Konten dari Pengguna

Indonesia dan Kepemimpinan Koalisi Perdamaian Dunia

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
23 Desember 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam KTT D-8, Kamis, 19/12 di Mesir. Sumber: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam KTT D-8, Kamis, 19/12 di Mesir. Sumber: Kumparan
ADVERTISEMENT
Pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 baru-baru ini memberikan angin segar bagi cita-cita Indonesia untuk menjadi pemain kunci dalam peta perdamaian global. Prabowo menggarisbawahi pentingnya solidaritas antarnegara untuk mengatasi tantangan global sebagaimana penjajahan Israel atas Palestina.
ADVERTISEMENT
Forum organisasi kerja sama ekonomi Developing Eight (D-8) dihadiri oleh 8 negara berpenduduk mayoritas muslim dengan ekonomi berkembang tinggi, yaitu Indonesia, Turki, Mesir, Pakistan, Malaysia, Nigeria, Iran, dan Bangladesh.
Pidato Presiden bukan hanya retorika diplomatik, tetapi juga suatu peta jalan potensial bagi Indonesia untuk mengemban peran yang lebih besar di panggung internasional. Prabowo berhasil menyoroti tiga elemen penting yang dapat menjadi pilar kepemimpinan Indonesia dalam koalisi perdamaian dunia. Pidato ini juga menghidupkan kembali semangat Bandung 1955, di mana Indonesia sebelumnya menjadi motor penggerak solidaritas dunia ketiga.
Presiden dalam pidatonya menekankan prinsip keadilan dan kesetaraan sebagai fondasi hubungan internasional. Hal ini sejalan dengan konstitusi Indonesia yang menyerukan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan latar belakang sejarah sebagai pelopor Gerakan Non-Blok, Indonesia tentu memiliki kredibilitas untuk memimpin aliansi negara-negara berkembang yang berkomitmen pada prinsip-prinsip tersebut.
ADVERTISEMENT
Tantangannya, bagaimana Indonesia dapat mengartikulasikan visi ini ke dalam kebijakan luar negeri yang konkret. Indonesia perlu memperkuat peranannya dalam organisasi regional seperti ASEAN dan OIC (Organisasi Kerja Sama Islam) untuk membangun konsensus di antara negara-negara anggota. Indonesia memiliki posisi geostrategis yang unik di persimpangan dua samudera dan dua benua.
Dalam konteks D-8, potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong kerja sama maritim, perdagangan lintas kawasan, dan pengamanan jalur laut. Prabowo setidaknya mengisyaratkan bahwa Indonesia dapat menjadi jembatan bagi dialog antara Timur dan Barat, sebuah posisi yang jarang dimiliki oleh negara berkembang lainnya.
Keunggulan ini harus dilengkapi dengan investasi dalam kemampuan pertahanan dan keamanan, termasuk diplomasi pertahanan. Indonesia dapat menawarkan konsep defense diplomacy yang mengutamakan kerja sama alih teknologi, latihan bersama, dan pembangunan kapasitas untuk menjaga stabilitas kawasan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Indonesia dalam diplomasi damai, seperti penyelesaian konflik di Aceh dan Filipina Selatan, visi ini memiliki dasar historis. Namun, dalam konteks geopolitik saat ini, peran tersebut membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif terhadap dinamika kekuatan besar, terutama dalam isu-isu strategis seperti konflik di Timur Tengah dan Laut Cina Selatan.
Pidato Prabowo juga menyentuh pentingnya nilai-nilai universal seperti perdamaian, toleransi, dan dialog lintas budaya. Dalam konteks global yang penuh polarisasi, Indonesia dapat menawarkan model kepemimpinan yang tidak hanya mengandalkan kekuatan ekonomi atau militer, tetapi juga kekuatan moral.
Sebagai contoh, Indonesia dapat mengambil peran proaktif dalam mediasi konflik internasional, seperti di Palestina, Sudan, Libia, Yaman, atau kawasan lainnya. Kemampuan diplomasi damai yang telah terbukti, seperti dalam perjanjian damai Aceh, dapat menjadi referensi dalam upaya mediasi yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, visi besar ini tidak bebas dari tantangan. Indonesia perlu memastikan bahwa kebijakan luar negeri tetap konsisten dengan dinamika domestik. Selain itu, peran sebagai pemimpin koalisi perdamaian dunia menuntut kemampuan koordinasi yang tinggi dengan berbagai aktor internasional, termasuk negara-negara besar. Turki sebagai negara yang selama ini berhubungan sangat dekat dan saling memuji dengan Indonesia, seolah menunjukkan ekspresi walk out saat Presiden Prabowo Subianto sedang menyampaikan pidato di hadapan delegasi KTT D-8.
Visi strategis yang jelas dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam memperjuangkan perdamaian dunia. Pidato Prabowo di KTT D-8 adalah langkah awal yang menggugah optimisme sekaligus menjadi tantangan untuk membuktikan bahwa Indonesia benar-benar dapat menjadi jangkar stabilitas dan perdamaian global.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, demokrasi yang kuat, dan ekonomi yang berkembang pesat, Indonesia memiliki semua modal yang dibutuhkan untuk memimpin koalisi negara-negara berkembang menuju dunia yang lebih damai dan berkeadilan.
Dalam upaya membangun koalisi perdamaian, Indonesia harus memastikan bahwa setiap inisiatif sejalan dengan prinsip Piagam PBB, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan negara dan penyelesaian sengketa secara damai. Selain itu, penting untuk mengembangkan kerangka hukum regional yang dapat mendukung upaya mediasi dan rekonsiliasi.
Selain itu, dalam skala global, peran Indonesia sebagai pemimpin koalisi perdamaian akan diuji oleh kemampuannya untuk membangun kredibilitas di mata aktor-aktor utama internasional, baik negara-negara besar maupun organisasi multilateral.