Konten dari Pengguna

Pro dan Kontra: PPDB Zonasi ala Nadiem Kariem

Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Mahasiswa PBSI UNJ 2022
30 Juni 2023 7:49 WIB
clock
Diperbarui 12 Juli 2023 21:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ridwan Tri Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Mendikbud, Nadiem Kariem menetapkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 pada (07/01/21), padahal Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 kemarin masih menyisakan masalah. Namun, Nadiem Kariem beralasan PPDB ini dilakukan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap kelas bawah, di mana SMA Negeri favorit selalu didominasi dari kelompok kelas atas.
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makariem di Jakarta (07/01/21).
Dalam pasal 45 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, Permendikbud 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA , dan SMK (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1591), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Menurut Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, jalur pendaftraan PPDB untuk SD, SMP, dan SMA dibagi menjadi empat bagian, meliputi: jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua/wali, dan jalur prestasi.
ADVERTISEMENT
Jalur zonasi yang dimaksud dalam Permendikbud tersebut terdiri atas: jalur zonasi SD paling sedikit 70% persen dari daya tampung sekolah; jalur zonasi SMP paling sedkikt 50% persen dari daya tampung sekolah; dan jalur zonasi SMA paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah. Sedangkan jalur afirmasi paling sedikit 15% dari dari daya tampung sekolah.
Dalam pasal 21, pemerintah mengatakan PPDB jalur zonasi diperuntukan bagi CPDB yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas. Lalu peserta didik yang melalui jalur afirmasi merupakan peserta didik yang berdomisili di dalam dan di luar wialyah zonasi. Namun, bila peserta didik yang mendaftar melalui jalur afirmasi melampaui batas yang ditetapkan, maka penentuan peserta didik dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal peserta didik yang terdekat dari sekolah.
ADVERTISEMENT
Sejumlah Orang Tua Murid Keberatan dengan Zonasi yang Berlandaskan Umur
Namun, sebelum ditetapkannya Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, pada tahun 2020 sejumlah orang tua murid sudah merasa keberatan dengan PPDB jalur zonasi. Orang tua murid ini merasa kecewa karena peserta didik yang diterima di jalur zonasi berdasarkan usia tertua.
Melansir Kompas, juru bicara Forum Orang Tua Murid (FOTM), Dewi Julia mengatakan, jalur zonasi saat ini dianggap tidak adil karena justru diseleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda. Padahal sebelumnya jalur zonasi diperuntukkan bagi peserta didik yang dekat dengan sekolah.
Namun sayangnya, hal tersebut sudah terantum dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB tahun 2020/2021, ”untuk jalur zonasi diperuntukan bagi usia tertua ke usia termudam urutan pilihan sekolah, lalu waktu mendaftar.”
ADVERTISEMENT
Peraturan yang dimaksud adalah Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Pasal 25 Ayat 2 mengatakan, ”jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir yaitu menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.” Artinya, pengukuran jarak dari rumah ke sekolah merupakan pertimbangan utama. Namun, jika jaraknya sama, maka pertimbangan selanjutnya adalah umur.
Hadi Maygat, orang tua Calon Perserta Didik Baru (CPDB) jalur zonasi tahun ajaran 2020/2021, merasa kesal dengan peraturan tersebut. Anaknya, Rizal Sabri al Maghribi, yang waktu itu umurnya belum genap 15 tahun, harus kalah bersaing dengan siswa yang umur lebih tua darinya.
ADVERTISEMENT
”Seharusnya umur tidak jadikan acuan untuk mendaftar sekolah negeri. Seharusnya sekolah-sekolah juga melihat nilai dari calon peserta didik yang memang layak untuk mendapatkan sekolah negeri,” ujarnya Hadi dengan kecewa.
Sebelumnya Rizal bersekolah di SMP Negeri 150 Jakarta. Ketika CPDB tahun ajaran 2020/2021 berlangsung, Rizal, memilih SMA Negeri 14 Jakarta pada pilihan pertama, SMA Negeri 51 Jakarta pada pilihan kedua, dan SMA Negeri 100 pada pilihan ketiga. Dan akhirnya, ia pun harus ikhlas sekolah di SMA Swasta.
Senasib dengan Hadi, Eha Juleha orang tua CPDB jalur zonasi tahun ajaran 2020/2021, merasa kecewa dengan seleksi zonasi yang berlandaskan dari usia tertua ke usia termuda. Karena itu, anaknya yang bernama Afgan harus melanjutkan pendidikannya ke sekolah swasta.
ADVERTISEMENT
Ketika lulus dari SD Negeri 02 Petang, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Afgan masih berumur 12 tahun lebih 1 bulan. Hal ini terjadi lantaran Afgan terlalu cepat ketika awal kali masuk SD.
