Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Japanese Yen Carry Trade: Alasan di Balik Ancaman Resesi dan IHSG Anjlok
7 Agustus 2024 20:40 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Sahashika Sudantha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, dunia keuangan diguncang oleh fenomena yang tampak rumit namun dampaknya begitu terasa, bahkan oleh mereka yang mungkin tidak terlalu mengikuti perkembangan ekonomi global. Salah satu istilah yang muncul dari peristiwa ini adalah Japanese Yen Carry Trade. Mungkin bagi banyak orang istilah ini terdengar asing dan membingungkan. Namun, memahami fenomena ini dapat membantu kita mengerti mengapa pasar saham tiba-tiba jatuh dan apa yang mungkin akan terjadi di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, dalam beberapa hari terakhir, pasar saham global mengalami penurunan yang cukup signifikan. Beberapa analis mengaitkan penurunan ini dengan pergerakan Yen Jepang yang tiba-tiba menguat, yang pada akhirnya memicu gelombang penjualan saham di berbagai negara. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Apa Itu Japanese Yen Carry Trade?
Untuk memahami Japanese Yen Carry Trade, bayangkan Anda memiliki akses ke pinjaman dengan bunga yang sangat rendah—bahkan mungkin tanpa bunga sama sekali. Anda kemudian meminjam uang tersebut untuk diinvestasikan di tempat lain yang menawarkan pengembalian (return) yang lebih tinggi. Ini mirip dengan meminjam uang dari teman yang baik hati dengan janji membayarnya kembali nanti, namun sementara itu, Anda menggunakan uang tersebut untuk membuka bisnis kecil yang menghasilkan keuntungan besar.
ADVERTISEMENT
Nah, carry trade adalah istilah untuk strategi ini dalam dunia keuangan. Yen Jepang sering kali menjadi mata uang yang dipilih untuk strategi ini karena suku bunga di Jepang sudah sangat rendah selama bertahun-tahun. Investor global, terutama yang memiliki modal besar, meminjam Yen Jepang dan kemudian menggunakannya untuk membeli aset berisiko tinggi, seperti saham atau obligasi di negara-negara dengan suku bunga lebih tinggi, seperti Amerika Serikat atau negara berkembang.
Namun, ada satu risiko besar: Jika nilai Yen tiba-tiba naik, investor yang meminjam Yen harus membayar lebih banyak ketika mengembalikan pinjamannya. Hal ini dapat memicu gelombang kepanikan, di mana investor berbondong-bondong menjual aset mereka untuk mengurangi kerugian, yang pada gilirannya menyebabkan pasar saham jatuh—dan inilah yang terjadi baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan mengapa penguatan Yen ini memiliki dampak besar adalah karena banyaknya dana yang terlibat dalam carry trade ini. Ketika investor mulai merasa tidak nyaman dengan risiko yang mereka ambil—mungkin karena kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global atau perubahan kebijakan moneter—mereka cenderung menghentikan strategi carry trade mereka. Ini berarti mereka harus membeli kembali Yen untuk melunasi pinjaman mereka, yang menyebabkan permintaan terhadap Yen melonjak dan nilai tukarnya meningkat.
Hal ini berdampak langsung pada pasar saham. Ketika investor besar menarik dananya untuk menghindari risiko, mereka menjual saham-saham yang mereka miliki. Penjualan massal ini menyebabkan harga saham jatuh, seperti yang kita saksikan baru-baru ini.
Benarkah Resesi akan Terjadi?
Dunia telah mengalami banyak resesi sepanjang sejarah. Salah satu yang paling dikenal adalah Great Depression pada tahun 1930-an, yang menyebabkan pengangguran massal dan keruntuhan ekonomi di seluruh dunia. Resesi lebih baru yang mungkin masih diingat banyak orang adalah resesi global yang dipicu oleh krisis keuangan tahun 2008, di mana banyak perusahaan keuangan besar mengalami kebangkrutan, dan ekonomi global terhuyung-huyung.
ADVERTISEMENT
Resesi adalah kondisi di mana perekonomian suatu negara mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya, hal ini ditandai dengan turunnya Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatnya tingkat pengangguran, dan menurunnya tingkat penjualan.
Fenomena seperti Japanese Yen Carry Trade dapat memicu resesi karena ketika pasar saham jatuh, kepercayaan konsumen dan pelaku bisnis menurun. Ketika orang merasa tidak aman secara finansial, mereka cenderung mengurangi pengeluaran. Ini dapat menyebabkan penurunan dalam produksi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perusahaan mengurangi tenaga kerja dan investasi. Efek domino ini dapat menyebabkan ekonomi melambat dan, jika cukup parah, dapat menyebabkan resesi.
Kebijakan suku bunga rendah yang diterapkan oleh Bank of Japan (BOJ) selama bertahun-tahun telah menjadi salah satu faktor utama yang mendorong popularitas Japanese Yen Carry Trade. BOJ menjaga suku bunga rendah untuk merangsang ekonomi Jepang, yang telah mengalami pertumbuhan yang lambat selama beberapa dekade. Namun, kebijakan ini juga membuat Yen menjadi mata uang pilihan untuk carry trade, yang berarti bahwa perubahan kebijakan di Jepang dapat memiliki dampak global.
