namun, Anda tidak perlu menyukai kegiatan membaca karena membaca hanya bertujuan sebagai hiburan dan sarana informasi.