Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Ironi Kebijakan Energi yang Mengorbankan Rakyat
4 Februari 2025 19:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memangkas distribusi gas LPG 3 Kg hanya sampai ke pangkalan telah menyebabkan antrean panjang di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan kegagalan mitigasi risiko dan komunikasi kebijakan yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam pengelolaan sektor energi.
ADVERTISEMENT
Sejak diberlakukannya kebijakan ini, masyarakat di berbagai daerah terpaksa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendapatkan gas bersubsidi. Ironi ini semakin nyata ketika Presiden Prabowo Subianto, yang tengah mengembangkan diplomasi energi dengan keberanian melawan Uni Eropa sekaligus negara tetangga ASEAN, harus menghadapi kenyataan pahit bahwa rakyatnya sendiri mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar.
Kondisi ini semakin tragis dengan adanya kejadian memilukan di Pamulang Barat, Tangerang Selatan, di mana seorang warga bernama Yonih (62) meninggal dunia akibat kelelahan saat mengantre gas LPG 3 Kg. Kasus ini bukan hanya sekadar peristiwa individu, tetapi menjadi potret nyata dari kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Belum lagi percekcokan sesama tetangga karena berebutan mencari gas, atau adu jotos antara calon pembeli dengan pemilik pangkalan.
ADVERTISEMENT
Pemangkasan distribusi hingga hanya ke pangkalan didasarkan pada alasan efisiensi dan pengawasan subsidi agar lebih tepat sasaran. Namun, kebijakan ini gagal mempertimbangkan dampak nyata di lapangan. Sebelumnya, masyarakat dapat dengan mudah membeli LPG 3 Kg di warung-warung kecil, tetapi kini mereka harus mencari pangkalan yang sering kali jauh dari tempat tinggal mereka. Akibatnya, terjadi kepadatan di pangkalan yang menyebabkan antrean panjang, ketidakpastian stok, serta kefrustrasian atas perubahan kebijakan.
Sebuah kebijakan yang baik seharusnya tidak hanya memperpendek rantai distribusi, namun harus memperhitungkan kesiapan infrastruktur, mekanisme suplai, dan dampak sosial ekonomi. Pemerintah seharusnya memiliki mitigasi risiko agar tidak menciptakan ketidakstabilan baru yang justru memperparah keadaan.
Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar distribusi gas LPG 3 Kg kembali diperluas hingga ke tingkat pengecer. Ini adalah langkah korektif yang seharusnya segera diterapkan tanpa hambatan birokrasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang penyediaan dan pendistribusian gas LPG 3 Kg, tugas pemerintah adalah menjamin ketersediaan stok dan harga yang terjangkau bagi rumah tangga serta usaha mikro.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus memastikan distribusi yang efisien tanpa mengorbankan aksesibilitas masyarakat kecil. Jika memang ingin menata ulang sistem distribusi agar lebih akurat dalam penyaluran subsidi, pendekatan yang lebih terstruktur diperlukan, bukan dengan cara memangkas rantai distribusi tanpa solusi konkret. Sebagai negara dengan populasi besar, kebijakan energi Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial dan reaktif. Pemerintah perlu memastikan beberapa langkah penting.
Pemerintah sebagai regulator harus bekerja sama dengan Pertamina dan stakeholder lainnya untuk menjamin pasokan LPG yang cukup agar tidak terjadi kelangkaan. Sistem distribusi harus memungkinkan masyarakat mendapatkan LPG dengan mudah, baik di pangkalan maupun warung pengecer tanpa menghambat akses masyarakat.
Kebijakan yang asal potong rantai distribusi tanpa memikirkan dampaknya hanya akan memperpanjang penderitaan masyarakat. Saat ini, bukan hanya antrean panjang yang menjadi bukti kegagalan kebijakan, tetapi juga hilangnya nyawa akibat kebijakan yang tidak manusiawi. Pemerintah harus bertindak secara analisis dalam menetapkan kebijakan publik dengan sejumlah solusi dari serangkaian mitigasi risiko yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Jika energi adalah simbol kedaulatan bangsa, maka pastikan rakyat tidak harus mengantre panjang hanya untuk mendapatkan gas untuk kebutuhan sehari-hari. Kedaulatan energi bukan sekadar soal distribusi, tetapi tentang memastikan setiap rakyat bisa mengaksesnya dengan layak. Sebuah kebijakan yang baik adalah yang menghadirkan solusi, bukan antrean dan penderitaan. Saat energi mengalir dengan adil, kesejahteraan pun akan merata.