Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Menjadi Tajir dari Retribusi Parkir : Sebuah Solusi Menggenjot Pendapatan Daerah
5 Februari 2025 10:27 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari MUHAMMAD RIZKY ADHITYAMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Juru parkir liar, tentu rasanya sebagian besar masyarakat sepakat bahwa kehadirannya cukup meresahkan. Bagaimana tidak, mereka sering kali mematok tarif parkir yang tidak masuk akal, bahkan cenderung mengarah pada praktik pungutan liar (pungli).
ADVERTISEMENT
Para pengendara yang "terpaksa" membayar biaya parkir tersebut sama sekali tidak merasakan manfaat dari kehadiran juru parkir liar ini. Pasalnya, juru parkir liar ini sering kali tidak mau bertanggung jawab ketika terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan.
Kondisi menjadi semakin memprihatinkan ketika nominal pungutan parkir tersebut mengalir ke pihak-pihak yang tidak jelas, sementara pemerintah daerah kehilangan potensi pendapatan berharganya, yang seharusnya dapat menjadi sumber pemasukan signifikan bagi daerah.
Fenomena ini diperparah dengan maraknya parkir liar di pinggir jalan, yang tidak hanya memperburuk kemacetan tetapi juga merusak tata ruang kota. Bahkan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai ruang publik, seperti trotoar, bahu jalan, hingga ruang terbuka hijau, telah disalahgunakan oleh oknum-oknum juru parkir (jukir) liar sebagai tempat parkir ilegal.
ADVERTISEMENT
Tanpa adanya regulasi yang jelas dan sistem pengelolaan yang transparan, potensi retribusi parkir tidak dapat dimaksimalkan secara optimal oleh pemerintah daerah.
Melihat Pengelolaan Sistem Parkir di Negara Lain
Muncul pertanyaan dalam benak kita: bagaimana sistem pengelolaan retribusi parkir di negara lain? Untuk menjawab hal tersebut, mari kita telaah berbagai praktik yang telah diterapkan di sejumlah negara yang mengadopsi sistem parkir modern dan terstruktur.
Sistem ini tidak hanya bertujuan meningkatkan efisiensi, tetapi juga berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan otoritas setempat.
1. Di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, sistem pembayaran parkir telah mengadopsi teknologi modern melalui penggunaan meteran parkir (parking meter). Alat ini berfungsi untuk mengukur durasi parkir serta menerima pembayaran secara otomatis.
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangan teknologi, meteran parkir kini telah dilengkapi sistem pembayaran digital yang mendukung transaksi non-tunai menggunakan kartu debit atau kredit.
2. Malaysia
Malaysia telah melakukan digitalisasi sistem pembayaran parkir, terutama di kota-kota besarnya. Hampir seluruh layanan parkir kini dapat diakses melalui aplikasi digital, seperti Flexi Parking, Jom Parking, Penang Smart Parking, dan Melaka Smart Parking.
Aplikasi-aplikasi tersebut dapat diunduh dengan mudah melalui Play Store dan App Store, sehingga mempermudah masyarakat dan wisatawan dalam melakukan pembayaran parkir.
Dengan berbagai contoh mekanisme retribusi parkir yang telah dipaparkan di atas, tampak jelas bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal pengelolaan sistem parkir, bahkan dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mempelajari dan mengadopsi praktik terbaik yang telah diterapkan di negara lain guna menciptakan sistem retribusi parkir yang lebih efektif, modern, dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Regulasi Retribusi Parkir di Indonesia?
Setelah menelaah sistem pengelolaan retribusi parkir di luar negeri, kini saatnya beralih ke dalam negeri untuk membahas regulasi yang mengatur retribusi parkir di Indonesia.
Retribusi parkir merupakan salah satu bentuk Retribusi Daerah yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Dalam Pasal 1 ayat 22, Retribusi Daerah didefinisikan sebagai pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang secara khusus disediakan dan/atau diberikan untuk kepentingan individu maupun badan usaha.
Lebih lanjut dalam Pasal 87 ayat 1, Retribusi Daerah diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Retribusi Jasa Umum
2. Retribusi Jasa Usaha
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Dalam konteks parkir, retribusi parkir termasuk dalam dua kategori tersebut, yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum, yang mencakup pelayanan parkir di tepi jalan umum.
2. Retribusi Jasa Usaha, yang mencakup penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan. Tempat khusus ini disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah dan diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah masing-masing.
Retribusi daerah, bersama dengan pajak daerah serta hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, menjadi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan sumber pendapatan daerah yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Oleh karena itu, optimalisasi pendapatan dari retribusi daerah, termasuk retribusi parkir, akan berdampak langsung pada peningkatan PAD. Peningkatan ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk membiayai berbagai program pembangunan daerah.
ADVERTISEMENT
Merujuk dari berbagai sumber, diketahui persentase rata-rata kontribusi retribusi parkir terhadap PAD di beberapa kota adalah sebagai berikut:
• Kota Bandar Lampung: 1% (periode 2014–2018)
• Kota Pekanbaru: 0,32% (tahun 2023)
• Kota Medan: 0,43% (periode 2019–2022)
• Kota Palembang: 0,53% (periode 2017–2021)
• Kota Mataram: 0,57% (periode 2017–2021)
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kontribusi retribusi parkir terhadap PAD di berbagai daerah masih tergolong sangat kecil.
Hal ini menunjukkan adanya peluang besar bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sistem pengelolaan retribusi parkir guna meningkatkan penerimaan daerah secara lebih signifikan.
