Manusia Butuh Humor

Muhammad Helmi
Mahasiswa Uin Sunan Gunung Djati Bandung
Konten dari Pengguna
8 Februari 2024 5:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Helmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki selera humor. Asal usul kata “humor” berasal dari bahasa Latin dan awalnya tidak terkait dengan kelucuan. Awalnya, “humor” merujuk pada cairan tubuh yang menjaga keseimbangan kesehatan manusia. Mungkin ketika kita tertawa, hal tersebut dapat menjaga keseimbangan mental dan berdampak pada kesehatan fisik. Oleh karena itu, istilah “humor” mungkin digunakan untuk mencerminkan keseimbangan tersebut. Menurut Bergson, hanya manusia yang memiliki sifat lucu. Makhluk selain manusia tidak memiliki unsur lucu. Ketika makhluk selain manusia dianggap lucu, biasanya karena ada asosiasi dengan manusia. Sebagai contoh, ketika melihat monyet naik sepeda, kita menilainya sebagai lucu karena monyet tersebut meniru perilaku manusia. Jadi, yang dianggap lucu bukanlah monyetnya, melainkan kemiripannya dengan manusia. Jika monyet tidak menunjukkan tingkah laku mirip manusia atau sesuai dengan insting alaminya, maka tidak akan terlihat lucu bagi kita. Humor dapat membuat hal-hal berat terasa lebih ringan dan membantu menghadapi kehidupan dengan santai. Bahkan dalam situasi sulit, menganggap candaan sebagai bentuk perlindungan diri dapat membuat tanggapan kita menjadi lebih ringan. Simon Wiesenthal, seorang aktivis Austria, menyatakan bahwa “Humor is the weapon of unarmed people.” Humor menjadi senjata bagi masyarakat yang tidak memiliki senjata, membantu mereka tersenyum dalam situasi yang sulit. Mungkin nenek moyang kita memiliki tingkat humor yang tinggi. Meskipun dijajah selama tiga ratus lima puluh tahun, mereka tetap bisa tertawa dan tetap santai. Mungkin para penjajah malah merasa bosan. Ketika ada niat untuk menyakiti, namun kita tidak merasa terluka dan malah menanggapinya dengan tawa, orang yang mencoba menyakiti akan merasa kesal. Dengan cara ini, kehidupan terasa lebih mudah dihadapi.
ADVERTISEMENT
Teori-teori Humor Pertama, “superiority theory” mengacu pada kecenderungan seseorang yang merasa lebih unggul dan melihat orang lain sebagai lebih rendah, kemudian merendahkan dan menertawakannya. Teori ini terjadi saat seseorang merasa superior dalam situasi tertentu, misalnya saat melihat orang jatuh.Teori superiority menyiratkan bahwa humor dapat timbul dari perasaan superioritas. Banyak jenis humor yang melibatkan ejekan dan pengecilan terhadap orang lain, yang kemudian dianggap lucu sehingga orang lain ikut tertawa. Oleh karena itu, dalam pertunjukan lawak, pelawak sering memilih memakai pakaian aneh atau unik untuk menstimulasi perasaan superioritas penonton dan membuat mereka tertawa. Kedua, “incongruity theory” berfokus pada ketidaksetaraan atau perubahan tiba-tiba yang dapat menghasilkan humor. Contohnya adalah permainan kata atau situasi yang tidak masuk menurut akal. Ini menciptakan kelucuan karena harapan yang dikacaukan dalam sikap mental. Ketiga, “relief theory” mirip dengan katarsis, di mana humor berfungsi sebagai pelepasan dari ketegangan hidup. Dalam situasi yang membuat stres, humor dapat menjadi jalan keluar untuk santai dan menghadapi masalah dengan sikap positif.
ADVERTISEMENT
Batasan Humor Menurut Plato, tertawa berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan sifat kemanusiaan seseorang dan membuatnya kurang peka terhadap perasaan orang lain. Overdosis tertawa dapat mengakibatkan ketidakpekaan terhadap empati dan kebutuhan sesama. Dalam Islam, tertawa diperbolehkan dan bahkan dianjurkan agar hati manusia tetap hidup. Namun, perlu kehati-hatian karena tertawa berlebihan dapat membuat hati menjadi keras. Dosis tertawa harus tepat, karena kurang tertawa membuat hati kaku dan terlalu banyak membuat hati tidak peka.
"Life too short to be serious all the time. So, if you can’t, laugh at yourself." Dalam hidup yang singkat ini, terlalu serius sepanjang waktu bukanlah pilihan yang bijak. Jika tidak bisa tertawa, setidaknya tertawalah pada diri sendiri. Melihat sisi lucu dari diri yang sering serius dapat membawa kesegaran dan mengurangi beban hidup. Jika itu belum bisa membuat Anda tertawa, "call me, I'll laugh at you," panggil saya, dan saya akan menertawakan Anda.
Ilustrasi tertawa/humor (pexels/helena lopes)
ADVERTISEMENT