Neoliberalisme, Sekularisme, dan Ancaman Bunuh Diri

Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2022.
Konten dari Pengguna
18 Desember 2023 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ridwan Tri Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bunuh diri merupakan permasalahan sosial yang menjadi perhatian serius di berbagai dunia, termasuk Indonesia. Bunuh diri pun dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia, gender, atau latar belakang sosial. Menurut data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), terdapat 971 kasus bunuh diri yang tercatat mulai Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini melebihi jumlah kasus bunuh diri sepanjang 2022 yang mencapai 900 kasus.
ADVERTISEMENT
Dunia modern yang semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, paradoksnya ditumpangi oleh kasus peningkatan angka bunuh diri. Neoliberalisme yang menekankan individualisme dan budaya persaingan dapat menyebabkan seseorang merasa tertekan, sehingga meningkatkan resiko bunuh diri. Di lain sisi, sekularisme membuat individu kehilangan nilai dan makna yang biasanya tumbuh dalam agama. Ketika seseorang tidak lagi mempercayai nilai dan makna dalam agama, hal ini dapat memperburuk resiko bunuh diri.
Mengutip tulisan Malik Abdul di situs komunitas pencegahan bunuh diri Into The Light pada 28 Juli 2017, Agama dan kepercayaan dapat menjadi faktor pelindung terhadap bunuh diri. Namun, hal ini dapat menjadi bumerang, jika seseorang merasa bahwa agamanya telah gagal dalam memberikan solusi atas masalah yang dihadapinya. Hal ini dapat menyebabkan seseorang merasa putus asa dan akhirnya melakukan bunuh diri. Lalu, Strategi apa yang dapat diterapkan secara efisien untuk menanggulangi peningkatan angka bunuh diri?
ADVERTISEMENT
Terlalu Rendahnya Integrasi Sosial
Ilustrasi bunuh diri (Pixavbay/Alexas_Fotos)
Menurut kajian ilmu sosiologi, bunuh diri dapat disebabkan oleh dua kondisi integrasi sosial, yaitu integrasi sosial yang terlalu kuat atau terlalu lemah. Integrasi sosial adalah ikatan seseorang dengan lingkungan sosialnya. Dalam Le Suicide, Emile Durkheim menyatakan bunuh diri dapat dikaji secara sosiologis dengan pendekatan egoistic suicide, altruism suicide, anomie suicide, dan fatalistic suicide. Egoistic suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu yang merasa tidak terhubung dengan masyarakatnya. Altruism suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu untuk kepentingan masyarakat. Anomie suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu karena merasa kehilangan arah hidup. Fatalistic suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh individu karena merasa tertekan oleh aturan dan norma yang terlalu ketat.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks modern, pendekatan egoistic suicide dan anomie suicide sangat relevan, terutama dalam masyarakat yang individualisme dan sekularisme. Egoistic suicide terjadi ketika individu merasa terlalu terisolasi atau terputus dari ikatan sosial dengan masyarakatnya. Ini bisa terjadi karena kurangnya keterikatan pada kelompok sosial, kurangnya interaksi sosial yang bermakna, atau perasaan terasing dari lingkungan sekitar. Orang-orang yang cenderung melakukan egoistic suicide umumnya merasa terlalu sendirian, terisolasi, dan kurangnya dukungan dari kelompok atau komunitas sosialnya.
Neoliberalisme mempromosikan nilai-nilai yang menekankan pencapaian pribadi, dan kompetisi. Dalam budaya ini, fokus pada kesuksesan individu bisa menyebabkan terputusnya ikatan sosial. Individu mungkin merasa terlalu terisolasi karena kurangnya perasaan terhubung dengan komunitas mereka, yang seringkali diabaikan demi pencapaian pribadi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, anomie suicide terjadi ketika terdapat ketidakcocokan antara harapan individu dan norma sosial. Kondisi ini terjadi karena aturan atau norma-norma sosial mengalami ketidakstabilan, yang seringkali disebabkan oleh perubahan sosial yang cepat atau disorientasi dalam nilai-nilai yang dianut masyarakat. Anomie suicide dapat terjadi ketika individu merasa kehilangan arah atau tujuan akibat tekanan sosial atau ketika mereka tidak dapat memenuhi harapan yang ditetapkan oleh masyarakat.
Survei Gallup Internasional menyatakan banyak individu yang memilih untuk tidak beragama. Gallup Internasional, menuliskan di Inggris hanya memiliki sekitar 30% individu yang memiliki agama. Melansir Pinter Politik, sosiolog Ariela Keysar dan Juhem Naavvaro-Reivera, menemukan setidaknya di tahun 2017 terdapat sekitas 450-500 juta orang yang mengakui ateis dan agnostik. Dan, angka ini pun mewakili 7% populasi di dunia.
ADVERTISEMENT
Angka di atas hampir sama dengan total penganut agama Buddha, yang jumlahnya sekitar 506 juta jiwa di tahun 2020. Sebenarnya fenomena ini telah diulas dalam majalah Time tahun 1966 dengan judul Is God Dead?. Majalah tersebut menjelaskan meningkatkan jumlah individu menjadi ateis dan agnostik akibat dampak sistem politik menerapkan sekularisme.
Sekularisme, yang menekankan pergeseran dari pengaruh agama, dapat berperan dalam menciptakan isolasi sosial dan ketidakstabilan nilai-nilai sosial. Kehilangan kerangka nilai yang biasanya diberikan oleh agama dapat membuat individu merasa kehilangan arah atau merasa terasing dari norma sosial yang ada.
Jadi, pengaruh neoliberalisme dengan fokus pada individualisme, kebebasan, dan kompetisi, bersama dengan sekularisme yang mengalami perubahan nilai-nilai tradisional, dapat menjadi faktor-faktor penting yang berkontribusi terhadap terjadinya kasus bunuh diri. Ini relevan dengan pendekatan egoistic suicide dan anomie suicide yang dijelaskan oleh Durkheim dalam masyarakat modern.
ADVERTISEMENT
Penutup
Ilustrasi saling membantu mencegah bunuh diri (IStock/acoblund)
Bunuh diri adalah masalah permasalahan serius yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk nilai-nilai neoliberalisme dan sekularisme dalam masyarakat modern. Berikut adalah dua langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah bunuh diri.
Pertama, pentingnya memperkuat hubungan sosial dan komunitas. Kedua kampanye pencegahan bunuh diri harus dilakukan melalui pendidikan yang melibatkan sekolah, tempat kerja, dan komunitas. Meningkatkan pemahaman akan resiko dan gejala bunuh diri menjadi langkah awal yang efektif.