Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kemenangan Tanpa Perang, Swasembada Pangan sebagai Strategi Ketahanan Nasional
6 Mei 2025 16:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 5 April 2025, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan optimisme besar bahwa stok beras nasional Indonesia diprediksi bisa menembus 4 juta ton dalam waktu dekat, hanya dalam hitungan setengah bulan ke depan. Pernyataan ini bukan sekadar retorika politik, melainkan cermin dari realitas lapangan yang mulai menunjukkan hasil nyata dari reformasi pertanian berbasis produktivitas dan teknologi adaptif.
ADVERTISEMENT
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada awal Mei 2025, stok beras nasional telah mencapai 3,5 juta ton, angka tertinggi dalam 57 tahun sejak lahirnya Bulog. Ini bukan capaian biasa, melainkan tonggak sejarah dalam perjalanan panjang kemandirian pangan Indonesia. Capaian ini menunjukkan bahwa Indonesia telah memasuki fase baru dalam siklus ketahanan pangan, di mana kecukupan stok menjadi bagian penting dari strategi pertahanan nasional.
Kita tak bisa mengabaikan fakta bahwa serapan beras nasional saat ini telah menyentuh angka 50 ribu ton per hari. Dengan kecenderungan panen raya masih berlangsung di sejumlah sentra produksi seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan, maka angka 4 juta ton bukanlah mimpi, melainkan prediksi yang didukung oleh kalkulasi produksi dan distribusi aktual.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif pertanian modern, stok beras yang memadai tidak hanya menjamin stabilitas harga dan pasokan, tetapi juga memperkuat posisi tawar negara dalam sistem pangan global. Ketika banyak negara produsen utama beras seperti India dan Vietnam membatasi ekspor demi kepentingan dalam negeri, Indonesia justru mampu menunjukkan surplus. Ini menjadi bukti bahwa arah kebijakan pangan nasional mulai berada di jalur yang tepat.
Dari sisi swasembada pangan, capaian ini merupakan refleksi dari meningkatnya produktivitas per satuan luas lahan. USDA (Departemen Pertanian Amerika Serikat) pun mengakui bahwa produksi beras Indonesia pada musim tanam 2024/2025 mengalami peningkatan signifikan. Ini tidak lepas dari keberhasilan memperluas cakupan panen dan penerapan sistem irigasi berbasis pompanisasi yang mengantisipasi kekeringan akibat perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Pompanisasi, yang digencarkan sejak awal 2024, merupakan inovasi adaptif yang kini terbukti efektif. Program ini tidak hanya menambah luas tanam, tetapi juga mempercepat indeks pertanaman (IP). Hal ini berdampak langsung pada peningkatan produksi beras, di mana hasil panen bisa diperoleh lebih dari dua kali dalam setahun di lahan yang sama.
Dalam konteks ketahanan nasional, ketersediaan pangan pokok seperti beras adalah pondasi utama. Krisis pangan di berbagai belahan dunia, mulai dari Afrika hingga Asia Tengah, telah memicu konflik sosial, kerusuhan, dan migrasi besar-besaran. Indonesia tak boleh lengah. Ketika beras cukup dan harga stabil, maka stabilitas sosial-politik lebih mudah dijaga. Inilah esensi dari pertahanan nasional berbasis pangan.
Ketahanan pangan harus dipahami bukan sekadar isu pertanian, tetapi sebagai bagian dari arsitektur pertahanan nonmiliter. Dalam doktrin ketahanan nasional, sektor pangan adalah garda depan yang menjaga daya tahan bangsa dalam menghadapi tekanan eksternal, baik dalam bentuk embargo pangan, spekulasi harga global, maupun perubahan iklim ekstrem.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Indonesia dalam mencapai 3,5 juta ton stok beras, dan potensi untuk menembus 4 juta ton, harus dilihat sebagai hasil sinergi antara kebijakan yang tepat, dukungan infrastruktur, dan kesiapan petani dalam menghadapi tantangan global. Ini adalah pelajaran berharga bahwa transformasi pertanian tidak memerlukan revolusi besar, tetapi konsistensi dalam penerapan inovasi sederhana yang menyentuh akar rumput.
Dalam kerangka produktivitas nasional, peningkatan output beras ini juga menandakan efisiensi dalam penggunaan sumber daya pertanian. Mekanisasi, teknologi digital pertanian, serta insentif kepada petani mulai menunjukkan dampaknya. Kita sedang menyaksikan transformasi dari pola tanam tradisional menuju sistem agribisnis modern yang tangguh.
Lebih jauh lagi, stok beras yang tinggi juga berarti Indonesia bisa memainkan peran strategis dalam diplomasi pangan. Ketika negara lain panik karena krisis pasokan, Indonesia bisa membangun jejaring baru melalui ekspor terbatas, barter pangan, atau diplomasi bantuan. Di sinilah kedaulatan pangan bertemu dengan kepentingan geopolitik.
ADVERTISEMENT
Namun, capaian ini tak boleh membuat kita berpuas diri. Tantangan perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan fluktuasi harga pupuk masih mengintai. Maka, langkah selanjutnya adalah menjaga momentum produksi, memperkuat cadangan strategis, serta menata ulang rantai distribusi agar beras tak menumpuk di lumbung, tapi sampai di piring rakyat.
Langkah-langkah ini memerlukan keberanian politik, kepemimpinan yang konsisten, serta kolaborasi dengan sektor swasta dan BUMN pangan. Dalam konteks globalisasi, negara yang mampu mandiri dalam urusan pangan akan menjadi negara yang dihormati, karena mampu mengurus rakyatnya tanpa bergantung pada belas kasih pasar dunia.
Sebagai guru besar pertanian dan konsultan agrobisnis di lingkup multinasional, saya melihat bahwa Indonesia telah berada pada titik kritis menuju lompatan besar dalam sistem pangan nasional. Stok beras 4 juta ton hanyalah awal dari revolusi sunyi menuju swasembada yang sesungguhnya, di mana pangan menjadi simbol kedaulatan dan kekuatan negara.
ADVERTISEMENT
Karena itu, mari kita dukung bersama langkah-langkah strategis ini, bukan hanya dengan optimisme kosong, tetapi melalui kebijakan berkelanjutan, riset pertanian yang terarah, dan perlindungan menyeluruh terhadap petani sebagai garda terdepan ketahanan bangsa.