Mengunjungi Rumah Sandi, Saksi Bisu Agresi Militer II

Muhammad Raihan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY
Konten dari Pengguna
25 November 2022 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Raihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak Depan Rumah Sandi (Foto: Muhammad Raihan/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Depan Rumah Sandi (Foto: Muhammad Raihan/Kumparan)
ADVERTISEMENT
Rumah Sandi adalah sebuah rumah kecil berbentuk limasan, rumah ini dulu pernah menjadi markas darurat bagi pasukan Indonesia untuk segala macam kegiatan yang berhubungan dengan sandi sekaligus mengirim dan menerima berita saat agresi militer terjadi di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Rumah ini berlokasi di Dusun Dukuh, Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Saat ini Rumah Sandi ini telah ditetapkan oleh Sultan Hamengkubuwono X bersama Lembaga Sandi Negara menjadi tempat wisata pada 29 Januari 2014 yang dikelola oleh Museum Sandi Negara.
Rumah Sandi sendiri masih dihuni oleh seorang pria paruh baya bernama Bapak Ngadiman, ia sendiri juga bertugas menjadi Tour Guide jika ada pengunjung yang datang ke Rumah Sandi.
“Dulu Rumah Sandi ini cuma rumah kecil punya kakek saya, namanya Merto Setomo, tapi karena ada perang Agresi Militer II saat pemerintahan di jogja, tentara datang lalu rumahnya dijadikan markas” ujar Bapak Ngadiman, saat ditemui di Rumah Sandi, Selasa (15/11/2022)
sejarahnya Rumah Sandi ini sendiri dimulai pada tanggal 19 Desember 1948, dimana pasukan Belanda menghujani lapangan udara Maguwo dengan bom dan tembakan senjata, Letkol. Roebino Kertopati (Pimpinan Lembaga Sandi Negara saat itu) segera memerintahkan agar para perwira sandi untuk mengevakuasi diri bersama dokumen penting dan memindahkan kantor Dinas Sandi di Jalan Batanawarsa No. 32, Yogyakarta yang ikut diserang. Beberapa perwira sandi terus berjalan ke arah barat, dan di salah satu rumah yang ada di Dusun Dukuh, Desa Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo para pewira sandi yang selamat bermarkas, diantara nya ada Letnan Muda Soedijatmo dan Letnan II Soemarkidjo, dan itulah cikal bakal dari Rumah Sandi.
ADVERTISEMENT
Bapak Ngadiman berkata bahwa Rumah Sandi ini adalah saksi berjuangan para perwira untuk tetap menjaga hubungan komunikasi dan informasi sebagai urat nadi perjuangan, beliau juga bilang bahwa dulu ayahnya yang bernama Ponidjan juga ikut serta menjadi kurir penyampai pesan ke beberapa tempat di Samigaluh dan sekitarnya.
Bapak Ngadiman juga menjelaskan bahwa dipilihnya rumah ini dulu karena daerah rumah ini dianggap aman, untuk akses ke rumah ini perlu sedikit naik bukit dan juga harus melewati Sungai Progo jika dari timur dan sungai Bogowonto jika dari barat, kalau belanda hendak menyerang melewati sungai, di sebrang sungai sudah ada pos-pos jaga pasukan Indonesia yang disiagakan.
Miniatur Rumah Sandi. (Foto: Muhammad Raihan/Kumparan)
Di dalam Rumah Sandi sendiri terdapat replika dari barang-barang asli rumah tersebut pada zaman perang, sedangkan yang asli sudah dibawa dan disimpan di Museum Sandi Negara, di dalam juga terdapat miniatur Rumah Sandi yang menggambarkan suasana saat rumah tersebut masih dijadikan markas.
ADVERTISEMENT