Hilangkan Overthinking dengan Cognitive Reappraisal

Muhammad Rifqi Musyaffa
Mahasiswa kedokteran Universitas Palangka Raya
Konten dari Pengguna
21 Mei 2023 19:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rifqi Musyaffa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berkontemplasi bersama alam semesta (Sumber : dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Berkontemplasi bersama alam semesta (Sumber : dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Saat ini kata overthinking semakin banyak digunakan oleh milenial dan gen z di Indonesia untuk menggambarkan suatu keadaan di mana seseorang terus menerus cemas memikirkan permasalahan yang sedang dihadapinya. Hal ini merupakan salah satu tanda bahwa seseorang mengalami tekanan atau stres dalam hidupnya.
Setidaknya ada dua dimensi isi pikiran para overthinker jika ditinjau dari aspek waktu, yaitu masa depan dan masa lalu. Mereka biasanya justru sedang melupakan masa sekarang dengan terus-terusan memikirkan masa depan atau masa lalu, misalnya merasa menyesal karena melakukan sebuah kesalahan di masa lalu atau merasa takut bertambah dewasa di masa depan.
Dalam istilah psikologi overthinking bisa disamakan dengan perilaku ruminasi. Ruminasi adalah pikiran dan perenungan berulang mengenai pengalaman masa lalu dan sebagai bentuk dari refleksi maladaptif.
Ilustrasi Ruminasi (Sumber : Shutterstock)
Setiap orang pastinya memiliki ingatan dan kenangan dalam kepalanya masing-masing. Ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Momen yang indah membuat kita ber-overthinking karena ingin momen itu bisa terjadi lagi. Sementara momen yang buruk membuat kita terus berpikir mengapa hal itu harus terjadi kepada diri kita.
Hal ini bisa menjadi hal yang berat dan membuat kita terus mengingatnya, atau kerap disebut dengan gagal move on.

2 Jenis Mekanisme untuk Menghilangkan Stres

Ilustrasi stres. Foto: Shutterstock
Menurut Stuart dan Sundeen dalam bukunya Pocket guide to psyhiatric nursing (ed. 3), terdapat dua jenis mekanisme coping untuk mengurangi stres dan overthinking yaitu
Kedua mekanisme tersebut memiliki perbedaan yang sesuai dengan namanya. Mekanisme yang berpusat masalah menekankan bahwa untuk mengurangi stres yang harus dilakukan adalah dengan melakukan usaha untuk menyelesaikan masalahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, mekanisme berbasis emosi lebih menekankan kepada perasaan dan pikiran seperti menjadi denial, acceptance atau menyalahkan orang lain.
Kedua mekanisme coping itu sebetulnya bisa saling berdampingan dilakukan. Hal ini karena untuk dapat mempunyai energi dalam menyelesaikan permasalahan tentunya diperlukan adanya mood dan semangat yang bisa di-engineer melalui mekanisme coping berbasis emosi.

Cognitive Reappraisal

Ilustrasi Cognitive reappraisal (Sumber : Pribadi)
Cognitive reappraisal atau dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai peninjauan kembali/penilaian kembali/menafsirkan kembali sebuah momen dalam ingatan yang membangkitkan emosi supaya mengubah dampak emosionalnya.
Hal tersebut dilakukan biasanya dengan mengubah sudut pandang dirinya menjadi orang ketiga yang netral yang tidak dirugikan sama sekali oleh momen yang membuat kita sedih atau marah.
Cognitive reappraisal dapat dimasukkan dalam konsep mekanisme untuk menghilangkan stres berbasis emosi sebab ini adalah coping yang menekankan perubahan sudut pandang berpikir.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, apabila sudut pandang pikiran kita diubah menjadi sudut pandang yang lebih positif regulasi emosi pada diri kita akan lebih stabil sehingga respons perilaku dan respons emosi yang kita keluarkan akan menjadi lebih tidak merugikan bagi diri kita sendiri.

Regulasi Emosi Bagus, Overthinking Hilang

Skema regulasi emosi diadaptasi dari Cutuli (2014). Sumber : Pribadi
Secara spesifik, cognitive reappraisal adalah strategi yang berfokus pada anteseden yang dilakukan sebelum kecenderungan respons emosi muncul. Dengan demikian, cognitive reappraisal diharapkan bisa memodifikasi seluruh proses sementara dari respons emosional sebelum respons emosi yang sebenarnya dihasilkan sepenuhnya.
Sederhananya, apabila sudut pandang kita sudah berubah menjadi lebih positif terhadap suatu momen yang traumatis maka kita tidak akan menanggung lagi lelahnya memiliki emosi negatif atau overthinking.
ADVERTISEMENT
Terakhir, ternyata jika kita tidak mampu melakukan cognitive reappraisal ada cara lain supaya tetap bisa terlihat baik-baik saja di hadapan orang lain walaupun sebenarnya di dalam pikiran terus berteriak-teriak permasalahan. Cara itu adalah expressive suppression seperti terlihat di skema di atas. Namun, hal tersebut akan saya bahas di tulisan yang lain.