Modernisasi Sistem Pengelolaan Retribusi Parkir
Untuk menciptakan sistem pengelolaan retribusi parkir yang efektif dan modern, terdapat beberapa opsi yang dapat diterapkan guna mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor parkir, antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Penerapan Meteran Parkir
Salah satu metode yang dapat diadopsi adalah penggunaan meteran parkir, sebagaimana yang telah diterapkan di Amerika Serikat. Pemerintah daerah dapat memetakan ruas jalan atau kantong parkir yang memungkinkan untuk dipasangi meteran parkir modern.
Mesin ini dapat dipasang di bahu jalan sebagai titik parkir sementara dan harus dilengkapi dengan sistem pengawasan berbasis CCTV yang terhubung langsung ke Traffic Management Center (TMC) Polri.
2. Penerapan Sistem Parkir Berlangganan
Alternatif berikutnya adalah penerapan parkir berlangganan, yaitu sistem retribusi parkir yang dipungut untuk jangka waktu satu tahun atau sesuai dengan masa berlaku pajak kendaraan bermotor.
Sistem ini memberikan kemudahan bagi masyarakat karena mereka tidak lagi perlu membayar parkir konvensional di tepi jalan umum yang disediakan oleh pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
3. Implementasi E-Parking
Opsi lain yang dapat diterapkan adalah sistem e-parking, yang merupakan sistem pembayaran parkir berbasis digital. Implementasi e-parking dapat dilakukan melalui kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Telkom Indonesia, yang menawarkan layanan eParkir.id. Sistem e-parking hadir sebagai solusi inovatif dalam menyelesaikan tantangan pengelolaan parkir bagi pemerintah daerah.
Melalui e-parking, transaksi retribusi parkir dapat dilakukan secara non-tunai (cashless), tanpa perlu pencetakan karcis (paperless), serta dapat terhubung langsung dengan perangkat ponsel pengguna layanan.
Dengan sistem digital ini, pemerintah daerah dapat mengawasi transaksi secara real-time. Penerapan sistem parkir yang modern dan terdigitalisasi merupakan langkah strategis untuk mencegah kebocoran pendapatan daerah.
Agar usulan kebijakan diatas dapat berjalan secara efektif, diperlukan sinergi antara berbagai pihak, yakni Dinas Perhubungan (Dishub), Kepolisian, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Penegakan aturan yang simultan dan berkelanjutan akan memastikan bahwa sistem retribusi parkir yang resmi dapat berfungsi secara baik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kepastian hukum dan pengawasan yang ketat juga menjadi faktor kunci dalam mencegah praktik pungutan liar yang masih marak terjadi.
Masyarakat harus diberikan jaminan bahwa dengan membayar retribusi parkir resmi, mereka tidak akan lagi dibebani biaya tambahan yang tidak sah. Dengan demikian, penerapan sistem parkir yang transparan, akuntabel, dan berbasis teknologi akan menciptakan ekosistem parkir yang lebih tertata serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan retribusi daerah.
Peran Retribusi Parkir dalam Mendukung Kemandirian Fiskal Daerah
Jika dikelola secara baik, retribusi parkir dapat menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta pada tahun 2023 mencapai 22.065.867 unit, yang terdiri atas mobil penumpang, dan sepeda motor.
ADVERTISEMENT
Apabila setiap kendaraan dikenakan tarif parkir rata-rata Rp2.000 per hari di kawasan perkotaan, maka potensi pendapatan dalam satu bulan dapat mencapai angka triliunan rupiah.
Dengan meningkatnya jumlah kendaraan dan kebutuhan akan lahan parkir yang semakin tinggi tiap tahunnya, retribusi parkir memiliki potensi besar untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus mendukung perbaikan tata kelola transportasi di Indonesia.
Implementasi sistem parkir berbasis teknologi yang modern menjadi langkah strategis bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan efektivitas kebijakan publik serta mengoptimalkan penerimaan daerah secara transparan dan akuntabel.
Isu ini menjadi semakin relevan dalam konteks desentralisasi fiskal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak dan retribusi guna meningkatkan kapasitas fiskal daerah.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari PAD, retribusi parkir diharapkan menjadi salah satu sumber utama dalam membiayai pembangunan di daerah.
Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam menggali dan mengembangkan potensi sumber pendapatan lokal. Dengan demikian, daerah dapat mengurangi ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui transfer ke daerah, serta memperluas ruang fiskal guna mendanai program-program strategis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Kementerian Keuangan, local taxing power yang masih rendah menjadi salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Penguatan local taxing power merupakan salah satu pilar utama dalam UU HKPD, dengan tujuan meningkatkan kapasitas daerah dalam mengelola sumber pendapatan secara lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK, Lydia Kurniawati Christyana, menyebutkan bahwa pada tahun 2023, local taxing power Indonesia tercatat sebesar 1,32% dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih tertinggal 1,58% dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024–2029 yang ditetapkan sebesar 2,9%.
Pernyataa tersebut sejalan dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2020, yang mengungkapkan bahwa 88,27% dari 503 pemerintah daerah di Indonesia masih tergolong belum mandiri secara fiskal.
Oleh karena itu, penguatan local taxing power menjadi hal yang krusial bagi pemerintah daerah. Upaya penguatan tersebut memerlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta inovasi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
Dengan strategi yang tepat, optimalisasi retribusi parkir dapat mendukung pemerintah daerah dalam mencapai kemandirian fiskal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
*Tulisan ini adalah opini pribadi penulis, tidak mencerminkan institusi penulis.