Setelah Tidak diterima di SMP Negeri 87 Jakarta dan SMP Negeri 164 Jakarta, Afgan melanjutkannya ke SMP Swastra YPUI, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Eha pun mengakui dirinya merasa cemas anaknya masuk sekolah swasta.
”Saya takut anak saya menjadi nakal kalau bersekolah di SMP Swasta,” ujarnya dengan raut muka khawatir.
Menghapus Diskriminasi Rakyat Miskin lewat Jalur Zonasi dan Jalur Afirmasi
Nadiem Makarim menyebut PPDB yang menggunakan sistem zonasi sebagai bentuk revolusi senyap atau silent revolution. Pasalnya, kata Nadiem, dengan PPDB zonasi maka anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu kini bisa masuk ke sekolah-sekolah negeri.
ADVERTISEMENT
Contonya adalah SMA Negeri 70 Jakarta. Sekolah ini dikenal sebagai salah satu SMA favorit yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Ini dapat dibuktikan karena banyak prestasi akademik dan non-akademik yang berhasil diperoleh sekolah ini.
Selain itu, sekolah ini juga melahirkan artis-artis berbakat seperti Raditya Dika, Rachel Amanda Aurora, Febby Rastanty, Jessica Milla, dan masih banyak lainnya.
Namun dibalik prestasi yang gemilang, terjadi sebuah ketimpangan di sekolah ini pada beberapa tahun lalu, sebelum ada jalur afirmasi dan jalur zonasi. Di mana sekolah ini hanya menerima peserta didik dengan nilai Ujian Nasional (UN) yang tinggi, dan didominasi dari peserta didik dari kelas atas.
ADVERTISEMENT
Menurut Nadiem, PPDB secara zonasi untuk menghilangkan diskriminasi yang terjadi selama ini di mana peserta didik sekolah negeri didominasi oleh murid-murid yang berasal dari kelompok ekonomi tinggi.
"Ini suatu revolusi yang silent yang sedang terjadi di mana-mana, tiba-tiba rakyat termiskin kita masuk sekolah negeri, pertama kali, dan itu buat saya luar biasa," kata Nadiem dalam webinar bertajuk Menjaga Integritas Dalam Implementasi Kebijakan PPDB yang disiarkan di akun YouTube KPK.
Rangga Rafiano, peserta didik dari SMA Negeri Jakarta 70 yang lolos lewat jalur zonasi di PDDB tahun ajaran 2021/2022. Ia menempati uratan ke-25 dengan umur 16 tahun 20 hari. Ketika ditanya, mengapa baru masuk SMA di usia 16 tahun, ia menjawab karena pernah tinggal kelas waktu kelas satu SD Negeri 011, Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya setelah lulus dari SMP Swasta Dewi Sartika, ia ingin masuk SMK agar ketika lulus sekolah bisa bekerja. Namun sayangnya, nilai rata-rata rapor yang kecil membuatnya tidak diterima pada jalur prestasi akademik.
”Awalnya si gua nggak pengen masuk Jupul—nama keren SMA Negeri 70 Jakarta. Gua pengen masuk SMK, biar pas lulus bisa langsung kerja. Tapi nggak papa si gua malah keterima di Jupul,” ujar Rangga lalu tertawa.
Di PPDB SMK jalur prestasi akademik ia di SMK Negeri 30 Jakarta pada pilihan pertamanya, lalu SMK Negeri 18 Jakarta pada pilihan keduanya, dan SMK Negeri 59 pada pilihan ketiganya.
Figo Bagas Saputra, peserta didik kelas sebelas SMA Negeri 70 Jakarta, juga merupakan adik kelas Rangga Rafiano di SMP Swasta Dewi Sartika, ia meceritakan pengalamannya ketika melakukan PPDB di tahun ajaran 2022/2023.
ADVERTISEMENT
Sebelum diterima SMA Negeri 70 Jakarta lewat jalur afirmasi—KJP Plus Sekaligus PIP, KJP Plus, DTKS, Mitra Transjakarta, KPJ—, ia telah melakukan PPDB lewat jalur prestasi akademik terlebih dahulu, namun dinyatakan tidak lolos karena nilai rata-rata rapornya kecil.
”Gua awalnya daftar lewat jalur prestasi nilai rapor dulu di SMK, cuma nggak ada yang diterima, karena emang rata-rata nilai rapor gua cuma 79 doang,” ujar Figo.
Di PPDB SMK jalur prestasi akademik, ia memilih SMK Negeri 1 Jakarta sebagai pilihan pertamanya, lalu SMK Negeri 30 sebagai pilihan kedua, dan SMK Negeri 18 Jakarta sebagai pilihan terakhirnya.