Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ekspor Arwana Indonesia Kalah dari Malaysia, Kok Bisa?
22 Agustus 2021 11:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Rafiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Arwana adalah ikan hias air tawar andalan Indonesia. Dari total keseluruhan nilai ekspor ikan hias Indonesia, 30% di antaranya disumbangkan oleh Arwana. Tak heran kalau tahun 2021 ini, KKP memberikan gelar Maskot Ikan Hias Air Tawar Indonesia kepada Arwana Super Red.
ADVERTISEMENT
Dari sekian jenis Arwana yang banyak diminati oleh pasar ikan hias dunia, hampir semuanya ada di Indonesia. Arwana Super Red (Scleropages Legendrei) yang habitat aslinya ada di Kapuas Hulu Kalimantan Barat adalah jenis Arwana yang harganya paling tinggi. Jenis lain yang tidak kalah peminatnya adalah Arwana Red Tail Golden (Scleropages Aureus) yang hidup di pedalaman Riau. Walaupun tidak sepopuler Arwana Super Red dan Arwana Red Tail Golden, Indonesia juga memiliki Arwana Banjar (Scleropages Macrocephalus) yang harganya lebih ekonomis dan cocok untuk pemula.
Arwana andalan Malaysia hanya Arwana Golden Crossback. Berbeda dengan Arwana Red Tail Golden yang sisik di punggungnya berwarna gelap, Arwana Golden Crossback hadir dengan warna emas hingga ke sisik punggung. Itu sebabnya jenis ini dinamakan Golden Crossback, karena warna emasnya menyeberang sampai ke sisik punggung. Karena kelebihan itu, harga Arwana Golden Crossback sedikit lebih tinggi dibanding Arwana Red Tail Golden.
ADVERTISEMENT
Malaysia dan Singapura sesungguhnya selama ini berusaha menangkarkan Arwana Super Red asal Kapuas Hulu, tapi mereka belum berhasil memproduksi Arwana Super Red dalam jumlah komersial. Sehingga kalau ada pengusaha ikan hias Malaysia dan Singapura mengekspor Arwana Super Red dalam jumlah besar, hampir dipastikan sumbernya kebanyakan dari Indonesia. Tapi sebaliknya, cukup banyak penangkar Indonesia yang sukses membudidayakan Arwana Golden Crossback dalam skala komersial di provinsi Riau.
Walaupun tidak mampu memproduksi Arwana Super Red dalam jumlah besar dan hanya mengandalkan satu jenis Arwana Golden Crossback saja, ternyata selama ini ekspor Arwana dari Malaysia masih lebih unggul dibanding Indonesia. Mengutip trade database CITES, sepanjang tahun 2015 hingga 2020, Malaysia mampu mengekspor sebanyak 876.343 ekor (755.636 ekor dengan tujuan China), sedangkan angka ekspor Indonesia hanya 741.255 ekor saja (622.033 ekor dengan tujuan China).
ADVERTISEMENT
Arwana Super Red, Golden dan Banjar adalah ikan yang statusnya terancam punah, karena itu dilarang untuk menangkap langsung dari alam dan memperjualbelikannya. Arwana Super Red, Golden dan Banjar yang boleh diperjualbelikan adalah hasil penangkaran generasi kedua (F2) dan generasi seterusnya. Untuk membedakan dengan hasil tangkapan alam, pemilik izin penangkaran harus memberi penanda permanen dalam bentuk tag atau chip.
Pemilik izin penangkaran bukan berarti langsung bisa mengekspor Arwana, karena transaksi Arwana lintas negara hanya bisa dilakukan oleh badan usaha yang memiliki Export Permit dari CITES (Convention on International Trade Endangered Species). Otoritas Managemen di Indonesia hanya membantu pengurusan Export Permit CITES bagi pengusaha pemegang Izin Penangkaran, berbeda dengan beberapa negara lain yang memisahkan antara Izin Penangkaran dengan pengurusan Import dan Export/Re-Export Permit CITES. Karenanya untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke China, pengusaha ikan hias Singapura dan Malaysia dapat membeli Arwana Super Red dari Indonesia, sepanjang mereka memiliki Import Permit dan Re-Export Permit dari CITES.
ADVERTISEMENT
Arwana Super Red sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk ditangkarkan, apabila kolam penangkaran berlokasi di sekitar Hulu Sungai Kapuas dan Danau Sentarum yang menjadi habitat aslinya. Beberapa pengusaha mencoba untuk membuat penangkaran Arwana dengan skala besar dan menengah jauh dari habitat asli, tapi hasilnya jauh lebih kecil dibanding dengan kolam-kolam rumahan milik masyarakat di Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Seorang peternak rumahan di Kapuas Hulu mampu memproduksi sedikitnya 180 – 200 ekor anakan Super Red pertahun hanya dengan bermodalkan satu kolam ukuran 4 X 8 meter dengan jumlah indukan 12-15 ekor. Untuk diketahui, ada ratusan kolam rumahan seperti ini di Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Yang selama ini sulit adalah bagaimana caranya mengekspor ribuan Arwana hasil dari kolam-kolam rumahan ini.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan peternak rumahan ini tidak memiliki izin penangkaran dari otoritas managemen yang ditunjuk oleh pemerintah. Bukan karena mereka tidak patuh, tapi karena birokrasi izin penangkaran dan Export Permit CITES terasa sangat jauh diluar jangkauan dan pemahaman mereka. Karena tidak memiliki izin penangkaran dan Export Permit, maka ribuan anakan hasil dari kolam-kolam rumahan ini tidak dapat ekspor ke luar negeri, bahkan tidak bisa dijual di dalam negeri. Mungkin ini sebabnya kenapa kita seringkali membaca berita penyelundupan ratusan ekor anakan Arwana Super Red melalui jalan darat dari Kapuas Hulu melalui Entikong ke Malaysia.
Apabila pemerintah bisa melakukan sesuatu untuk membantu kolam-kolam rumahan di Kapuas Hulu ini mendapatkan Izin Penangkaran dan memperoleh Export Permit CITES, tentu para petani rumahan yang jumlahnya ratusan ini akan lebih sejahtera. Mereka tidak perlu lagi menjual anakan Arwana dengan harga murah ke penyelundup, karena bisa menjual atau mengekspor sendiri dengan harga yang lebih pantas. Selain itu posisi tawar mereka juga akan menjadi lebih baik ketika berhadapan dengan pengepul atau pemilik Export Permit yang membutuhkan pasokan anakan Arwana dari mereka.
ADVERTISEMENT
Tidakkah dengan demikian seharusnya Indonesia bisa segera menjadi juara dalam ekspor ikan hias Arwana?