Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Lawan Arus, Cermin Kecil dari Perilaku Zalim dan Korupsi
9 Mei 2025 16:19 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Irfan Effendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah enggak sih ketika kita sedang berkendara dengan tertib, lalu tiba-tiba melihat pengendara motor lawan arus? Rasanya mungkin campur aduk. Kaget, kesal, sampai takut kalau terjadi kecelakaan. Meski terlihat sepele, kebiasaan melawan arus saat berkendara ternyata punya dampak yang lebih luas. Bukan hanya soal keselamatan, tapi juga mental dan karakter kita sebagai warga negara.
ADVERTISEMENT
Pengendara lawan arus bukan hanya melanggar aturan lalu lintas, tapi juga membahayakan banyak nyawa. Risiko kecelakaan jauh lebih besar, karena pengendara datang dari arah yang tak terduga. Apalagi kalau dilakukan di jalan ramai dan saat jam sibuk. Ketika kita tanya, alasan kenapa melawan arus? Jawabannya pun terdengar klise, “Biar cepat sampai, kalau lewat biasa macet.”
Padahal, alasan-alasan itu bisa jadi awal dari bencana. Lebih dari sekadar keegoisan pengendara, ini adalah cermin dari kebiasaan mencari jalan pintas tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.
Kalau kita bisa hubungkan, sikap melawan arus ini tak jauh beda dengan perilaku korupsi. Sama-sama mencari keuntungan pribadi dengan melanggar aturan dan sama-sama merugikan orang banyak. Dilakukan secara diam-diam, berharap tak ketahuan dan sama-sama dilandasi pikiran, “Yang penting saya untung.”
ADVERTISEMENT
Maka tidak salah juga jika kita menyebut perilaku ini sebagai bentuk kecil dari kezaliman. Karena pada dasarnya, kezaliman adalah saat seseorang mengambil hak orang lain, merugikan orang lain baik secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Sayangnya, pelanggaran seperti melawan arus sering kali dianggap remeh sampai terjadi korban. Salah satunya ada beberapa kejadian di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Masih ingat diingatan kita kecelakaan tujuh motor melawan arus dan menabrak truk saat jam sibuk pada tahun 2023. Setahun berselang, ada kejadian serupa. Namun kali ini mobil ekspedisi yang nekat melawan arus dan menabrak pengendara motor yang melintas yang mengakibatkan seorang bayi meninggal dunia.
Ironisnya, pelaku kerap merasa bahwa mereka "cuma" melanggar sedikit. Padahal dampaknya bisa sangat besar bagi orang lain. Di sinilah pentingnya empati, kesadaran bahwa perilaku kita di jalan raya bukan hanya soal kita, tapi juga soal keselamatan banyak orang. Kesadaran ini yang perlu terus ditumbuhkan, agar tidak ada lagi korban akibat keegoisan sesaat.
ADVERTISEMENT
Menumbuhkan kesadaran berlalu lintas, tidak cukup hanya menambah rambu atau memperketat pengawasan. Tapi membangun kesadaran melalui edukasi, sosialisasi bahwa aturan dibuat bukan untuk menyulitkan, melainkan untuk melindungi. Kesadaran bahwa tertib berlalu lintas itu bukan semata soal takut ditilang, tapi bentuk cinta kita pada sesama.
Mari mulai dari diri sendiri untuk bisa bersabar tidak melawan arus, artinya kita sedang praktik belajar jujur, tertib, menghormati hak orang lain, menanam nilai keadilan, yang kelak bisa tumbuh besar dan membentuk masyarakat yang lebih baik. Karena perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil, termasuk dari cara kita berkendara di jalan.