Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Konflik Gaza dan Laut Merah: Strategi Hamas-Houthi Menghadapi Militer Israel-AS
19 Maret 2025 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Serangan Israel ke Gaza Tengah dan Gaza Selatan pada 17 Maret 2025 menandai babak baru dalam dinamika keamanan kawasan Timur Tengah. Serangan yang menewaskan setidaknya 59 warga Palestina ini terjadi di tengah proses negosiasi gencatan senjata tahap kedua, yang justru memperumit upaya mediasi internasional. Di sisi lain, respons militer Yaman terhadap serangan AS pada 15 Maret 2025 dengan menargetkan kapal induk USS Harry S Truman menunjukkan bahwa konflik ini semakin melibatkan aktor-aktor non-negara dengan kapabilitas militer yang meningkat.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif politik keamanan kawasan, eskalasi ini memperlihatkan ketidakmampuan komunitas internasional, terutama PBB, dalam menahan agresi unilateral negara-negara besar terhadap entitas yang lebih lemah. Israel dengan dukungan AS, tetap menjalankan operasi militernya meski terdapat tekanan global untuk meredakan konflik. Sementara itu, Houthi dan Hamas, yang semakin memperkuat kapabilitas militer mereka, mengandalkan strategi perang asimetris untuk menghadapi dominasi militer konvensional.
Serangan terhadap USS Harry S Truman merupakan indikasi bahwa aktor-aktor non-negara seperti Houthi tidak lagi hanya bertahan di wilayah domestik, tetapi telah menunjukkan kemampuan untuk menantang kekuatan global di arena maritim. Pemindahan kapal induk AS sejauh 1.300 km ke arah utara Laut Merah menjadi bukti bahwa ancaman dari Houthi tidak dapat diabaikan begitu saja. Ini mencerminkan pergeseran pola perang yang lebih berbasis teknologi dan mobilitas tinggi.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks perang asimetris, perkembangan teknologi militer Houthi dan Hamas menjadi faktor kunci dalam memperpanjang konflik ini. Rudal balistik dan drone kamikaze jarak jauh yang digunakan oleh Houthi menunjukkan adanya akses terhadap teknologi perang yang semakin canggih. Hamas, di sisi lain, terus memperkuat modifikasi senjata dan rekrutmen pasukan jihad, yang memperlihatkan kesiapan mereka dalam menghadapi gelombang serangan Israel di masa-masa ke depan.
Peningkatan eskalasi militer ini juga mencerminkan adanya perubahan dinamika geopolitik kawasan. Dukungan satu juta orang warga Yaman terhadap Houthi dalam bentuk aksi demonstrasi bersenjata menunjukkan bahwa perang ini bukan sekadar konflik antarnegara, tetapi telah bertransformasi menjadi perang ideologis yang melibatkan masyarakat secara luas. Sentimen anti-AS dan anti-Israel di Timur Tengah semakin menguat, yang berpotensi menciptakan medan konflik yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, perang ini memperlihatkan kegagalan strategi militer konvensional dalam menghadapi ancaman non-konvensional. AS dan Israel, meskipun memiliki superioritas udara dan persenjataan canggih, tampaknya tetap kesulitan dalam menghadapi serangan berbasis drone dan rudal balistik. Ketidakmampuan untuk mengatasi serangan ini menunjukkan bahwa paradigma perang modern tidak lagi hanya bergantung pada dominasi militer, tetapi juga pada adaptasi teknologi dan strategi operasional yang fleksibel.
Dari sisi hukum internasional, eskalasi ini kembali menempatkan PBB dalam posisi yang lemah. Serangan Israel terhadap Gaza yang terjadi di tengah negosiasi gencatan senjata jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip hukum humaniter internasional. Namun, karena perlindungan politik dari AS, tindakan Israel tetap tidak mendapatkan sanksi yang signifikan. Hal ini semakin menegaskan bahwa hukum internasional seringkali hanya berlaku bagi negara-negara yang lebih lemah.
ADVERTISEMENT
Dinamika ini juga memperlihatkan meningkatnya kontestasi negara-negara kawasan dalam pengembangan senjata perang. Iran misalnya, diyakini memiliki peran dalam membantu Houthi dan Hamas dalam memperkuat teknologi persenjataan mereka. Dukungan ini membuat keseimbangan kekuatan di Timur Tengah semakin berubah, dengan aktor-aktor non-negara mendapatkan akses ke persenjataan yang sebelumnya hanya dimiliki oleh negara-negara besar.
Dalam jangka panjang, konflik ini berpotensi mendorong keterlibatan lebih luas dari negara-negara lain. Rusia dan China yang memiliki kepentingan strategis di kawasan ini, kemungkinan akan meningkatkan dukungan mereka terhadap pihak-pihak yang menentang dominasi AS. Ini dapat memperparah ketegangan geopolitik global, terutama dalam konteks perang proxy yang melibatkan aktor negara dan non-negara.
Secara sosial, eskalasi ini juga memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza dan Yaman. Blokade, serangan udara, dan pengungsian massal menjadi dampak langsung dari konflik yang tak kunjung usai. Komunitas internasional perlu segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan pertumpahan darah, sebelum situasi semakin sulit dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif politik domestik Israel, serangan ini juga dapat dikaitkan dengan strategi pemerintahan Netanyahu untuk memperkuat dukungan politiknya di dalam negeri. Dengan terus menunjukkan sikap keras terhadap Hamas, Netanyahu berusaha menggalang dukungan dari kalangan nasionalis Israel yang mendukung pendekatan militer sebagai solusi konflik.
Namun, strategi ini juga dapat menjadi pedang bermata dua. Semakin besar eskalasi militer, semakin besar pula potensi perlawanan dari aktor-aktor non-negara seperti Houthi dan Hamas. Jika Israel gagal mengelola konflik ini dengan baik, mereka dapat menghadapi ancaman keamanan yang lebih serius di masa depan.
ADVERTISEMENT
Eskalasi kampanye militer Israel-AS terhadap Hamas dan Houthi mencerminkan pergeseran dinamika konflik di Timur Tengah. Perang asimetris modern, didukung oleh teknologi canggih, telah mengubah cara perang dilakukan. PBB dan komunitas internasional harus segera bertindak untuk meredakan konflik ini, sebelum dampaknya semakin meluas dan mengancam stabilitas global secara keseluruhan.