ADVERTISEMENT
Jika BOJ memutuskan untuk menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi atau mengurangi risiko keuangan, ini bisa membuat carry trade menjadi kurang menarik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan nilai Yen dan perubahan besar dalam pasar keuangan global.
Sahm Rule: Indikator Awal Resesi
Salah satu alat yang digunakan untuk memprediksi resesi adalah Sahm Rule, yang diciptakan oleh ekonom Claudia Sahm. Aturan ini mengukur perubahan tingkat pengangguran sebagai indikator awal resesi. Jika tingkat pengangguran naik dengan cepat dalam waktu singkat, aturan ini menunjukkan bahwa ekonomi sedang menuju resesi.
Dalam masa resesi, tingkat pengangguran biasanya meningkat. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan mengalami penurunan pendapatan dan harus mengurangi biaya, yang sering kali berarti mereka harus memberhentikan pekerja. Dengan lebih sedikit pekerjaan yang tersedia, orang-orang yang kehilangan pekerjaan akan menghadapi kesulitan lebih besar dalam menemukan pekerjaan baru. Ini dapat menciptakan lingkaran setan, di mana tingkat pengangguran yang tinggi menurunkan pengeluaran konsumen, yang kemudian memperburuk penurunan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Mengapa hal ini penting? Ketika banyak investor mulai panik dan menjual aset mereka karena nilai Yen naik, perusahaan yang sebelumnya diuntungkan dari carry trade mungkin mulai menghadapi kerugian besar. Jika situasi ini berlangsung lama, mereka mungkin harus memotong biaya, termasuk mengurangi jumlah pekerja. Inilah bagaimana kenaikan pengangguran dapat terjadi dan sinyal resesi mulai muncul.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah salah satu barometer utama pasar saham Indonesia, mencerminkan kinerja keseluruhan saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG dijadikan sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bagaimana pasar saham Indonesia merespons gejolak ekonomi global. Fenomena Japanese Yen Carry Trade adalah contoh nyata bagaimana dinamika di satu bagian dunia bisa memiliki efek domino yang mempengaruhi pasar saham di tempat lain, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Japanese Yen Carry Trade bisa mempengaruhi IHSG melalui beberapa mekanisme:
ADVERTISEMENT
Singkatnya, IHSG sebagai barometer pasar saham Indonesia dapat mengalami penurunan signifikan akibat perubahan besar dalam arus modal internasional, yang salah satunya dipicu oleh pembalikan carry trade Yen ini. Ketika investor global yang terlibat merasa risiko investasi di negara berkembang seperti Indonesia meningkat—baik karena penguatan Yen atau ketidakpastian ekonomi global—mereka cenderung menarik dana mereka dari pasar saham Indonesia.
Penurunan IHSG bukan hanya berdampak pada pasar saham, tetapi juga mempengaruhi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Ketika IHSG turun drastis, kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia bisa berkurang, yang pada gilirannya menyebabkan mereka menunda atau bahkan membatalkan investasi baru. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.
Selain itu, penarikan modal asing dari pasar saham juga bisa menyebabkan depresiasi Rupiah. Ketika investor menjual aset mereka dan menukar hasilnya ke mata uang asing, permintaan terhadap Rupiah menurun, menekan nilai tukarnya. Rupiah yang lebih lemah dapat meningkatkan biaya impor dan memicu inflasi, yang akhirnya mengurangi daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perbankan dan institusi keuangan yang memiliki portofolio besar di pasar saham juga terdampak dengan penurunan nilai aset mereka, yang dapat mempengaruhi stabilitas keuangan mereka. Lebih lanjut, perusahaan-perusahaan Indonesia yang memiliki utang dalam mata uang asing, terutama Yen, akan mengalami peningkatan beban pembayaran utang mereka. Situasi ini bisa menyebabkan kesulitan likuiditas dan meningkatkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Untuk meredam dampak negatif, pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia (BI) mungkin akan mengambil beberapa langkah seperti intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai Rupiah, misalnya dengan menjual cadangan devisa atau menyesuaikan suku bunga untuk menarik kembali modal asing. Selain itu, pemerintah mungkin juga akan meluncurkan kebijakan stabilitas ekonomi dan mendukung sektor-sektor yang terdampak, seperti memberikan insentif pajak atau bantuan kepada industri tertentu.
ADVERTISEMENT
Apakah Kita Perlu Khawatir?
Tentu saja, ketidakpastian selalu ada di pasar keuangan, dan Japanese Yen Carry Trade hanyalah satu dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi ekonomi global. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua peristiwa seperti ini akan berujung pada resesi. Dunia keuangan sangat dinamis, dan banyak hal dapat berubah dengan cepat.
Yang bisa kita lakukan adalah terus memantau perkembangan dan tetap waspada terhadap tanda-tanda awal masalah ekonomi. Sementara beberapa indikator mungkin mengarah pada resesi, tidak ada yang bisa memastikan masa depan. Yang jelas, memahami bagaimana fenomena seperti Japanese Yen Carry Trade bekerja dapat membantu kita lebih siap menghadapi kemungkinan yang ada.